No. 23

16 4 0
                                    

"Lo kenapa?" tanya Fika prihatin. Sejak Rania sampai di rumah Fika, belum ada kata yang keluar dari mulut bijak sahabatnya itu. Biasanya yang suka sekali betingkah uring-uringan seperti ini adalah dirinya, bukan Rania. Kenapa sekarang Rania mengambil perannya? Fika menghela napas lelah. Ternyata begini rasanya menjadi Rania yang harus menghadapi mood dirinya yang selalu terombang-ambing setiap harinya. "Kalau lo ga cerita, gue ga tau harus ngelakuin apa!"

Rania berdecak. Ia pun semakin menarik selimut yang sekarang sedang ia kenakan sampai menutupi seluruh tubuhnya. Rania tidak peduli apakah ia mendominasi tempat tidur Fika atau tidak, bahkan dari sekian banyak tempat—setelah ia menemani Adam menagih utangnya kepada mantannya—Rania tidak tahu kenapa harus memilih ke rumah Fika dibanding berdiam diri di kamarnya sendiri.

"Anjir, ga paham gue. Lo mau makan ga?" Rania masih diam saja. Fika memutar bola matanya, lalu berbicara lagi, "Yaudah mie rebus ya, Ran? Dengan resep mantuliti mami gue tentu saja. lo gue tinggal dulu. Jangan kesurupan elonya."

Sesaat setelah bunyi pintu tertutup, barulah Rania keluar dari kukungan selimut. Ia tidur menelentang, memandang langit-langit kamar Fika yang megah dengan penuh amarah. Rasanya ia bisa makan orang sekarang, saking marahnya. Sejujurnya, Rania tidak tahu sebenarnya keamarahan ini tertuju untuk siapa, yang pasti ketika nama Hasta muncul di kepalanya, ia kesal. Apalagi kalau ditambah-tambah dengan adegan jodoh-jodohan antara laki-laki itu dengan Diana. Namun, kemarahan itu tidak bertahan lama, beberapa saat kemudian, dia kembali menjadi Rania yang pemurung.

Lo suka sama Hasta ya, Ran?

"Iya gue suka," aku Rania pada dirinya sendiri.

Memang sudah lama rasanya Rania diam-diam memikirkan Hasta dalam pikirannya. Rania pikir itu karena efek dirinya yang selalu bersama-sama akhir-akhir ini akibat laki-laki itu menjadi sosok teman yang baik untuknya. Hasta selalu memotivasinya dan mendorongnya untuk percaya diri. Rania pikir, ia hanya kagum dengan kebaikan Hasta itu sampai laki-laki itu masuk ke pikirannya. Tapi lama-lama, Rania sadar, alasannya bukan itu. Ia sudah jatuh pada pesona Hasta.

Sungguh mengejutkan ya? Akhirnya Rania yang kaku, bisa juga jatuh cinta.

Tangannya kemudian bergerak untuk mengambil hpnya yang ia letakkan di saku tas rasel. Batrainya sudah tinggal 20 persen, tapi tidak masalah. Masih bisa hidup dan lagipula, Rania selalu siap sedia dengan charger-an yang selalu dia bawa kemanapun ia pergi. Rania membuka salah satu aplikasi sosial media di hpnya, kemudian mengetikkan sebuah nama di kolom pencarian.

Qatrunnada Diana.

"Dia cantik, kaya, dan..." gumaman Rania terhenti. Jarinya terus bergerak-gerak menyapu layar agar dapat melihat foto Diana lebih banyak. Satu yang dapat disimpulkannya, perempuan ini sempurna. Rania kalah telak. Dirinya terhempas jauh.

Diana sebelas-dua belas dengan Kaluna. Ia tidak bisa mengalahkan dua perempuan itu. Jikapun ada di antara dirinya dan Diana yang harus berada di sisi Hasta, tentu saja Diana orangnya. Mereka terlihat lebih cocok bersama. Keduanya sama-sama cantik dan pintar. Mereka bertalenta dan sama-sama berasal dari keluarga terpandang. Kalau jadi orang tua Hastapun, pasti mereka memilih Diana dibanding dirinya yang bukan siapa-siapa. Rania bukan apa-apa dibanding Diana.

"Raniaa! Mie rebus dataaang!" Fika masuk ke dalam kamar sambil membawa nampan yang terdapat dua mangkok mie rebus di atasnya. Harumnya semerbak sekali, Rania tidak bisa untuk mengabaikan makanan seharum dan seenak itu. Resep mie mami Fika memang resep mie terenak menurutnya. Bahkan alasan ibu bisa membuat mie rebus enak, juga karena resep yang diberi Fika. "Giliran makan, lo baru bangun ya, monyet!" Rania tidak peduli dan memilih fokus saja memasukkan mienya ke dalam mulut.

Dengan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang