"Mas Bi, dipanggil sama pak bos tuh. Katanya berkas yang ditandatangani sama direktur Gior kok belum diserahin sama mbak Gina."
Abian, pria manis yang tangannya masih sibuk berselancar dengan penuh semangat itu memilih berhenti. Ia mengangguk paham atas ucapan teman nya itu, lalu pria manis itu berdiri, hendak pergi ke ruangan bos nya.
—
Abian berdiri dengan sopan didepan pak bos nya, pria yang jabatan nya lebih tinggi dari Abian itu masih membaca berkas yang baru saja diberikan.
"Apa katanya?" Tanya bos nya.
"Ah, enggak ada pak. Ya cuma kata seperti biasa aja, semoga bisa bekerja sama dengan baik. Begitu katanya," ucap Abian.
Bos nya itu mengangguk, ia tutup berkasnya sambil berdiri dari duduknya.
"Kalau begitu biar saya suruh Gina jadwalkan untuk makan siang dengan direktur Giordano, kamu ikut sama saya untuk jadwal itu ya." Ujar bosnya.
Abian mengangguk, "Baik pak, ada perlu lagi enggak pak? Kalau tidak saya mau kembali ke meja saya, ada kerjaan."
"Tidak ada lagi, tapi saya mau bertanya karena penasaran saja. Ini rumor saya dengar dari anak-anak departemen pemasaran."
"Rumor apa ya pak?"
"Itu... Kamu dulu pernah jadi sekertaris pak Giordano?"
Abian anggukan kepalanya membenarkan, "Iya pernah pak."
"Kamu pernah berpacaran dengan beliau juga?"
Pria mungil itu maunya diam saja, nggak ingin balas pertanyaan yang dilontarkan si bos. Tapi keadaannya bukan se-simple itu, sebab bos yang tak kunjung dapat jawaban kembali bertanya lagi.
"Kamu pernah berpacaran dengan pak Giordano?" Tanyanya.
Wajah Abian sudah memerah, menahan rasa malu yang bergejolak ketika kenyataan menimpanya. Ia nggak ingin mengaku, tapi kata hatinya terus berteriak ribut ingin mengakui hubungan yang sempat terjalin.
Hatinya bilang; kenapa mesti takut perihal mengatakan hatinya sempat singgah di rumah yang ia inginkan?
Pelan sekali, pada akhirnya abian memilih menganggukan kepalanya, merasa kalau pengakuan yang ia perbuat bukan kesalahan.
"Pernah pak, ada apa memangnya?" Tanya Abian.
"Bagaimana rasanya?" Pak bos bertanya lagi.
Mata doe milik Abian menatap bos nya itu dengan ragu, tapi kemudian ia kembali menfokuskan dirinya atas pertanyaan yang dilontarkan.
"Rasanya luar biasa, senang sekali. Sampai saya lupa kalau semesta nggak memberi izin pada saya dan pak Giordano." Kata Abian lirih.
Bos nya itu menghela nafas lelahnya, ditepuk nya pundak sempit nan rapuh milik Abian, tersungging senyum lembut yang hampir sama seperti milik bunda.
"Abian, sebagai lelaki kamu mesti punya pundak sekuat baja, hati kamu mesti setenang air yang tak beriak."
"Sudah saya lakukan pak, nyatanya sulit sekali. Saya nggak tau harus bagaimana cara menghadapinya." Ujar Abian.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐥𝐮𝐞 𝐍𝐞𝐢𝐠𝐡𝐛𝐨𝐮𝐫𝐡𝐨𝐨𝐝 [CHANBAEK END] ✅
Fanfiction-̲ Isi nya cuma perjuangan yang enggak ada hentinya. ----- BXB ⚠️ LOKAL ⚠️