Kantuk masih juga menyerang Abian, namun suara-suara ribut di ruang tamu membuatnya harus rela membangunkan dan menyadarkan dirinya kalau hari sudah berganti.
Dilihatnya jam yang terletak apik di nakasnya, lalu setelah itu duduk dengan kepala yang tertunduk, rasanya masih abu-abu, menjadi kekasih Galaksi— lalu tiba-tiba berpisah lagi.
Semesta memang lucu, tapi tak apa. Toh artinya jalannya memang begini, mau bagaimana lagi. Suka tidak suka juga tetap harus ditelan mentah-mentah segala kenyataannya kan.
Ketika pikiran Abian masih sibuk berkelana, suara bunda yang memanggil di depan pintu kamarnya membuat Abian mau tak mau menghentikan aktivitasnya itu.
"Bi, buka pintunya nak." ucap bunda.
"Tunggu bunda, Abian cuci muka dulu."
Untuk beberapa menit Abian membasuh wajahnya dan menyikat giginya, kemudian setelah selesai barulah ia berjalan ke arah pintu kamarnya untuk membiarkan bunda masuk.
"Ada apa bun? Abian udah bangun kok gak perlu bunda bangunin juga Abian— "
"Galaksi datang."
"Bunda... Bilang apa barusan?" Abian sudah macam orang tuli, tapi jujur Abian takut jika ia salah dengar.
Bunda menghela nafas lelah, lantas menatap putra satu-satunya itu dengan lekat, kemudian memegang pundak Abian dengan sedikit cengkraman.
"Temui Galaksi lagi, dia di halaman rumah sedang duduk. Bilang sama Galaksi..."
"Bilang apa bun?"
"Jangan rebut Abian dari tuhan nya Abian, bunda nanti terluka lebih dari siapapun." kata bunda lirih.
"Bunda..." Abian memanggil sang bunda dengan nada yang teramat sedih.
"Abian punya Allah, Galaksi punya Tuhan. Sudah ya, jangan lagi ini jadi sumber perdebatan kita nak. Hari ini kamu menikah, temui lagi Galaksi, katakan dengan jelas yang tadi bunda bilang." tutur bunda.
Abian hampir menangis lagi, hatinya kembali sakit ketika tau Galaksi tak menyerah untuknya padahal sikap Abian padanya sudah cukup acuh.
Cengkraman dipundak Abian bunda lepaskan, kedua netra bunda masih menatap harap pada Abian agar anaknya itu tak merubah pikirannya untuk menikah hari ini.
Sebelum kakinya melangkah meninggalkan kamar anaknya, bunda sempat kembali mengatakan sesuatu pada Abian.
"Kalau kamu berubah pikiran nanti, bunda mungkin bakal pergi."
Lalu, Abian terdiam cukup lama sebab kata-kata semacam itu adalah ketakutan terbesar Abian selama hidupnya, ditinggalkan bunda? Tidak, Abian tidak menyukai hal semacam itu.
—
"Masih subuh, rasanya gak baik kalau bertamu jam segini ke rumah orang." ujar Abian sarkas.
Setengah mati Abian menahan diri untuk tidak langsung menubrukan tubuhnya ke tubuh Galaksi dan menangis disana sambil mengatakan segala macam jenis kesakitan hatinya, tapi Abian ingat ini bukan saatnya untuk hal-hal itu, Abian cukup tau diri.
Sedangkan Galaksi yang mendengar ucapan sarkas Abian hanya berusaha tetap mempertahankan senyumnya, hatinya mungkin kecewa dan terluka, tapi jika Abian yang ada dihadapannya, rasanya perasaan itu semua langsung hilang luluh lantak.
"Duduk dulu, Abian." ucap Galaksi lembut.
Demi Tuhan, Abian rindu suara lembut ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐮𝐞 𝐍𝐞𝐢𝐠𝐡𝐛𝐨𝐮𝐫𝐡𝐨𝐨𝐝 [CHANBAEK END] ✅
Fanfiction-̲ Isi nya cuma perjuangan yang enggak ada hentinya. ----- BXB ⚠️ LOKAL ⚠️