Malam di bulan Oktober tahun 2021 terasa lebih indah, walaupun cuma duduk di kursi kayu yang kelihatan nya sudah reyot, tapi syukurlah masih terasa nyaman.
Seluruh kota gelap, pencahayaan nya hilang dalam sekejap setelah diberitahukan katanya ada pemadaman listrik sekitar dua jam lamanya.
Bagi Abian dan Galaksi mati lampu bukanlah sesuatu hal yang mesti dicemaskan. Keduanya sudah punya banyak persolan yang lebih butuh atensi mereka.
Keduanya hampir tenggelam dalam lautan kesepian, hati terus berdebar dalam kebisuan takdir yang sempat merenggut kebahagiaannya. Tapi Tuhan enggak pernah tutup mata, ia pertemukan kembali dua manusia yang mengaku saling cinta itu.
"Abian, kamu ingin nya makan sekarang atau nanti?" Tanya Galaksi, menghancurkan dinding kebisuan diantara keduanya.
Abian menoleh ke sampingnya, ia tatap wajah tegas milik Galaksi, diberi nya senyuman tulus dan lembut mengalahkan sutra.
"Bersama kamu, saya makan atau enggak juga gak papa." Balas Abian.
Galaksi tersenyum dibuatnya, hatinya melemah hanya karena sebuah kalimat dari Abian saja. Benar kata papa kalau orang yang pernah patah hati kemudian bertemu dengan si pematah, maka lukanya bisa segera pulih, hilang begitu saja.
"Sudah lama nggak bertemu, ucapan kamu jadi sering buat saya malu." Kata Galaksi.
"Saya enggak bisa bohong sama perasaan, jadi ucapannya gak bisa di kontrol, maaf."
Galaksi menggeleng cepat, ia genggam erat tangan mungil kepunyaan Abian yang halusnya masih sama; seperti kulit bayi.
"Untuk apa minta maaf?" Tanya Galaksi.
Abian mengulum bibirnya sebelum menjawab dengan malu-malu, "Karena enggak bisa kontrol ucapan, saya cuma takut kalau kamu jadi risih." Ujarnya.
"Saya mana mungkin risih sama ucapan kamu Bi."
Senyum cerah diwajah keduanya nggak bisa luntur begitu saja, mereka ingin bersyukur karena sudah diberi waktu untuk kembali berdua, berbicara mengenai semuanya.
"Selama tiga tahun ini, bahagia saya tetap kamu yang bawa. Jadi, kamu bahagia kan?" Galaksi tanya dengan nada teramat pilu.
Merasa nggak dapat juga jawaban dari si kecil, Galaksi kembali melontarkan pertanyaan.
"Kamu kenapa Bi?" Tanyanya.
Bibir plum Abian mengulum senyum penuh dukanya, tapi Galaksi enggak ngerti arti senyumnya.
"Saya baik-baik saja, mana mungkin saya berani sedih sedangkan kebahagiaan kamu kan saya yang bawa."
"Saya kasih bahagia saya ke kamu bukan untuk nambah beban mu Bi, kalau gak sanggup angkat titipan rasa saya, kamu bisa lepaskan." Kata Galaksi.
Abian menggeleng lemah, "Saya beneran enggak papa."
Galaksi diam nggak ingin balas ucapan Abian, sedang Abian memilih memandangi langit yang malam ini terlihat jauh lebih indah dari malam kelabu sebelumnya.
Hangat genggaman tangan Galaksi masih Abian rasakan, tautan tangan mereka semakin mengerat seiring waktu yang keduanya lewati.
"Kapan kamu kosong lagi?" Tanya pria Giordano itu.
"Mungkin Selasa Abian kosong, soalnya besok Senin mau urus surat yang kamu tandatangani." Balas Abian.
"Kalau gitu Selasa kita ketemu lagi ya,"
Abian terkekeh, menatap wajah Galaksi yang minta segera diberi jawaban pasti atas ajakannya.
"Mau apa memangnya kalau ketemu?" Tanya Abian.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐮𝐞 𝐍𝐞𝐢𝐠𝐡𝐛𝐨𝐮𝐫𝐡𝐨𝐨𝐝 [CHANBAEK END] ✅
Fanfiction-̲ Isi nya cuma perjuangan yang enggak ada hentinya. ----- BXB ⚠️ LOKAL ⚠️