"Rania!"
Rania terperanjat. Suara Fania dan pukulan singkat di bahunya berhasil membuat kecepatan detak jantungnya meningkat. Sementara itu, Fania melipat kedua tangannya, memandang teman sebangkunya dengan kesal.
"Gue lagi cerita!"
"Oiya, gue lupa."
Fania mendesah dan akhirnya memaafkan saja pengabaian yang dilakukan Rania barusan. Fania dan Rania duduk di tepi lapangan selagi anak laki-laki sedang bermain voli. Ya, pelajaran olahraga hari ini adalah voli, salah satu dari sekian banyak permainan olahraga yang dibenci oleh Rania.
"Sejak lo ditawarin bikin cerpen, lo ngelamun terus. Kalau lo gamau, yaudah tolak aja. Buat apa membebani diri kayak gitu?"
"Kalau aja bisa gue tolak ya gue tolak. Tapi sekarang gue dalam keadaan... tidak bisa menolak." Rania mengacak rambutnya dengan kasar. Ia tidak peduli jika tindakannya itu mampu membuat rambutnya menjadi berantakan. Ia juga tidak peduli dengan penampilannya sendiri, toh siapa juga yang akan melihat?
"Yang cewek, majuu!"
Fania langsung cengir. "Lo ikut ga? Asik nih."
"Nggak."
"Cemen lu!"
Rania membulatkan mata, ia ingin marah tapi Fania sudah keburu berlari ke lapangan dengan beberapa teman-teman perempuan lainnya. Sekarang Rania duduk seorang diri, kondisi yang sangat tidak bagus karena akan membuatnya semakin seru untuk melamuni nasib.
"OY!"
Untuk kedua kalinya Rania terperanjat. Ia mengedip-ngedipkan matanya, lalu menemukan Hasta yang penuh keringat duduk di sebelahnya.
"Ngapain lo di sini?"
"Duduk?" jawab laki-laki itu heran seraya menegak air di dalam botol minumnya.
Bener juga, Rania membatin, sekaligus merutuki pertanyaannya.
Sekuat tenaga ia melupakan kehadiran Hasta yang nyatanya duduk di sebelahnya sambil selonjoran. Beberapa kali terdengar dia bersahut-sahutan dengan beberapa anak laki-laki, bahkan tak sekali ia berbalas tawa dengan teman-temannya yang berjarak cukup jauh hanya untuk menertawai cara bermain anak perempuan di kelasnya. Tidak bisa dipungkiri Rania, laki-laki di sebelahnya ini berisik sekali, merusak moodnya untuk merutuki nasib. Ah benar, semua ini kan terjadi karena ide Hasta. Ide yang sangat cemerlang!
"Lo kalau mau ketawa-ketawa sama temen lo kenapa duduk di sini? Sana bareng temen-temen lo."
Senyum Hasta menghilang. "Gue ganggu lo? Gue berisik ya?"
Melihat ekspresi Hasta yang secara kontras berubah, membuat Rania tidak tega untuk mengatakan iya. Alhasil ia menggelengkan kepalanya dan memilih menatap hal lain selain mata coklat milik Hasta itu. Akhir-akhir ini, berpandangan lama dengan Hasta membuat jantungnya tidak aman. Mungkin perasaan gugup biasa?
"Cerita aman?"
"Engga!"
"Kok marah?"
Rania tersadar. "Sori, gue lagi emosional kalau ditanya-tanya soal cerpen."
Hasta merubah posisinya menjadi benar-benar menghadap Rania. "Ayo lah, gue percaya cerpen lo bakal bagus. Gue yakin seratus persen!"
"Lo ngomong kayak udah baca cerpen gue aja."
"Kalau gue bilang udah baca, lo percaya ga?"
Rania terkekeh pelan, "Enggak percaya."
Hasta mengangguk-angguk saja. Kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya yang rupanya adalah dua buah permen mints. Ia memberikan satu kepada Rania yang reflek menerima saja. Kali ini Rania tidak menolak-menolak rezeki lagi seperti dahulu.
"Makan, buat nenangin pikiran."
Rania terkekeh lagi. Permen mints memang bukan andalan Rania untuk menenangkan pikiran, tapi kali ini bisa dicoba, siapa tau mempan.
"Besok gue mau ambil shoot-shoot gitu di kafe buat dokumentasi cerpen pertama. Lo mau ikut? Siapa tau bisa ngasih inspirasi lo gitu buat cerpennya."
