Suara televisi berisik tanpa penonton, rumah sederhana itu sepi layaknya tak berpenghuni. Ketika tengah malam menyergap, pintu utama terbuka. Bola matanya sibuk melihat-lihat ke sekitar rumahnya.
"Abian." Suara lirih bercampur sedih itu menyuarakan nama putranya.
Bunda nggak dapat jawab dari putranya, mungkin sudah tidur. Lalu pelan-pelan bunda berjalan membawa dirinya yang letih sehabis bekerja menuju kamar tidurnya.
Ketika bunda lewat depan kamar tidur anak tunggalnya itu, bunda gak mungkin salah dengar. Putranya memanggil sebuah nama lama yang tak pernah ia indahkan kehadirannya.
Bunda jelas ingin bertanya, karena itu diketuknya pintu kamar putranya, agak lama sampai akhirnya Abian membuka pintu dengan senyuman sebagai sambutan.
"Bunda baru pulang? Mau Abian buatkan teh?" Tanya Abian.
Bunda menggelengkan kepalanya, menolak dengan gerakan sehalus mungkin. Perlahan bunda pegang tangan Abian. Abian tergugu.
"Maaf bertanya, bunda cuma ingin tau. Tadi Abian sedang mengucapkan salam untuk siapa?" Tanyanya.
Abian kasih senyum manisnya, "Teman kantor, kenapa bun?"
"Ditengah malam menelfon?"
"Ada urusan, bukan apa-apa." Bohong, tapi mohon Abian diberi maaf ya bunda, kali ini saja ia nggak ingin jujur.
Bunda nggak bisa berbicara lebih banyak lagi, kalau putranya bilang begitu, ya sudah. Bunda menyerah, malas berdebat.
"Bunda tau Abian anak yang bisa dibanggakan. Tolong jangan kasih bunda kecewa lagi ya, nanti bunda hilang." Kata bunda lirih, sembari melangkah pergi ke kamarnya.
Sedang Abian yang berdiri di depan pintu kamarnya berusaha tabah, bunda nggak boleh begitu.
"Jangan hilang bunda, nanti Abian juga hilang." Gumam Abian.
Malam bukan cuma perubahan warna di langit, tapi juga perubahan di hati Abian. Abian cuma benci sama jalan hidupnya, takdirnya. Apa gak bisa kasih Abian bahagia?
"Sakura belum juga pulang, Bi?" Suara bunda kembali menyeruak bertanya.
"Belum, Sakura sibuk katanya. Ada acara di kampusnya minggu depan." Jawab Abian.
Suara helaan nafas bunda terdengar keras, "Jangan biasakan pulang larut, dia sudah bukan gadis lagi, bilang gitu sama Sakura, Abian."
"Enggak apa-apa bun, Sakura masih muda. Kasihan kalau dipaksakan." Balas Abian.
"Bunda nikahkan kamu sama sakura supaya kamu bisa senang, bukan begini."
Abian menganggukan kepala, membenarkan ucapan bunda.
"Abian bahagia, bunda gak perlu cemas. Tidur ya bun, sudah malam."
Setelah itu Abian pamit dari pandangan mata bunda, masuk ke kamar kemudian kembali melihat ponselnya yang rupanya panggilan telepon sudah terputus.
"Galaksi... Apa kabarnya?" Abian tanya sama dirinya sendiri, tapi jawabannya gak didapat, jadi malam itu Abian cuma ditemani tangisan pilunya sampai subuh menyerang.
Tangisan teramat pilu, kasihan Abian.
—
Di depan mobilnya putra pertama Giordano sudah memasang wajah masamnya, Ya Tuhan. Baru juga hari pertama ingin kembali bekerja, sudah ada saja persoalan yang datang.
"Gal, putra kesayangan papa. Maaf ya nak, hehe." Kata papa.
Demi Tuhan, dulu di kehidupan sebelum ini, Galaksi pernah melakukan kesalahan apa ya? Hidupnya gak pernah benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐮𝐞 𝐍𝐞𝐢𝐠𝐡𝐛𝐨𝐮𝐫𝐡𝐨𝐨𝐝 [CHANBAEK END] ✅
Fanfic-̲ Isi nya cuma perjuangan yang enggak ada hentinya. ----- BXB ⚠️ LOKAL ⚠️