Terhitung pukul 1 siang Abian sampai di rumah nya, ketika pria mungil itu masuk ke dalam rumah sederhananya, ia hanya dapat mendengar suara-suara kesepian, rumahnya kosong.
Abian bertanya-tanya pada dirinya sendiri, kemana bundanya pada saat jam 1 siang begini? Biasanya bunda tidak akan pergi disaat-saat jam seperti ini.
"Telpon aja kali ya, mungkin bunda pergi ke minimarket." ucap Abian pada dirinya sendiri.
Merogoh saku celananya kemudian mendial nomor yang biasanya, sambil menunggu panggilan terhubung, Abian memilih untuk duduk bersantai di sofanya.
Ketika panggilan nya terhubung pada sang bunda, senyum Abian merekah.
"Bunda..." panggilnya lembut.
"Abian...nak, sudah pulang?" suara bertanya bunda dari sebrang telfon.
"Barusan bun, sekarang bunda dimana?"
"Di rumah calon istri kamu ini nak, bentar lagi ya bunda pulang, lagi mempersiapkan hal penting."
"Oh gitu ya bun, ya udah nanti pas pulang hati-hati."
"Iya Bian, bunda matikan ya. Assalamualikum."
"Waalaikumsalam."
Lalu, panggilan keduanya terputus. Meninggalkan beribu pertanyaan di pikiran Abian yang tengah duduk di sofa itu, apa sekiranya yang bunda persiapkan di rumah Sakura, apa ini tentang tunangan nya yang akan dipercepat?
"Ya ampun gimana ini ya, harus jujur sama bunda kalo gini ceritanya." gumam pria itu.
—
"Assalamualikum."
"Waalaikumsalam... Bunda."
Abian berlari kehadapan bunda nya, lalu memeluk wanita superhero nya yang amat ia sayangi dengan erat, sebelum akhirnya pelukan kasih itu harus terlepas karena bunda yang memberikan protes sesak.
Abian tersenyum, "Lama banget, Abian nunggu daritadi."
"Maaf ya dek, tadi persiapan penting banget dan mendadak juga... Fuhh, bunda capek banget ngatur ini itu nya." tutur bunda.
Dahi Abian mengerenyit bertanya, namun urung, ia malah menggenggam tangan bunda dan membawa bunda nya itu menuju sofa duduk disana bersebelahan dengan suasana sunyi yang tak terelakan.
"Bunda minta maaf." ujar bunda dengan suara lirih.
Abian menatap bunda nya, "Untuk apa?"
"Besok kamu menikah." ujar bunda.
Bola mata Abian seketika melebar hebat, jantungnya bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya, amarahnya tertahan untuk tak memaki sang bunda, walau begitu Abian tetap seperti biasanya, memaksakan diri untuk bertanya dengan tenang.
"Padahal Abian mau ngomong sesuatu sama bunda." ujar pria kecil itu.
Bunda mengangguk seolah paham apa yang akan anak lelaki satu-satunya ini katakan.
"Cukup dek, bunda sudah tau kemana arah pembicaraan adek nantinya. Tolong ya dek, hargai bunda." ucap bunda.
Abian mengekeh kecil, lalu menengadahkan kepalanya agar air matanya tak luruh begitu saja didepan bundanya, itu tak akan terlihat baik dimata bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐮𝐞 𝐍𝐞𝐢𝐠𝐡𝐛𝐨𝐮𝐫𝐡𝐨𝐨𝐝 [CHANBAEK END] ✅
Fanfiction-̲ Isi nya cuma perjuangan yang enggak ada hentinya. ----- BXB ⚠️ LOKAL ⚠️