No. 14

23 4 7
                                    

Rania menunggu Hasta sambil tidur-tiduran di atas kasur. Tadi sepulang sekolah, mereka sempat bertukar nomor agar bisa saling mengabari. Sudah dua puluh menit waktu berlalu sejak Rania mengganti bajunya dengan pakaian yang lebih santai, bahkan tas selempangnya sudah melingkar di tubuhnya. Beberapa kali Rania mengecek hpnya, menebak-nebak mungkin Hasta sudah mengabari, tapi hasilnya tetap sama. Tidak ada notifikasi apapun yang didapat dari laki-laki itu.

"Ckk, lama banget. Jadi ga nih?" gumam Rania malas, alhasil dia berguling-guling saja di atas kasurnya.

Tidak lama kemudian suara klakson terdengar dari depan rumah. Dalam sekejap perempuan itu bangkit dari kasurnya dan langsung berlari keluar agar Hasta tidak terlalu lama menunggu. Sementara itu, terasa getaran dari hpnya yang Rania yakini itu berasal dari laki-laki yang sekarang sedang ada di depan rumahnya.

"Ma, aku pergi sebentar!"

Rania berlari, tapi setelah itu ia berhenti ketika berada tepat di depan pintu utama rumahnya. Pertama-tama dirapikannya penampilannya agar tidak terlihat kacau, setelah itu diaturnya napasnya yang sudah tidak beraturan itu akibat berlari-lari tadi. Dalam sekejap tingkah Rania langsung berubah 180 derajat ketika ia berjalan keluar rumah menuju Hasta yang menunggu dengan motornya.

"Lama ya?" tanya laki-laki itu.

Dengan santai tapi tetap dengan kesan yang canggung, Rania menggeleng. "Langsung aja?"

"Mama lo mana? Gue mau pamit dulu."

"Gausah!" Hasta sedikit terkejut dengan jawaban Rania yang kelewat cepat. Namun, tidak hanya Hasta saja yang terkejut, justru si biang yang menjawab juga tersadar dengan apa yang baru saja ia lakukan. Rania jadi merasa tidak enak. Iapun berdeham sejenak sebelum membenarkan kesalahpahaman yang mungkin saja bisa terjadi jika tidak ia jelaskan. "Maksud gue, ga usah aja karena mama gue juga lagi ngurusin laundry di belakang. Sibuk." Rania mengakhirinya dengan sebuah senyuman kecil.

"Yaudah, yuk naik."

Rania mengangguk dan langsung naik sambil mengenakan helmnya.

"Ngomong-ngomong, lo beda banget ya kalau ga pake baju sekolah," celetuk Hasta membuka percakapan diantara mereka.

"Engga kok, sama aja."

"Beda."

"Beda darimananya?"

"Hmm..." Hasta bergumam, memikirkan kata untuk menjelaskan perbedaan yang dia maksud. "Lo lebih keliatan polos."

Rania tertawa, "Gue polos? I don't think so."

Hasta jadi ikut tertawa saat mendengar tawa perempuan itu.

Motor berhenti sejenak karena lampu lalu lintas yang berwarna merah. Saat itu pukul tiga, cuaca cukup panas walau tidak seterik saat siang tadi. Untung saja Rania mengikat rambutnya agar lehernya tidak berkeringat, ditambah pakaiannya juga tidak terlalu rumit, hanya kaos abu-abu polos ditemani celana jeans dengan lingkaran kaki longgar yang dipasangkan dengan sepatu tali harga tiga puluh ribuan yang ia beli di pasar bersama mamanya. Sederhana.

Penampilan Hasta juga tidak jauh berbeda. Dia juga mengenakan kaos ditemani celana jeans dan sepatu tali. Namun sepertinya sepatu tali yang dikenakan oleh Hasta tentu berkali-kali lipat lebih mahal dibanding milik Rania. Rania pernah melihatnya di salah satu toko sepatu bermerk yang memajangkan harga sekitar jutaan di kotak sepatunya.

"Roti bakarnya jadi kan Ran?"

"Jadi."

"Roti gue tadi lo makan ga? Btw itu ga roti sisa kok. Emang gue beli buat lo."

Rania tercenung sejenak. "Gue makan kok. Makasih ya Hasta."

