ALDEN 51

430 21 0
                                    


Xeno menatap Alden yang masih enggan berbicara dengannya. Walaupun Alden sudah mengetahui siapa Papa kandungnya, namun ia masih kesal dengan perkataan Xeno malam itu.

"Boleh ga?" tanya Xeno sekali lagi. Ia sedari tadi bertanya apakah Alden mengizinkannya untuk main ke rumahnya, namun Alden terus saja diam.

"Lo berdua kenapa dah?" tanya Rino bingung dengan kelakuan kedua sahabatnya itu.

"Alden ngambek, ga tau kenapa," jawab Xeno sekenanya.

Alden melirik sinis ke arah Xeno lantas masuk lebih dulu ke dalam mobil Lendra.

"Kenapa si Alden?" tanya Rino kepada Xeno. Xeno menggedikkan bahunya lantas ikut masuk ke mobil Lendra. Rino mendengus, mau tak mau ia masuk ke dalam mobil berwarna merah tersebut.

Di sepanjang perjalanan mereka hanya diam. Matahari perlahan turun, semburat jingga terlihat indah menghiasi langit sore ibukota.

Rino membelokkan mobil Lendra yang dikendarainya memasuki pekarangan rumah Alden. Hari mulai gelap tepat saat mereka sampai di depan rumah mewah tersebut.

"Kalian ga mampir?" tanya Xeno kepada Rino dan Lendra yang masih berada di dalam mobil. Sementara itu Alden sudah lebih dulu melangkah memasuki rumahnya.

"Engga deh, langsung balik aja," jawab Lendra, Rino ikut mengangguk menyetujui.

"Ya udah."

Rino perlahan menutup kembali kaca mobilnya lantas melajukan mobil tersebut meninggalkan pekarangan rumah.

Xeno membalikkan badannya, ia berlari kecil memasuki rumah Alden.

"Halo, Ma," sapanya saat melihat Mara yang tengah duduk di sofa bersama Veron.

"Hai, Xeno, barusan Alden ke kamar," ucap Mara sambil menunjuk ke arah kamar Alden.

"Kalau gitu Xeno samperin ya, Ma. Anaknya masih ngambek gara-gara masalah kemaren," ucap Xeno sambil tersenyum. Laki-laki dingin itu kini terlihat lebih hangat dan lebih menyenangkan saat diajak bicara.

Mara mengangguk, tanpa menunggu lama Xeno segera berlari melewati satu per satu anak tangga menuju ke kamar Alden.

"Aldennnnn!!!" teriaknya saat sampai tepat di depan pintu kamar Alden. "Adeknya abang yang paling ganteng, buka dong pintunya!!!" Xeno kembali berteriak membuat Mara dan Veron tertawa melihat tingkahnya.

Alden membuka pintu kamarnya dengan memberengut kesal. "Ogah punya abang kayak lo!" katanya sambil berbalik masuk ke kamarnya.

Xeno ikut masuk ke dalam kamar tersebut sambil menutup kembali pintu kamar itu.

"Mau ga mau ya gue tetep abang lo," ucap Xeno santai sembari duduk di kasur Alden.

"Lo udah tau sejak kapan?" Alden menatap dalam mata Xeno. Pertanyaannya kali ini benar-benar serius.

"Tau apaan?"

Alden berdecak kesal. "Lo sejak kapan tau soal orang tua kita?"

Xeno terlihat berpikir sebentar, "Hm... sejak SMP, kelas dua," jawabnya jujur.

"Lo udah tau selama itu? Kenapa ga pernah kasih tau gue?"

Xeno menggedikkan bahunya, "Dilarang," jawabnya singkat.

"Orang tua kita ngelarang gue buat ngasih tau lo soal semuanya. Mulai dari Papa yang nabrak Papa kandung lo sampai meninggal, terus Papa tanggungjawab buat nikahin Mama lo, gue ga dibolehin kasih tau semua itu ke lo," Xeno menatap Alden yang kini juga menatapnya.

"Kenapa gue ga boleh tau? Mereka kasih tau lo, tapi kenapa ga kasih tau gue juga?"

"Kata Papa, 'adek kamu itu masih labil, Xeno'," Xeno tertawa di akhir kalimatnya membuat Alden semakin memberengut kesal.

"Serius anjing!"

"Iya gue serius. Papa bilang lo itu ga kayak gue yang bisa kontrol emosi dengan baik. Lo itu orangnya cenderung ga mau dengerin penjelasan dari orang lain, dan kalaupun lo udah dengerin penjelasan orang tapi penjelasan itu ga masuk di otak lo, lo bakal tetep nolak dan marah sama orang itu. Makanya Papa selalu nunggu waktu yang tepat buat ngasih tau lo."

Alden diam, benar apa yang dikatakan Xeno, ia tak pernah mau mendengarkan penjelasan dari Papanya selama ini. Ia justru menjauh, menaruh benci pada laki-laki yang jelas-jelas sudah mengorbankan keluarga kecilnya hanya untuk dirinya.

"Terus malam itu, kenapa lo bilang gue anak haram?" Alden memelotot ke arah Xeno saat mengingat perkataan Xeno malam itu.

"Untuk itu, gue minta maaf. Tapi gue beneran ga ada niatan buat ngatain Mama lo. Gue emang sengaja mancing amarah lo. Karna gue tau, semenjak malam itu, saat lo tau Nara dan Xevan berkhianat, lo bingung mau lampiasin amarah lo ke siapa. Berhari-hari lo tahan emosi lo, sampai akhirnya emosi lo justru lo tunjukin ke Mama lo. Lo marahin Mama kan? Gue tau lo emang capek sama semuanya dan lo ga tau harus mukulin siapa, lo ga tau harus ngebentak siapa, lo ga tau harus marah ke siapa. Makanya malam itu gue sengaja buat lo marah, dan lo lampiasin semuanya ke gue. Karna gue yakin, setelah lo udah ngeluarin semua emosi lo yang lo tahan selama ini, lo baru bisa berpikir. Terbukti kan? Setelah lo pukulin gue, lo jadi tau siapa Papa kandung lo sebenarnya. Karna sebenarnya yang lo butuhin cuma tempat buat ngeluarin semua emosi lo, dan gue yang jadi tempat itu."

Alden diam, dalam hati ia merasa takjub karna akhirnya Xeno yang selama ini irit bicara sekarang bisa berbicara sepanjang ini. Sebuah perubahan yang sangat besar. Di sisi lain ia juga merasa terharu dengan apa yang dikatakan Xeno. Laki-laki itu tau baik mengenai dirinya. Bahkan Xeno seolah mengenal Alden dibanding Alden itu sendiri.

"Bilang 'makasih' sih kalau kata gue," Xeno kembali bersuara, membuat Alden tersadar dari lamunannya.

Alden melangkah mendekati Xeno, "thanks ya, No," ucapnya sambil mengulurkan tangannya ke hadapan Xeno.

Xeno tersenyum, berdiri dari duduknya lantas menjabat uluran tangan Alden. "Kata Papa, walaupun kita lahir dari rahim yang berbeda tapi kita tetap saudara."

Alden mengangguk. Benar, ada kalanya berdamai dengan keadaan jauh lebih baik dibanding kita terus tidak terima akan takdir yang telah digariskan.

Xeno menarik Alden ke dalam pelukannya, "Adeknya abang lucu banget," katanya sambil menepuk punggung Alden.

Alden lantas mendorong tubuh Xeno, "Adeknya abang, adeknya abang, ga ada ya anjir! Beda tiga bulan doang sok-sok an jadi abang lo!"

Xeno tertawa melihat wajah sebal Alden. Ternyata mengusili Alden sangat seru, pantas saja Rino dan Xaver senang melakukannya.

ALDEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang