Sembunyi-sembunyi Rania melirik Hasta yang berada di sampingnya, sedikit saja lirikannya, setelah itu diam-diam dia salah tingkah. Untung saja Hasta tidak menyadari lirikan kecil yang dicuri-curi oleh perempuan di sebelahnya, kalau ketahuan, Rania pasti langsung mati kutu. Kendaraan tampak berjalan teratur di jalanan, tapi kenapa perasaannya malah terasa sebaliknya?
Lagu too good at goodbyes milik Sam Smith itu mengalun dengan penuh emosi di tengah keheningan yang Rania dan Hasta buat. Rania dapat melihat tangan Hasta yang memukul-mukul ringan di stir untuk mengikuti tempo lagu. Sepertinya Hasta menyukai lagu ini. Kemudian sebuah pertanyaan terbesit di kepala Rania, bisakah laki-laki di sebelahnya ini bernyanyi?
Di kelas, beberapa kali Rania sering melihat Hasta memainkan gitarnya. Terkadang laki-laki itu memain-mainkannya sembarang—tapi walau sembarang, tetap saja terdengar bagus di telinga Rania, lalu terkadang Hasta benar-benar memainkan gitarnya dengan serius untuk mengiringi nyanyian teman-teman sekelasnya. Paling sering mengiringi suara Qatar, teman sekelas Rania yang terkenal karena suaranya yang hampir membuat laki-laki itu masuk ke dalam kompetisi yang ada tv-tv itu.
Kembali ke pertanyaan Rania tadi, kalau menurut analisisnya, ada kemungkinan Hasta bisa bernyanyi. Tiba-tiba saja, ia membayangkan Hasta sedang menyanyikan sebuah lagu untuknya dengan gitar.
Mata Rania melebar, terkejut dengan imajinasi yang dibuat oleh otaknya sendiri. Ia menutup mulutnya dengan tangan karena malu, saat itu juga ia ingin memekik, tapi sekuat tenaga ia tahan. Ia hanya bisa berdoa, semoga Hasta tidak pernah dan tidak akan pernah tau apa yang sudah dibayangkannya di dalam otaknya, dan semoga laki-laki itu tidak menyadari kalau pipinya sedang memanas kemerahan.
"Dikit lagi sampai nih, Ran."
Rania spontan menoleh ke Hasta, yang mana ditanggapi senyuman kecil oleh laki-laki itu.
Hasta mengendarai mobilnya menuju persimpangan komplek. Ada banyak anak-anak yang bermain di jalanan dengan sepedanya dan ada juga yang lari-larian saja untuk mengejar pengendara sepeda. Kumpulan anak-anak itu menepi terburu-buru ketika mobil Hasta lewat dan dalam sekejap kembali ke tengah jalanan setelah mobil lewat.
"Ada kafe di tengah komplek?"
"Ada."
"Rame?"
"Rame, kalau malam. Soalnya ada free acoustic gitu malam-malam, jadi ya yang ramein ya anak kos komplek ini aja kebanyakan."
Rania mengangguk-anggukkan kepalanya seraya melihat detail jalanan. Sebagai seorang penulis, detail adalah hal yang sangat penting. Bahkan sesepele langkah kecil burung yang ada di atas rantingpun, bisa Rania perhatikan tanpa rasa bosan kalau sudah menyangkut ceritanya.
Tidak lama kemudian, mobil yang ia kendarai berhenti, dan terparkir di depan rumah yang tertulis di atas atapnya sebuah nama kafe. Rumah itu berpagar putih pendek, berhalaman kecil dan ukuran rumahnya juga tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Rumah itu tak terlihat gersang, bahkan sangat rimbun karena ditumbuhi satu pohon jambu dan digantung beberapa macam tanaman di atap-atapnya.
Rania masuk, menyusul Hasta yang berada di depannya. Ketika Rania masuk, bel kecil berdenting. Rania langsung disapa bau kopi bercampur roti siap panggang yang berbaur menjadi satu sampai rasanya membentuk aroma baru yang nikmat. Dilihat dari menu yang tertulis di papan tulis hitam yang digantung di dinding, kafe ini hanya menjual berbagai aneka roti dan kopi. Rania tidak terlalu suka kopi, tapi untuk kali ini, Rania rasa ia bisa mengenyampingkan ketidaksukaan itu.
"Gimana?"
"Bagus, comfy."
Hasta mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dengan Dia
Teen FictionKamu adalah kisah romansa yang sangat manis untuk dikenang. Terimakasih ya dan jangan tunggu aku, berbahagialah demi dirimu sendiri. -Rania Putri published 2020 Cover by pinterest