Senyum Hasta tercetak, tapi tidak lama karena laki-laki itu langsung menyembunyikannya. Mungkin dia salah tingkah sama seperti perempuan di belakangnya?

"Panas ya, Ran?"

"Enggak kok."

"Maaf gue ga bawa mobil."

"Gapapa. Naik motor lebih seru kok. Ditambah gue juga udah biasa pake motor. Panas bukan musuh gue."

"Lo beda ya, Ran."

"Beda apa?"

Hasta menggelengkan kepalanya dan sengaja tidak menjawab untuk meninggalkan kesan misteriusnya. Namun sepertinya Rania tidak menyukai kesan misterius itu, buktinya Rania jadi harus berpikir keras sekarang untuk mencari tau perbedaan yang dimaksud.

***

"Menurut gue kalau kita serius sebarin terus bikin announcement gitu, orang pada notice ya kan?"

Hasta mengangguk. Laki-laki itu sejak tadi memilih mendengarkan saja apa yang dijelaskan oleh Rania, mulai dari memperjelas tugas masing-masing, soal target siswa yang mau memasukkan karya tulisnya ke majalah dan lain sebagainya. Hasta yakin Rania pasti sudah memikirkan dan menyiapkan semuanya jauh sebelum mereka berdiskusi hari ini. Persiapan Rania cukup matang.

"Daritadi kita bahas proyek mulu, bahkan roti gue udah abis. Istirahat dulu gimana?"

Rania mengangguk. Ia langsung menutup bukunya dan memilih untuk menikmati pemandangan luar maupun dalam kafe dengan menyeruput milkshake-nya. Enak sekali, pikirnya.

Jauh tanpa disadari oleh Rania, laki-laki di depannya diam-diam mengambil lirikan ke arahnya. Rania adalah gadis yang berbeda, sesuai dengan yang dinyatakan Hasta tadi saat di motor. Terkesan klise atau gombal, tapi menurut Hasta memang begitulah kenyataannya. Seperti ada sesuatu yang berbeda dari dalam diri Rania dan Hasta menyukainya.

"Lo ga deket ya sama anak cewek kelas?"

Rania menatap Hasta, mengalihkan pandangannya dari sepasang lansia yang berjalan di trotoar. "Hmm, deket ga deket."

"Kenapa?"

"Karena gue canggungan dan gue pendiem?"

"Lo ga nyaman sama mereka?"

Rania menggigit bibirnya, lalu menyipitkan matanya tidak enak, "Sedikit. Mungkin ga sefrekuensi aja."

"Termasuk sama Kaluna?"

Untuk beberapa detik, Rania tidak menjawab. Hanya angin sepoi yang mengisi keheningan yang sengaja ia buat. "Iya, termasuk Kaluna. Maaf."

"Kenapa minta maaf?"

"Karena..." Karena nanti lo ngerasa ga enak karena pacar lo ga bikin gue nyaman? Rania cepat-cepat mengenyahkan jawaban itu dari dalam kepalanya. "Ga tau deh, hehe." Ia buru-buru menyeruput minumannya tadi banyak-banyak. Sepertinya Rania kembali membuat suasana menjadi tidak terkendali? Ini buruk!

"Lo udah punya pacar?"

"Nope."

"Sebelumnya punya?"

"Enggak pernah punya."

"Sama."

"Eh?" Rania tidak salah dengar kan?

"Gue keliatan punya pacar?"

Rania mengangguk pelan. Kalau Hasta tidak memiliki pacar, lantas bagaimana dengan Kaluna? Apa cinta bertepuk sebelah tangan? Cinta sepihak?

"Gue ga pernah punya pacar. I'm not good at it."

"Tapi punya hubungan seperti itu bukan karena lo good at it atau enggak, tapi karena lo emang ketemu perempuan yang tepat buat ngisi hati lo." Rania terdiam lagi karena kata-katanya sendiri. Bisa-bisanya Rania jadi orang yang sok ahli dalam percintaan, padahal ia dan Hasta sama saja, tidak memiliki pengalaman. "Gue banyak bicara ya?"

Hasta menggelengkan kepalanya. "Enggak. Tapi kalaupun iya, gue suka."

Mata Rania melebar karena kata-kata spontan yang diberikan Hasta. Apakah laki-laki itu sadar dengan kata-katanya sendiri?

"Mau muter-muter dulu ga sebelum kita pulang?" 

Dengan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang