Jam pelajaran tengah berlangsung. Di dalam sebuah ruang kelas terdengar suara riuh para murid berebut untuk menjawab pertanyaan kuis dadakan yang diberikan oleh guru yang mengajar.
Kelas 11 IPA 4 saat ini tengah belajar pelajaran fisika yang diajar langsung oleh wali kelas mereka, bu Savira. Tadi saat baru saja memasuki kelas Bu Savira dengan tegas mengatakan bahwa akan melakukan kuis dadakan untuk memperbaiki nilai ulangan mereka yang mana nilai ulangan satu kelas itu nyaris sama persis.
"Jadi siapa yang tahu jawabannya?" tanya Bu Savira saat selesai membacakan soal ke tujuh.
Para murid berlomba-lomba memikirkan jawaban yang tepat atas pertanyaan yang diberikan oleh Bu Savira. Terlebih para murid ambis yang benar-benar ingin menyelamatkan nilai mereka.
"Bu..." Nara mengangkat tangannya membuat seluruh perhatian sekelas teralih padanya.
"Eh buset, Ra, santai ngapa," ujar Rino memandang tak percaya ke arah Nara yang begitu cepat menemukan jawaban. Padahal soal yang diberikan oleh Bu Savira lumayan sulit dan sedikit menjebak.
"Tau nih, jangan diborong semua, Ra," omel Xaver saat mengingat Nara telah menjawab lima dari tujuh pertanyaan yang telah diberikan sejauh ini.
"Makanya, Xaver, otak kamu itu rajin-rajin diasah biar tajam seperti otak Nara, jadi bisa dengan cepat menjawab pertanyaan," ucap Bu Savira.
"Pisau kali ah," rungut Xaver sembari mencoret kertasnya. Rasanya frustasi sekali saat ia sedari tadi tidak menemukan jawabannya.
"Kalau begitu, Nara, silahkan apa jawaban kamu," kata Bu Savira.
Nara tersenyum kikuk sambil sesekali memperbaiki letak kacamata yang sebenarnya tak berubah sama sekali. "Sebenarnya Nara bukan mau jawab, Bu, tapi Nara mau izin ke toilet," jawab Nara polos.
Hal itu sontak membuat teman-teman sekelasnya bersorak, "hampir aja gue benci sama lo karna lo borong semua pertanyaan kuisnya, Ra!" teriak Xaver yang paling kencang.
Bu Savira menggeleng, "kamu ini ada-ada saja. Ya sudah kalau begitu kamu silahkan ke toilet," ucapnya.
Nara mengangguk sambil berdiri dari duduknya lantas melangkah ke luar kelas menuju toilet.
Alden yang sedari tadi memperhatikan Nara memukul keras bahu Xevan di sebelahnya. "Gemes banget!" ucapnya.
Xevan menatap kesal ke arah Alden. "Ngeri gue sama lo," katanya bergidik ngeri.
***
Nara melangkahkan kakinya menuju toilet yang berada lumayan jauh dari kelasnya. Koridor terlihat sepi karna memang saat ini jam pelajaran tengah berlangsung.
Nara berbelok ke kiri memasuki toilet khusus murid perempuan. Ia melewati beberapa senior yang tengah memperbaiki penampilan mereka di depan kaca toilet.
"Permisi, kak," Nara berucap sopan saat melewati ketiga gadis kelas 12 itu. Ketiganya memperhatikan Nara yang lewat persis di depan mereka sampai gadis itu masuk ke dalam toilet.
"Itu anak baru yang kemaren dicium Alden ga sih?" salah satu diantara mereka bertanya memastikan.
"Maksud lo?" tanya temannya, bisa dibilang gadis itu ketua geng diantara ketiganya.
"Ya ampun, Rubi, masa lo ga tau sih? Beritanya itu udah rame sejak beberapa hari lalu," Gina berucap sambil sesekali merapikan anak rambutnya.
"Alden nyium anak itu? Yang barusan lewat?" tanya Rubi memastikan.
"Iya," jawab Gina enteng. "Seriusan lo ga tau?" lanjutnya bertanya.
Rubi menggeleng sambil menatap bingung kedua temannya.
"Ini deh lo liat ini," Bhinsa mengeluarkan ponselnya lantas memperlihatkan sebuah video dimana Alden mencium Nara di koridor kelas sebelas.
Wajah Rubi berubah marah. Berani sekali anak baru itu mendekati Alden saat ia mati-matian berusaha mendapatkan hati laki-laki itu.
"Lo dapet video itu darimana?" tanyanya tak suka.
"Adek gue, ini pas banget di depan kelas dia," jawab Bhinsa sambil menyimpan kembali ponselnya.