"Hmm? Kafe dimana?"
"Adalah pokoknya. Ga rame kok, tapi bagus banget deh."
Rania menimbang-nimbang tawaran yang diberikan oleh Hasta. Idenya boleh juga, setelah dipikir-pikir tidak ada juga salahnya ikut sebagai partner kerja. "Oke deh, boleh. Jemput ya tapi?"
"Udah berani minta-minta ya ke gue?" canda Hasta dan tak urung mengundang tawa Rania juga.
"Ga boleh nih?"
"Boleh, sering-sering juga gapapa."
***
"Numpang shalat dulu boleh ga?"
"Hah?"
"Numpang shalat."
"Bo-boleh. Yaudah masuk dulu."
Hasta tersenyum dan masuk dengan sikap paling sopannya. Janjiannya sih hari ini mau ke kafe jam dua, tapi tidak disangka Hasta mau numpang shalat dulu. Ini diluar perkiraan Rania. Rania mengekori Hasta yang jalan di depannya, kebetulan mama sedang lewat dan langsung menyapa Hasta dengan hangat.
"Temen Rania yang kemarin ya?"
"Iya, tante," jawab Hasta sambil menyalami tangan mama Rania. "Numpang shalat ya tan," lanjutnya dengan sedikit cengengesan di akhirnya.
Tidak perlu ditanya, mama langsung mengangguki saja. Rania disuruh mengambilkan sajadah selagi Hasta pergi ke kamar mandi untuk berwudhu. Rania membentangkan sajadah miliknya di lantai kamarnya karena kalau diluar, Hasta akan menghambat jalan karena rumahnya kecil. Syukur kamar Rania rapi, jadi tidak perlu malu dilihat oleh Hasta. Setelah ditatanya dengan rapi, Rania keluar dari kamarnya. Ia berniat menunggu Hasta di ruang tamu, duduk-duduk sambil memainkan hpnya.
Kamar mandi tidak terletak jauh dari kamarnya. Tepat sekali ketika ia hendak melangkah ke ruang tamu, tidak sengaja matanya memandang Hasta yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan keadaan basah karena berwudhu. Laki-laki itu mengusap-ngusap rambutnya dan wajahnya dan entah kenapa di mata Rania, pergerakan itu terasa lamban sekali, seolah ada yang mengaktifkan mode slow motion di penglihatannya.
Hasta berjalan mendekat ke Rania, langkah laki-laki itu terhenti satu meter di depannya. "Dimana?"
Rania mengedipkan matanya beberapa kali, "Di-di kamar gue." Jari jempolnya memberi arah.
Hasta sudah melewatinya, tapi kenapa Rania merasa tubuhnya sangat tegang. Bahkan tanpa sadar ia menahan napasnya sampai laki-laki itu benar-benar sudah melewatinya. Rania terheran dengan reaksi tubuhnya yang baru pertama kali ia rasakan. Ini aneh dan hal baru.
Rania duduk di kursi ruang tamu, ia masih kebingungan. Tangannya bergerak untuk merasakan detak di dada kirinya, rasanya sangat cepat dan berdentum, seolah jantungnya sedang meloncat-loncat. Iapun melebarkan matanya dan menutup mulutnya karena cemas. "Apa gue sakit jantung?" Rania mecoba berpikir, lalu menggelengkan kepalanya, "Ga mungkin lah! Atau... mungkin? Gue harus tanya Fika nanti."
"Kamar lo rapi ya, Ran."
Rania terperanjat. Ia memandang Hasta dengan keadaan bola mata yang kelihatan nyaris meloncat dari tempatnya.
"Gue ngagetin lo banget?" tanya Hasta heran.
Rania berdiri, diam-diam kilatan memori tentang Hasta yang basah karena air wudhu kembali muncul dalam benaknya. Tersadar dengan apa yang sedang dipikirkannya, reflek ia menampar wajahnya sendiri. Hasta sampai syok melihatnya.
"Lo kenapa Ran?"
"Gapapa. Yuk pergi."Dengan langkah tegas, ia duluan keluar, meninggalkan Hasta yang masih syokmelihat Rania yang menampar dirinya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dengan Dia
Teen FictionKamu adalah kisah romansa yang sangat manis untuk dikenang. Terimakasih ya dan jangan tunggu aku, berbahagialah demi dirimu sendiri. -Rania Putri published 2020 Cover by pinterest