Tiga tahun lalu, Abian memang benar menikah bersama wanita pilihan bunda, yang katanya sesuai sama aturan dan norma. Memang begitu ya? Demi menyesuaikan aturan dan juga norma, memangnya boleh mengorbankan bahagia?
Tiga tahun lalu, Galaksi memilih acuh lalu pergi tinggalkan tanah air. Katanya biarlah semua dukanya dia yang tanggung. Sekali lagi, memangnya begitu ya? Mencintai memangnya harus juga bersiap untuk menanggung duka?
Entahlah, cuma keduanya yang rasa.
-
Sejak dulu rasanya enggak pernah ada seorangpun yang ceritakan sama Galaksi ataupun Abian, bahwa kembali bertemu setelah lama berpisah akan membuat perasaan sebahagia ini.Keduanya bersitatap, kali ini biarkan mereka berbicara, biar mereka ungkapkan apa yang ingin dikatakan setelah tahun-tahun pahit yang keduanya lewati.
"Kenapa kembali?" Abian lebih dulu tanya, cuma penasaran saja.
"Karena ingin berjuang." Jawab Galaksi.
Abian mengangguk, mengulum bibir miliknya dalam diam, nggak lama pria mungil itu lanjutkan ucapannya.
"Berjuang untuk atas nama siapa? Masih belum lelah?" Tanya Abian.
Galaksi tersenyum getir, "Lelahnya sudah, tapi malu kalau mau menyerah."
"Iya, atas nama siapa?"
"Kalau saya sebutkan, kamu mau apa?" Galaksi balik bertanya.
"Mau Abian doakan supaya bisa sampai pada perjuangan yang memang diperjuangkan. Jawab, atas nama siapa?"
Galaksi tak ingin bohong, ia tunjuk saja Abian dengan jari telunjuknya, lalu berujar yang kelewat santai.
"Atas nama Abian Tarrano, terimakasih doanya. Jangan lupa bantu ya, saya nggak yakin kalau sendirian."
Setelahnya selama hampir dua jam mereka di restoran itu, tak ada lagi yang menyahut, mendadak jadi bisu. Hati keduanya biarlah mereka yang hadapi masing-masing.
-
Selama tiga tahun Abian menyadari banyak hal yang menyenangkan, salah satu contohnya berjalan sendirian di pinggir jalan sambil merokok kini jadi hobi barunya. Padahal dulu Abian nggak bisa menghirup nikotin itu, tapi beban dan pelajaran hidupnya memberitahu, kalau rokok bisa jadi pelarian.
Hatinya masih bergetar layaknya remaja dini, ah malu sekali. Galaksi yang ucapkan ingin berjuang, entah kenapa hatinya merasa tenang.
Ia pandangi langit yang mulai gelap, mulutnya bergumam pelan.
"Bunda, kalau cintanya Bian ke Galaksi salah. Kali ini biarkan saja ya bun, biar Abian dan Galaksi yang urus. Maaf nantinya, mungkin Abian bakal kasih duka untuk bunda."
Abian enggak mau salahkan bunda, yang salah kan dunia yang nggak ingin kasih tempat untuk mereka. Bunda cuma mengikuti aturan yang ada, nggak mungkin bunda begitu tega pada putra Tarrano nya.
Suasana asik Abian yang bicara dengan udara dingin terganggu karena sebuah panggilan di ponselnya, ketika di cek rupanya sang istri yang memanggil, mau tak mau tentu harus Abian angkat.
"Assalamualaikum, Sakura. Ada apa?"
"Kamu dimana Abian? Kenapa masih belum pulang! Sakura sudah tanya papa, katanya karyawan sudah pulang semua termasuk kamu. Dimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐮𝐞 𝐍𝐞𝐢𝐠𝐡𝐛𝐨𝐮𝐫𝐡𝐨𝐨𝐝 [CHANBAEK END] ✅
Fanfiction-̲ Isi nya cuma perjuangan yang enggak ada hentinya. ----- BXB ⚠️ LOKAL ⚠️