Aku Tidak Peduli

2.5K 256 0
                                    

Jennie POV

Semenjak hari itu, setiap langkahku seperti sebuah hal yang perlu dihindari. Tak seorang pun mau berada di dekatku atau bahkan berbicara denganku. Semua itu benar-benar membuatku hampir gila. Aku tidak pernah berada dalam posisi ini. Posisi dikucilkan dan tidak pernah terlihat.

Hari-hariku semakin berat karena Lisa masih juga mengabaikanku. Jisoo Eonnie belum rampung dengan pekerjaannya. Hanya Chaeng satu-satunya temanku berbicara saat ini. Chaeng selalu menemaniku di rumah karena memang hanya kami yang tersisa.

Lisa sudah menjadi bintang. Ia harus menghadiri beberapa acara TV dalam satu minggu. Hal itu membuatnya harus menetap di Seoul untuk beberapa hari. Aku merindukannya, melihatnya di TV tidak cukup meluruhkan rinduku. Aku ingin ia menatapku, menyenyeka pipiku dengan tangannya yang besar, serta berbicara padaku. Aku ingin meminjam pundaknya untukku menangis barang sejenak. Namun semua itu hanya ada dalam benakku.

I'm Jennie, I'm OK, batinku menenangkan diriku sendiri.

Aku menghela napas panjang setelah dosen meninggalkan ruangan. Aku tidak tahu apa yang disampaikannya sedari tadi, aku melamun. Namun aku sempat mendengar jika kami harus berkelompok untuk menyelesaikan tugas minggu ini.

Awalnya, aku berpikir untuk melakukannya seorang diri. Mengingat pasti tak seorang pun ingin berada dalam kelompok yang sama denganku. Namun membuat aransemen dalam hitungan minggu bukanlah hal yang mudah. Bahkan itu terdengar sangat sult untukku. Aku tidak akan pernah bisa melakukannya sendiri.

Aku hendak bangkit dari kursiku namun seorang perempuan duduk di sebelahku. Itu teman kelasku, aku tidak tahu namanya namun ia cukup aktif dalam pembelajaran.

Wajahnya sangat cantik, dengan tubuh yang dapat dibilang proposional serta aroma tubuh yang wangi, ia berbicara padaku. Oh God, mungkin ia orang pertama yang berbicara padaku setelah kejadian itu. Mungkin sudah sekitar dua minggu yang lalu.

"Mari bekerja bersama." Katanya.

Aku tidak banyak berekspresi. Tak seorang pun dapat kupercaya di tempat ini. "OK." kataku dingin.

"Aku Irene." katanya memperkenalkan diri.

Nama Irene tidak asing untukku. Mahasiswa tingkat akhir yang menjadi primadona kampus semenjak kedatangannya beberapa tahun yang lalu. Menolak untuk berkencan dengan alasan ingin fokus dengan kuliah. Wah semua informasi yang Chaeng berikan dapat kuingat dengan sangat baik.

"Kim Jennie." kataku, membalasya.

Kami berdiskusi tentang apa yang harus kami lakukan. Kami membahas seluruh teknis pengerjaan dan rencana untuk bertukar pendapat setelah mencoba mengerjakan tahap awal. Tak terasa hampir tiga puluh menit kami berbincang. Ternyata Irene adalah sosok perempuan yang asik. Ia juga humble dan tentunya cantik.

"Jen ?" katanya.

Tak terasa langkah kami telah sampai di persimpangan. Aku kehilangan fokusku saat melihat Lisa di salahs atu spot ruang terbuka hijau. Ia bersama teman-temannya, terlihat sedang berdiskusi dengan pena di tangannya. Aku benar-benar merindukannya, namun kami seakan berada dalam dunia yang berbeda sekarang. Kulihat ia bangkit untuk memperagakan sebuah gerakan pada kelompoknya. Tak seorang pun dalam meja itu yang tidak memandang kearah Lisa.

"Ya ?" kataku setelah kembali dari lamunan singkatku.

Saat Irene memanggilku, disaat itu Lisa menemukanku yang tengah memandangnya. Tentu aku beralih seketika.

"Kau mengenalnya ?" Irene.

Aku mengangguk sambil sedikit tersenyum. Entah mengapa aku tersenyum, aku tidak tahu.

Eonnie [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang