Eonnie, Tetaplah Bersamaku

7.8K 551 7
                                    

Author POV

Ponselnya terus berdering namun Lisa sedang sibuk memberi pelajaran pada pria brengsek yang masih terduduk di lantai itu. Wajah kalutnya berangsur membaik seiring hilangnya kesadaran Lisa.

Ponsel yang tergeletak diatas meja itu terus berdering namun sang tuan sedang mencoba mempertahankan posisinya sambil memijat dahinya. Kepalanya sakit sementara kakinya mulai melemah.

"Aisshh." Gumamnya Lisa yang kini terduduk di salah satu kursi bar.

"Kyyaaa apa yang terjadi bodoh." Yuri, teman Lisa yang sedari tadi bergabung di meja yang sama dengannya mulai panik dengan keadaan temannya itu.

Satu persatu pengunjung bar yang semula menonton kembali ke mejanya. Sementara Lisa dan teman-temannya mulai bisa bernapas lega.

Lisa mulai tak sanggup emnahan berat kepalanya sendiri. Itu mengapa kepalanya jatuh di atas meja dengan perlahan.

Teman-temannya cukup panik dengan kondisi yang ada karena memang, ini kali pertama Lisa mengkonsumsi Soju. Ia terus menolak setiap kali diminta mengkonsumsi Soju dengan alasan yang beragam.

Masih dengan kepanikan yang semakin menjadi-jadi, Jae menyambar ponsel Lisa yang sedari tadi bergetar. Sebuah panggilan dengan nama "Jisoo Eonnie" di layar ponselnya.

Ibu jarinya hendak menerima panggilan tersebut, namun panggilan itu terputus lebih dulu.

"Apa password nya ?" Jae.

Tak seorang pun memberikan jawaban.

"Jinja anak ini." Gumam Jae putus asa.

"Sudah, bawa ia ke mobilku." Perintahnya yang kini merapihkan barangnya asal dan bersiap menuju mobilnya.

Berbarengan dengan itu, seorang perempuan bermantel muncul dari pintu masuk dengan napas yang memburu.

Itu Jisoo, Jisoo Eonnie yang dimaksud Lisa. Ia hadir bahkan ketika satu jam belum genap sejak pesannya terkirim.

"Kyaaa Lalisa !!!!" Suaranya yang seketika membuat Lisa menutup kedua telinganya.

Sontak teman-temannya terbelalak melihatnya. Bahkan ia seperti seseorang yang sedang berada diambang Kematian sebelumnya. Namun ia langsung menutup telinganya ketika Jisoo yang bersuara.

Jisoo POV

Aku sedang mengerjakan tugasku saat Lisa mengirim pesan. Tentu aku tidak bisa melanjutkan pekerjaanku setelahnya.

Aku bergegas mengambil mantel dan pergi tanpa persiapan. Bar yang dimaksudnya tidak jauh dari rumah. Itu mengapa aku tiba dalam hitungan menit setelah pesan itu kuterima. Aku tidak bisa membiarkannya mabuk dan membuat kekacauan seperti saat terakhir ia mabuk. Namun sepertinya aku cukup terlambat kali ini.

Beberapa orang berkerumun dan berbisik kearah sebuah meja yang ada di tengah ruangan. Meja itu tampak kacau dan berantakan. Kulihat Lisa yang menaruh kepalanya di atas meja sementara teman-temannya tampak frustasi.

Tentu aku membawanya pulang dnegan caraku. Salah satu temannya menawarkan tumpangan untukku dan Lisa. Namun kupikir berjalan kaki mampu meredakan mabuknya.

Ia berjalan dengan langkah yang tidak tentu. Kadang terhuyung ke kanan, terkadang menukik ke kiri. Aku hanya melangkah beberapa langkah dibelakangnya. Mengawasinya sambil sesekali menarik tubuhnya saat ia mendekati area-area yang cukup berbahaya.

"Eonnie aku ingin pup." Katanya yang kini memutar langkahnya kearahku.

Belum sempat aku menjawabnya, kedua tangan panjangnya lebih dulu membuka kancing jeans yang dipakainya.

"Kyaaa !!! Kyaaa !!!!" Teriakku mencoba menghentikannya.

Beruntung tanganku segera mengentikan pergerakan tangannya yang hampir meloloskan celananya itu dari pinggulnya. Jika tidak, mungkin anak ini benar-benar akan melakukannya di pinggir jalan.

.

.

.

Kami duduk di taman dekat rumah. Dari berbagai macam permainan yang ada, Lisa memilih duduk di tempat duduk besi berwarna. Arah pandangnya jatuh pada hamparan lampu kota yang terlihat indah dari atas sini. Cukup lama kami berdiam, sampai akhirnya ia mulai membuka suara.

"Eonnie."

Aku menoleh kearahnya meski ia tidak.

"Mengapa aku sangat menyedihkan ?" Katanya.

Ia menoleh kearahku yang masih memandangnya. "Bukankah begitu ?" Sambungnya.

Aku diam. Sejujurnya aku tidak bisa menatap mata Lisa dalam keadaan seperti ini. Lisa benar-benar tampak menyedihkan.

"Apa kita bisa pulang sekarang ? Kau bisa flu jika terus berdiam di tempat ini." Kucoba mengalihkan pembicaraan.

Kulihat ia mengalihkan pandangannya. Menunduk kemudian menatap binar lampu kota. Ia menghembuskan napas dalam tanda betapa sesak dadanya itu.

Aku bangkit, berdiri di hadapannya. Ia mendongak untuk menatapku. Kemudian memandangku lekat dengan mata itu. Mata yang beberapa tahun lalu kutemukan tak berdaya.

"Eonnie, tetaplah bersamaku." Ujarnya dengan penuh harap.


Vote ?

Comment ? 

Eonnie [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang