Lisa POV
Aku pamit dengan Jisoo Eonnie untuk pergi bersama Jennie. Tentu bukan karena ia telah mengetahui hubungan kami, melainkan karena ia sedang beristirahat di rumah. Tidak mungkin aku menghilang bersama Jennie begitu saja. Ia pun mengizinkan tanpa banyak syarat. Ia juga menyuruh Chaeng untuk ikut bersama kami namun Chaeng sangat mengerti kebutuhanku. Ia memilih tinggal bersama Jisoo Eonnie dengan alasan sangat merindukannya.
Kami pergi menikmati udara segar di taman, aku dan Jennie. Kami pergi dengan mobil dan berjalan kaki mulai dari parkiran mobil. Ia selalu menempel padaku, tangannya tak pernah lepas dari lenganku yang tentu saja dengan senang hati siap menerimanya. Ia sangat manja, karena ia memang seperti itu. Manduku yang sangat manja dan posesif.
Tentu ia sangat posesif. Jika kalian mengikuti kisahku, mungkin kalian akan tahu bagaimana posesifnya ia. Seperti saat ini. Ia membeli es krim untukku dan untuknya. Aku hendak pergi untuknya namun ia menolakku. Ia ingin pergi untukku. Alhasil tinggallah aku di bangku taman bersama angin yang sesekali mengganggu rambutku. Namun tidak dengan poniku, ia tidak terlalu bertenaga untuk menggoyahkan poniku yang sangat kuat.
Seseorang duduk di kursi yang sama denganku. Pria itu bertubuh tegap dan cukup tampan menurutku. Rambutnya tertata rapih serapih pakaiannya yang tetap terlihat santai. Jika boleh kuberasumsi, mungkin ia seorang pekerja yang sedang menikmati waktu senggangnya. Ia datang sendiri, ah tentunya, dengan senyum manis di bibirnya. Ia menyapaku dan tentu aku membalasnya.
"Boleh ku duduk di kursimu ?" katanya dengan senyum manisnya.
Aku tersenyum, bukan karena ia tersenyum kepadaku lebih dulu. "Kau sudah berada di sana Tuan.".
"Aahh .... Mian." katanya.
Sekuat tenaga aku mencoba untuk tidak menoleh kearahnya. Kutahu Jennie bisa datang kapan pun ia mau dan aku tidak ingin ia datang saat aku melempar senyum untuknya.
"Kau benar-benar type-ku. Bolehkah kita bertukar nomor ?" katanya to the point.
Kali ini aku tidak tahan untuk tidak tersenyum. Lagi-lagi bukan karenanya, melainkan membayangkan wajah murka Jennie saat tahu kekasihnya digoda pria asing di taman saat ia sedang tidak bersamaku.
"Deabak !!! Kau tak salah memilih standart Tuan." Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Aahh .... Aku bekerja di Jeggu Group, kau bisa menemuiku jika membutuhkannya." Kurasa ia sedang memamerkan pekerjaannya kini. Namun, sayang ia mengatakannya diwaktu yang salah.
"Ayahku juga bekerja di sana." Jennie yang datang dengan dua es krim di tangannya.
Pria itu tersenyum kearah Jennie yang berdiri di antara kami. Wajahnya cukup muram, namun cantiknya tetap mendominasi.
"Wahh benarkah ? Berada di bagian apa ia ?" pria itu.
Aku hanya menikmati pertunjukan ini.
Jennie sedikit berpikir. "Mungkin bagian yang menggeluarkan uang untuk membayar seluruh kariawannya ?" Jennie yang justru bertanya.
Pria itu cukup dibuatnya berpikir. Kulihat matanya bergerak ke kanan dan kiri.
"Aahh ... Mungkin kau pernah melihatnya di kantin." Jennie memberikanku es krim yang ada di salah satu tangannya, kemudian mengambil ponselnya dan menunjukan layar ponselnya pada pria yang duduk di sampingku. Pria yang mengambil tempatnya tanpa permisi.
Pria itu terkejut, Jennie menunjukan fotonya dan ayahnya yang merupakan pemilik Jeggu Group.
Untuk beberapa saat ia memandang layar ponsel Jennie dan wajah Jennie bergantian. Tentunya dengan mulut terbuka tanda tak percaya. "Aaahh .... Jadi Tuan Kim adalah Appa-mu." ujarnya yang mendadak kikuk.
Jennie tersenyum sinis. "Yaa. Dan perempuan ini kekasihku." ujarnya begitu saja.
Aku yang mendengarnya pun hanya bisa melipat bibir seraya menghindari tatapan keduanya. Aku tidak ingin terlibat dalam pertikaian ini. Tidak mudah untuk berdamai dengan Jennie asal kalian tahu.
Pria itu seketika bangkit dari kursinya.
"Maaf aku tidak tahu, sekali lagi maafkan aku." ujarnya seraya membungkuk.
Ia pergi setelahnya, bahkan ia pergi tanpa diperintahkan. Sementara Jennie mulai melirik kearahku yang tidak berdosa ini. Aku yang merasa di lirik pun justru menjilat es krim-ku yang hampir meleleh karena hawa panas di sekitarnya.
Kuyakin Jennie masih menatapku dengan mata kucingnya itu. Aku belum berani menatapnya. Jennie selalu membuatku gugup hanya dengan tatapannya itu.
Alih-alih menjelaskan, kugenggam tangannya yang tergeletak di kursi. Kubawa dan kusimpan di pahaku. Kami bertahan untuk beberapa saat. Sampai akhirnya Jennie membalas genggamanku, "Sudah kukatakan kekasihku galak seperti singa. Ia tidak percaya." ujarku seraya menatap kearahnya.
Ia menatapku tanpa senyum, itu mengapa aku tersenyum. Berharap senyumku nular padanya.
"Lain kali katakan kekasihmu menyeramkan seperti akhir bulan." Jennie seraya mengeratkan genggamannya.
Aku menikmatinya. Es krim, udara yang sejuk, langit dengan awan kejinggaan, juga genggaman tangan Jennie yang tidak kunjung dilerainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eonnie [SELESAI]
Fiksi Penggemar"Susah payah kugapai, tidak akan ku lepas." Lisa "Apa kau memperhatikanku sepanjang malam ?" Jennie