"Enak banget." Celetuk Rania setelah mangkuk ramennya habis. Mangkuk itu bersih tak ada sisa, karena selain memakan mienya, ia juga doyan sekali meminum kuahnya. Berbanding terbalik dengan Adam yang menyisakan kuah. Adam tidak suka kuah.
"Lo mau kemana lagi?" tanya Adam, ia menyeruput air botolan yang baru saja dibelinya dari penjual ramen. "Lo ga minum, mau air gue?"
"Boleh," jawab Rania senang. Ia mengambil botol air minum kecil yang selalu ia bawa di tas selempang kecilnya, lalu memberikan botol air minum tersebut agar Adam memindahkan beberapa bagian airnya. Sementara itu, Rania menjawab pertanyaan pertama yang diberikan laki-laki di depannya tadi, "Gue mau nyari Fania."
Adam kembali menyerahkan botol minum milik Rania setelah ia selesai soal pembagian air itu, lalu ia menyahut, "Yaudah, mau gue temenin ga? Ntar abis ketemu Fanianya, gue lanjut sama temen-temen gue."
"Oke, yuk."
Adam mengangguk.
Rania dan Adam berjalan bersama-sama mencari keberadaan Fania. Sekolah sangat ramai, Rania jadi agak kesulitan mencari Fania yang tubuhnya tidak terlalu mencolok. Pencarian Fania itu semakin sulit ketika Adam tidak berhenti menggoda dan menjahilinya, seperti berpura-pura melihat sosok Fania. Berkali-kali Adam melakukan tipuan murahan itu, tapi tetap saja berkali-kali juga Rania tertipu.
"Rese asli!"
"Engga kok."
"Seriusan, Dam! Jangan becanda!"
"Iya-iya, maap ya."
Rania terus mencari, matanya ia tajamkan, pandangannya menyapu, tapi Fania tidak juga ditemukan. Beberapa kali terdengar decakan dari Rania dan itu tidak luput dari pandangan Adam. Adam kemudian berkata, "Lo mau gue gendong ga biar Fanianya kelihatan?"
"Gila lo! Engga!" jawab Rania, ia malu hanya dengan membayangkannya.
"Yaelah, kan gendong punggung, bukan gendong bridal ala-ala."
"Engga, Dam. Ya Allah, istighfar gue sama lo."
"Tabarakallah!"
"Apaan yang tabarakall—ah udah ah, males."
Adam terbahak, perutnya sampai sakit. Fokus Adam langsung pecah ketika lagu white Winter Hymnal milik Fleet Foxes dinyanyikan. Lagu ini adalah lagu kesukaan Adam, dengan mendengarkannya saja, antusiasme Adam langsung naik berkali-kali lipat. "Ran, joget yuk, joget!"
"Engga mau, malu."
"Ayolah, ini lagu kesukaan gue. Lihat deh ke arah panggung, orang rame banget, pada nyanyi sama joget. Ayok ke sana, Ran. Lo gak bakal keliatan juga, yuk!"
"Engga ma—EH DAM!"
Adam tidak mau mendengarkan penolakan, ia terpaksa menarik tangan Rania agar mau bersama-sama bersenang-senang merasakan euforia panggung. Hari sudah sore, anak-anak yang mengurus stand-stand juga mulai pergi dari standnya hanya untuk bersenang-senang di panggung. Akhirnya kedua sejoli itu berada di kumpulan penonton panggung, tidak mempedulikan keadaan, Adam langsung berjoget-joget sesukanya.
"Dam, gue malu banget liat lo," celetuk Rania sambil menutup wajahnya sebelah dengan tangan.
Adam berdecak, ia jadi agak kesal karena Rania terlalu kaku. Akhirnya ia memegang kedua tangan Rania, dan menggoyang-goyangkannya asal agar tubuh Rania bergerak. "To keep their little heads, from fallin' in the snow, and I turned 'round and there you go. And, Michael, you would fall, and turn the white snow red as strawberries, in the summertime." Adam menyanyikan lagu itu dengan ekspresi yang sangat ceria, matanya tak berpindah dari mata Rania, seolah Adam sedang berbicara dengannya melalui lagu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dengan Dia
Fiksi RemajaKamu adalah kisah romansa yang sangat manis untuk dikenang. Terimakasih ya dan jangan tunggu aku, berbahagialah demi dirimu sendiri. -Rania Putri published 2020 Cover by pinterest