Pintu toilet terbuka, Nara keluar sambil sesekali memperbaiki roknya. Nara tersenyum kikuk kepada Rubi dan teman-temannya lantas melangkah keluar dari sana. Baru beberapa langkah, Rubi menarik tangan Nara membuat gadis itu hampir saja menabrak tembok.
"Maaf, kak, ada apa ya?" tanya Nara.
"Lo ada hubungan apa sama Alden?!" tanya Rubi to the point.
Nara mengerutkan alisnya, "hubungan? Nara cuma teman sekelas Alden, kak," jawab Nara jujur.
"Yakin lo cuma temen?"
Nara mengangguk sebagai jawaban.
Rubi mengarahkan tangannya kepada Bhinsa. "Apaan?" tanya Bhinsa bingung.
Rubi berdecak kesal. "Handphone lo siniin!"
Bhinsa membulatkan mulutnya membentuk huruf O lantas memberikan ponselnya kepada Rubi. Rubi menerima ponsel tersebut, namun detik berikutnya ia mendengus kesal. "Video tadi mana, Bhinsa?!" ucapnya kesal.
"Yaelah bilang dong," Bhinsa kembali mengambil ponselnya lantas mencari video yang dikirimkan oleh adiknya itu. Setelahnya ia kembali memberikan ponsel itu kepada Rubi.
"Kalau lo cuma temen, terus ini apa?" Rubi memperlihatkan video tersebut kepada Nara.
Nara menggeleng, "Nara gak tau, kak. Alden tiba-tiba cium Nara waktu itu," jawabnya polos.
"Gak mungkin Alden tiba-tiba cium lo gitu aja. Lo itu ga cantik!"
"Tapi Nara beneran ga tau, kak. Nara sama Alden gak ada hubungan apa-apa."
"Lo inget ya, cupu, Alden itu punya gue! Ga ada satupun cewek yang bisa milikin Alden kecuali gue, apalagi lo! Alden ga mungkin suka sama cewek culun modelan lo. Jadi mulai sekarang gue peringatin sama lo, jauhin Alden! Kalau sampai gue liat lo ganjen ke Alden, liat aja, gue bakal bikin lo ga betah sekolah di sini!" Rubi menatap Nara dengan tatapan tajamnya membuat Nara merasa takut. "Dan bukan cuma itu aja, gue bakal bikin hidup lo ga tenang! Ngerti?!" Rubi memukul wastafel di depan mereka membuat tubuh Nara bergetar karena takut.
Nara mengangguk, keringat mengucur deras di seluruh tubuhnya. Ini lebih seram dari semua film hantu yang pernah ia tonton.
"Bagus kalau lo ngerti, cabut lo!" Rubi mundur beberapa langkah memberi ruang agar Nara bisa segera pergi.
Nara mengangguk lantas dengan cepat ia melangkah keluar dari toilet tersebut dengan setengah berlari. Ia segera kembali ke kelas.
Saat sampai di depan kelas Nara mengatur nafasnya. Memastikan ia bersikap normal kemudian mengetuk pintu kelas.
"Masuk."
Setelah mendengar suara teman-teman sekelasnya Nara lantas membuka pintu. Bu Savira sekarang sudah selesai dengan kuisnya. Ia meminta seluruh kelas untuk menulis beberapa materi yang ada di papan tulis selagi ia mengakumulasikan nilai yang mereka dapat.
Nara melangkah memasuki kelas. Matanya tak sengaja bersitatap dengan Alden. Laki-laki itu tersenyum kepadanya, dengan cepat Nara mengalihkan pandangannya dan duduk di bangkunya, membelakangi Alden.
Alden mengerutkan alisnya, tumben sekali Nara tidak membalas senyumnya. Biasanya Nara pasti balik tersenyum kepadanya karna memang Nara anak yang baik dan sangat ramah kepada semua orang.
"Nara kenapa ya?" tanyanya kepada Xevan yang sibuk mencatat.
Xevan mengalihkan pandangannya ke arah Alden. "Kenapa apanya?" tanyanya.
"Masa senyum gue ga dibales," kata Alden memberitahu.
"Senyum lo pait sih," jawab Xevan seadanya, kemudian ia kembali fokus kepada catatannya.
"Sialan lo!" umpat Alden kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDEN [END]
Fiksi Remaja#1 in Lendra 03.03.2021 #2 in Xia 12.03.2021 #2 in Rino 05.09.2021 #1 in Xaver 07.06.2021 #1 in Xevan 07.06.2021 #1 in Xeno 07.06.2021 #1 in Xanthous 07.06.2021 #3 in mostwanted 21.08.2022 #1 in Alden 24.08.2023 Xeochiko Alden Behmana Siapa yang ta...