Hari ke— 1.095, ditahun ke—3. Galaksi masih genggam rasa pedih yang menjadi-jadi, seperti mimpi yang tak kunjung juga ada akhirnya, ia terbelenggu terlalu jauh sebab bayang-bayang wajah kebahagiaan pria itu terus berputar di otaknya setiap malam.
Sudah tahun ke—3 dan Giordano Bantara Galaksi baru berani kembali ke bumi Pertiwi ini, ketika kakinya menapak tanah yang dulu sangat ia puja, luka nya kembali terbuka.
Tidak ada perbedaan yang terlampau jauh, bumi yang ia dulu junjung tinggi ini masih terlalu banyak asap, kemacetan dan hal lain yang tentu tak galaksi sukai.
Memang benar, dari segala macam hal yang ia sukai di dunia, memang cuma satu yang sanggup membuat Galaksi bertekuk lutut seperti budak semesta, siapa lagi kalau bukan pria itu.
Matanya masih memandangi bagaimana padat jalanan, diam-diam ia memeriksa rutin telepon genggam miliknya, sebuah nama yang berhasil mencuri dunia nya; Apa kabar?
"Hati saya masih patah sekali. Kalau bukan demi kamu, mana sudi saya melawan dunia yang fana ini." Ujar nya berbisik.
Suara-suara yang ikut membalas ucapan itu terdengar, "Bukan demi dia mas, anggap saja demi mas juga. Bahagia nya mas juga penting, tapi kalau bisa bahagia bersama kayaknya bakal lebih hebat." Katanya pak supir taksi.
Ah, Galaksi jadi ingat supir taksi tiga tahun lalu juga begini, apa sekarang supir taksi memang pandai merangkai kata-kata layaknya mereka adalah seorang penulis sejati?
"Hebat cuma buat orang-orang yang sanggup sama cemoohan masyarakat pak, saya enggak bisa. Yang patah karena aksi saya bukan hanya saya soalnya, ada banyak. Saya belum berani angkat beban sakit hatinya keluarga juga bunda nya dia." Jawab Galaksi, tertawa sendiri.
Suara pembalasan ucapan dari sang supir taksi berhenti, mungkin beliau melupakan ucapan balasan Galaksi, lebih memilih fokus kepada jalanan yang tak kunjung lenggang.
Sedang Galaksi juga mengikuti jejak supir taksi, melihat jalanan yang ia yakini sudah menuju alamatnya, pada akhirnya ia kembali ke rumahnya lagi, menanam luka pada mama dan papa.
"Pak, berhenti di depan pagar putih itu ya." ucap Galaksi menunjuk pagar putih yang terlihat dari depan komplek perumahannya.
Supir taksi mengangguk saja, sambil bersenandung kecil tak lama mereka sampai di depan pagar putih itu, mobil di berhentikan untuk menurunkan koper, galaksi diam memperhatikan rumahnya, sampai pak supir taksi datang di hadapannya membawa dua koper besar.
Dalam diamnya Galaksi rogoh kantung jas nya, mengambil beberapa uang seratusan lalu memberi dengan pak supir taksi.
"Kembaliannya mas." Supir taksi menghentikan langkah Galaksi.
Pria tegap itu memberikan atensinya kembali pada sang supir taksi lagi, mengulas senyum yang sedikit kaku sebab lelah sekali.
"Buat bapak aja, karena sudah mau dengar keluh kesahnya saya." Kata Galaksi.
"Berjuang memang enggak mudah mas, enggak ada yang yang mudah dalam hubungan begitu, mas gak salah. Yang salah cuma semesta yang gak mau kasih tempat untuk kalian berdua— "
"Kalau mas butuh tempat mengadu selain Tuhan, bisa hubungi saya. Itu nomornya sudah saya tempel di koper, saya pamit mas."
Dan begitu, pada akhirnya Galaksi berhasil dapat seorang pendengar, bukan sekedar pendengar, bahkan lebih. Benar rupanya, supir taksi sekarang memang banyak beralih profesi menjadi penulis sejati.
—
Hal pertama yang Galaksi lihat dengan kedua bola mata nya ketika menapakan kakinya di rumah itu adalah senyum hangat dari mama dan papa. Adiknya? Anak itu pasti pergi kuliah dan lupa jalan pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐮𝐞 𝐍𝐞𝐢𝐠𝐡𝐛𝐨𝐮𝐫𝐡𝐨𝐨𝐝 [CHANBAEK END] ✅
Fanfic-̲ Isi nya cuma perjuangan yang enggak ada hentinya. ----- BXB ⚠️ LOKAL ⚠️