E m p a t b e l a s

734 137 7
                                    

"Galaksi pergi dulu, bye ma."

Pria tinggi itu pergi dengan membawa segala bentuk kebahagiaan nya, ia sudah tak tahan ingin membagi perasaan ini pada sosok yang amat ia cintai itu, Abian Tarrano.

Menyetir dengan senyuman yang tak hilang dari bibir miliknya, Galaksi saat ini sedang merasa menjadi seseorang yang amat bahagia, mungkin paling bahagia.

Direstui oleh mama dan papa nya, bahkan adiknya. Jelas Galaksi tak bisa untuk mengelak kalau ia terkejut, namun karena Abian ia jadi tidak terkejut sebab rasa cintanya lebih dari itu semua.

Ketika membuka pintu mobilnya dan menapakan kakinya di taman yang biasa digunakan untuk berkencan santai, senyum Galaksi semakin bersinar.

"Gak sabar ketemu Abian." gumamnya.

Matanya melirik kesana-kemari mencari sosok mungil yang mengisi penuh hatinya, lalu tepat di kursi taman dengan berhias gambar angsa disana, Galaksi menemukan Abian sedang duduk sembari tersenyum hangat kearah nya.

Dengan langkah cepat Galaksi menuju Abian, setelah sampai ia langsung memeluk tubuh yang lebih kecil itu dengan erat.

"Kangen tau Bi." ucap Galaksi dengan memakai nada manjanya.

Abian mengekeh sambil menepuk punggung Galaksi, ada air mata yang tengah ia tahan lagi.

"Baru beberapa jam gak ketemu." jawab Abian.

"Kamu terlalu gemes sih jadinya mas cepet kangen."

"Dasar mas!"

Setelah tertawa renyah, Galaksi melepaskan pelukan keduanya dan memilih duduk di kursi, keduanya saling memandang dengan tatapan memuja satu sama lain.

"Cantik." ujar Galaksi.

"Apa mas?"

Galaksi mengarahkan tangannya untuk menyentuh pipi gembil milik Abian, diusapnya dengan kasih sayang hingga mampu membuat Abian terpejam sebentar karena perlakuannya.

"Kamu cantik, Abian." ucap Galaksi mengulang yang tadi.

Abian tersipu atas pujian itu, ia menundukkan kepalanya karena malu. Untuk beberapa saat Abian lupa jika tujuan nya bertemu Galaksi untuk hal lain.

Sampai akhirnya, telfon milik Abian berbunyi, segeralah Abian mengangkat panggilan itu dan menjauh beberapa langkah dari Galaksi setelah meminta izin pria itu.

"Ya bun, ada apa?" tanya Abian pada orang disebrang telfon sana.

"Sudah bertemu Galaksi nya nak?"

"Sudah, tinggal bicara aja kok bun. Nanti ya, Abian masih nyari waktu yang tepat." ujar Abian.

"Oh, yaudah tapi jangan lama-lama ya Bi. Katanya Sakura mau ke rumah jam 9, bentar lagi loh ini. Jangan terlalu deket sama Galaksi ya."

"Pelukan gak papa bun?"

"Boleh, pelukan terakhir juga kan."

"Iya, kalo gitu Abian matiin ya bun. Assalamualikum."

"Waalaikumsalam, Bi."

Sambungan nya terputus, meninggalkan keterdiaman Abian disana, bingung bagaimana harus kembali bertindak, rasa bersalah mulai memasuki dirinya.

Abian berusaha mendoktrin pikiran positif untuk dirinya, benar. Abian harus tegas saat ini, tidak bisa mengandalkan Abian yang hobi menangis.

Karena kesungguhan itu, Abian memberanikan dirinya berjalan mendekat pada Galaksi, lalu berdiri didepan pria yang menjabat sebagai bosnya itu.

"Bian besok menikah, kita putus." ujar Abian kemudian berbalik dengan cepat.

Untuk beberapa detik Galaksi masih mencerna ucapan Abian tadi, ketika ia sadar, ia langsung mengejar Abian dan menahan pergelangan tangannya.

"TUNGGU ABIAN!" bentaknya.

Kontan langkah Abian berhenti ditempat, tapi sungguh pria kecil itu tak berniat berbalik untuk menatap Galaksi yang tengah murka.

"JELASIN!" bentak Galaksi lagi.

"Gak ada yang perlu dijelasin, dari awal Abian bilang kalau kita memang gak punya kesempatan untuk bersama." tutur Abian.

Terlihat Galaksi mengacak surai hitamnya dengan frustasi, demi tuhan ini bukan keinginan nya!

"Dengar Bi, mama dan papa bahkan adik mas sudah setuju untuk menerima kamu jadi bagian keluarga kami. Kamu kenapa?" tanya Galaksi.

"Bunda gak bahagia kalau Abian memilih sama mas." jawab Abian lirih.

"Mas tanya lagi, kamu bahagia sama Sakura? Enggak kan!" tuding Galaksi tak terima.

Abian mengekeh, "Gak papa, asalkan bunda bahagia."

Galaksi geram, marah, benci dengan situasi ketika dirinya harus memaki orang didepan nya ini, sungguh Galaksi cinta pada Abian, sulit untuk marah pada pria mungil itu.

"Saya tanya nya, kamu yang bahagia bukan bunda kamu." sarkas Galaksi.

"Kita yang salah mas."

"Mana ada cinta yang salah! Bi, saya tau semesta lagi gak berpihak sama kita, saya tau itu, tapi saya gak bisa berbuat lebih banyak Bi. Ngertiin saya." jelas Galaksi.

"Iya mas." hanya jawaban singkat ini yang Abian berikan.

Dengan gerakan cepat Galaksi membalikan tubuh Abian agar mereka saling bersitatap, ketika sudah dalam posisi itu, Galaksi memegang pundak Abian erat.

"Sekalipun masalah berat nimpa kamu, kamu tetap gak bisa tinggalin mas dengan cara begini. Kamu bisa bicarain sama mas, mas bisa jadi rumah untuk kamu kembali, menerima kamu dengan kurang ataupun kelebihan kamu, dengan sedih kamu..."

Galaksi memeluk Abian erat dengan air mata yang sudah mengalir disela pipinya.

"Jangan tinggalin mas." ucap Galaksi lagi.

Abian terisak pelan, ia tau jika respon seperti ini yang akan ia dapatkan dari seorang Galaksi, apa rasanya sama sakitnya seperti Abian saat ini?

"Kita saling melepaskan dengan ikhlas ya mas, sebab Dia paham betul perbedaan kita." ucap Abian.

Galaksi menggeleng kuat tanda penolakan, mana bisa ia berpisah dengan kesedihan yang semakin meluap-luap begini.

"Gak mau." jawab Galaksi.

"Mas...Tuhan nya Abian melarang hubungan seperti ini."

"Benar, Tuhan mas juga melarangnya. Tapi mas gak papa."

Abian mengelus punggung itu dengan lembut, berusaha membisikan sesuatu ketelinga pria yang lebih tinggi darinya.

"Jangan terlalu mencintai mas, gak baik." bisiknya.

"Kalau mencintai kamu itu memang resiko nya mas, sekarang posisi mas cuma mencoba bertahan dan berani, kamu ragu sama mas kan."

"Gak sama sekali." balas Abian menggeleng lemah.

Keduanya membisu untuk beberapa menit sampai akhirnya suasana itu harus terganti dengan Abian yang kembali mengangkat telfon dari bundanya.

Galaksi tak bisa berbuat banyak sebab Abian memilih menjauh darinya saat menerima telfon itu.

Selang beberapa menit Abian kembali dengan raut yang semakin berantakan, terlihat jelas.

"Abian harus pergi, anggap kita gak pernah saling berpelukan, cukup jadi sekertaris dan direktur. Maaf mas, selamat malam." ujar Abian kemudian berbalik hendak melangkah.

"Abian Tarrano." galaksi memanggil nama lengkap Abian untuk pertama kalinya membuat pria mungil itu tersentak.

"Jangan panggil saya begitu." kata Abian tanpa berbalik.

Galaksi mengeram kesal, "Bicara soal takdir, saya yakin Tuhan memilihkan saya menjadi takdir kamu untuk saat ini dan itu gak bakal pernah bisa tergantikan."

"Terserah."

To be continued.

𝐁𝐥𝐮𝐞 𝐍𝐞𝐢𝐠𝐡𝐛𝐨𝐮𝐫𝐡𝐨𝐨𝐝 [CHANBAEK END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang