ALDEN 49

436 22 0
                                    

"ARGHHH!"  Alden membanting pintu kamar, meluapkan emosi yang ia pendam selama perjalanan kemari. Beruntung dia sendirian di rumah megah bercat putih ini, tak ada seorangpun yang mendengarnya mendengus, berteriak, meluapkan segala emosi sambil melangkah geram dengan tekanan tinggi. Debuman kecil lahir diantara bilik sunyi, setiap kali Alden melangkahkan kaki.

Dia benar-benar muak, setelah segala hal terjadi begitu cepat dalam hidupnya. Cintanya berkhianat, sahabat--jika masih bisa dibilang begitu, Alden harap jawabannya 'ya'--memusuhinya karena kesalahan yang ia buat secara tak sengaja. Ditambah lagi, tugas baru yang sejujurnya membuat emosinya semakin menjadi-jadi. Pertanyaan itu terus berputar dalam kepalanya, siapa Ayah kandungnya? Veron?

Terlepas dari itu, Alden hanya ingin membuktikan kalau ibunya bukan pelacur, ia bukan anak haram seperti prasangka orang-orang. Jikalau dapat nanti Alden bersumpah akan melemparkan bukti itu ke wajah Xeno, membungkam mulutnya.

Bugh!

Dinding kamar menjadi pelariannya saat kesal, ditinju, jangan khawatirkan soal rasa sakit, karena setelah apa yang terjadi Alden seolah mati rasa. Dia tak lagi merasa bahagia, sedih, kecewa, bahkan sakit yang sejujurnya mulai menggerutuki lengannya. Semua bercampur, ada, lengkap seperti seporsi sop buah segar plus mangga. Spesial, tapi dengan rasa pahit dan asam.

Bagaikan hidupnya sekarang, Alden hancur. Dia baru merasakan terkaman dari roda kehidupan milik Tuhan. Yang di atas bisa ke bawah, yang dibawah bisa naik ke atas. Sama seperti dirinya yang dahulu selalu tersenyum, bahagia, Alden yang gagah. Dia merindukan sosok lamanya saat bercermin, yang sekarang telah berganti menjadi sosok menyedihkan yang kini menatapnya kasihan.

Sialan!

"Gue harus dapetin bukti kalau gue ini anak kandungnya Papa, ada darah Papa yang ngalir di tubuh gue," Alden terkekeh, memandang dirinya dalam cermin. "Sekalipun gue harus jadi saudara Xeno."

Alden runtuh, ia jatuhkan tubuh kekarnya yang telah lelah di atas kasur. Menenangkan diri, menjernihkan pikiran. Tarik nafas, Alden. Tahan sebentar, buang jangan ya? Mubazir, tapi nanti gue sesak! Oke, Alden keluarin pelan-pelan, santai, tenang.

Oh!

Tidak sia-sia ia istirahat sejenak, Alden langsung terduduk di tepian kasur saat ide cemerlang muncul di kepalanya. Susah-susah berpikir, diantara hiruk-pikuk kepalanya. Alden lupa hal sederhana yang bisa menjadi garis mulainya.

Kamar Mama.

Pasti ada bukti atau sesuatu di sana yang bisa ia dapatkan, Mama pasti menyembunyikan sesuatu darinya. Alden yakin dengan pasti, kemungkinan selalu ada. Dia harus mencoba atau ia tidak akan pernah tahu apa-apa.

Cepat-cepat Alden keluar dari kamar, meluncur turun menuju kamar Mama. Selagi kosong rumah, hanya ada dia. Bukan masalah kan? Lagipula dia sudah sering ke sana, meski kali ini dengan jantung berdebar karena situasinya berbeda.

Tujuannya, cari sesuatu tentang siapa Papa kandungnya.

Ya, Alden. Kemungkinan pasti ada.

Perlahan Alden memutar knop pintu berwarna coklat tersebut. Jantungnya berdebar tak karuan. Keringat mulai membentuk sungai-sungai kecil di dahi dan tengkuk belakangnya. Sialan! Ia merasa seperti menjadi seorang maling. Meskipun ia tak tau persis bagaimana rasanya menjadi maling.

ALDEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang