ALDEN 29

483 24 0
                                    

Seorang pemuda menggunakan jaket hitam dengan celana jeans senada melangkah masuk ke sebuah gedung yang jauh dari keramaian. Diikuti oleh seorang gadis di belakangnya yang juga menggunakan jaket hitam sama seperti pemuda tersebut.

Pasukan Xergio yang tengah bersenda gurau mendadak bungkam melihat aura kemarahan dari pemuda tersebut.

"Eh, bang," sapa Ardit kepada laki-laki tersebut. Ardit bisa melihat amarah yang akan siap meledak kapan saja dari pemuda tersebut.

Bugh!

Satu bogeman mentah mendarat mulus di wajah Ardit membuat laki-laki itu tersungkur.

"GUE CUMA MINTA LO BUAT NGALAHIN XANTHOUS! BUKAN BUAT NGEHAMILIN ANAK ORANG!" pemuda tersebut berteriak marah. Ia menatap tajam ke arah Ardit yang berusaha berdiri.

"Gue ga ngehamilin siapa-siapa, bang. Lo tau kan malam itu gue ada di lapangan," ucap Ardit sambil sesekali meringis menahan sakit akibat pukulan pemuda tersebut.

"Siapa lima orang yang bawa Anggi kemaren?" tanya gadis yang ikut bersama pemuda tersebut.

"JAWAB BANGSAT!" Ardit berteriak kepada pasukannya yang tidak menjawab sama sekali.

"Gue," jawab Jonathan sambil melangkah maju mendekati Ardit.

"Siapa lagi?" tanya laki-laki berjaket hitam tersebut. Matanya menatap tajam kepada seluruh pasukan Xergio. Empat orang melangkah maju dan berdiri di sebelah Jonathan.

"Siapa diantara kalian yang ngelakuin hal bejat itu?" tanya gadis yang ikut bersama pemuda itu.

Kelima laki-laki tersebut saling pandang. Siapa pun diantara mereka yang melakukan pasti akan mendapat amukan dari pemuda yang mereka hormati itu.

"Kita ga ngelakuin apa-apa, bang. Setelah kita bawa cewek itu terus kita ikat di ruangan lantai dua. Abis itu kita langsung balik ke lapangan," ucap Jonathan menjelaskan.

"Bener, bang. Lagian lo juga liat kan, Dit, gue sama yang lain datang ngebantuin lo," sambung Farel.

Ardit mengangguk. Ia masih ingat saat Jonathan dan yang lainnya datang membantunya untuk menghadapi pasukan Xanthous setelah membawa Anggi ke gedung tua tersebut.

"Tapi kalian cuma berempat," ucap Ardit saat mengingat bahwa mereka kembali hanya berempat. Sementara yang ditugaskan untuk membawa Anggi adalah lima orang.

Kelima pasukan Xergio tersebut saling pandang satu sama lain. Siapa yang melakukan kesalahan itu dan memancing amarah dari pemuda yang berdiri di hadapan mereka saat ini.

"JAWAB JUJUR  SIAPA YANG NGELAKUIN ITU?!" bentak pemuda tersebut membuat kelimanya tersentak kaget.

"Lo kan?" Ardit menunjuk Raka yang sedari tadi menundukkan kepalanya. Raka mendongak menatap Ardit yang kini tengah memberikan tatapan mengintimidasinya.

"G-gue? Gue ba-balik kok. Gue ikut ke lapangan," jawab Raka terbata-bata.

"Iya lo balik tapi lo telat. Lo ga dateng bareng Jonathan sama yang lain," ucap Ardit semakin memojokkan Raka.

"G-gue---"

BUGH!

Pemuda berjaket hitam tersebut melayangkan tinjunya ke wajah Raka membuat Raka tersungkur ke lantai dan meringis kesakitan.

"BANGSAT LO ANJING! GUE GA NYURUH LO BUAT HAMILIN ANGGI!"

BUGH!

BUGH!

Pemuda tersebut menghajar Raka habis-habisan. Aura menyeramkan terlihat sangat jelas dari wajahnya. Raka tak bisa melakukan apa-apa. Ia berada di bawah pemuda tersebut membuatnya tidak bisa melawan.

"Udah!" gadis tersebut menarik bahu pemuda tersebut untuk berhenti memukul Raka. Pemuda tersebut berdiri di sebelah gadis tersebut dengan nafas yang memburu.

"Gue ga mau tau pokoknya lo harus tanggung jawab! Lo harus pastiin Anggi baik-baik aja. Besok lo berangkat ke Amerika. Lo harus pastiin dia ga kenapa-kenapa," pemuda tersebut berdesis tajam. Matanya menatap tajam kepada Raka yang kini tengah dibantu berdiri oleh Jonathan dan Farel.

"I-iya, bang, shht, gue bakal berangkat ke Amerika. Shht, gue shht bakal jagain dia. Gue bakal pastiin dia baik-baik aja shht," ucap Raka sambil meringis menahan sakitnya. "Gue minta maaf, bang," lanjutnya.

Pemuda tersebut tidak menggubris perkataan Raka. Kini ia beralih menatap Ardit. "Ini pertama dan terakhir kalinya pasukan lo bikin kesalahan. Sekali lagi pasukan lo ngerusak nama baik Xergio gue bakal bubarin kalian!" desis pemuda tersebut membuat Ardit meneguk salivanya.

"I-iya, bang, gue janji ini pertama dan terakhir kalinya pasukan gue ngelakuin kesalahan."

Pemuda tersebut mengangguk. Mata tajamnya memperhatikan satu per satu pasukan Xergio. Kemudian ia berbalik badan meninggalkan markas Xergio.

"Inget pertama dan terakhir kalinya!" ucap gadis tersebut kemudian menyusul langkah pemuda tersebut meninggalkan markas Xergio.

ALDEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang