No. 8

15 3 8
                                    

Rania duduk di kursi belajarnya seraya menatap lurus ke arah mading styrofoam yang ia tempelkan pada dinding kamarnya. Mading itu masih kosong, belum ia tempelkan apa-apa karena ia sedang memikirkan itu sekarang. Proyek yang diberikan sekolah kepada ekskulnya cukup sulit, mengingat betapa pentingnya proyek itu, Rania lumayan merasa tertekan.

Tadi setelah ia bertanya mengenai penjelasan-penjelasan yang tertinggal kepada seniornya, Hasta memanggilnya lagi untuk memberitahu kalau kelompok proyeknya ingin berdikusi sebentar sekitar 10 menit. Pembahasan dalam diskusi itu tidak jauh berbeda dengan apa yang dijelaskan Hasta kepadanya. Intinya kelompok besar yang berisi 12 orang akan dipecah menjadi 2 orang masing-masingnya untuk mempercepat pengerjaan. Dua orang tadi akan disebar untuk mencari siapa siswa yang mau karya puisi dan cerpennya dimasukkan ke dalam majalah sekolah.

"Ribet banget." Rania menghela napas, lalu meletakkan kepalanya di atas meja. Belum memulai saja rasanya proyek ini tidak akan berhasil di tangannya. Terlebih partnernya adalah Hasta, Rania belum merasa nyaman untuk bekerja sama dengan orang baru seperti Hasta. Bentuk kerja sama seperti ini merupakan hal yang baru untuk Rania.

Tiba-tiba hp Rania bergetar, menimbulkan sensasi serupa pada pipi yang ia tempelkan di atas meja. Dengan setengah niat, ia meraih hpnya itu untuk melihat apa penyebab hpnya itu bergetar. Sebuah nomor tidak dikenal mengirimkannya pesan lewat aplikasi whatsapp.

0821xxxxx : Ran, ini gue Hasta.

0821xxxxx : Save nomor gue ya.

Mata Rania seketika membulat. Hasta baru saja mengirimkannya pesan, entah kenapa rasanya syok sekali. Sepertinya reaksi Rania berlebihan.

Sekarang Rania harus menjawab apa?

Rania : Hai Hasta.

Rania langsung menggelengkan kepalanya. Cepat-cepat ia menghapus pesan itu sebelum ia memencet tombol kirim. Apa-apaan balasan itu, seperti orang aneh saja, pikirnya.

Rania : ok.

Terkirim!

Rania memandang pesan yang ia kirimkan itu beberapa kali. Awalnya ia lega, tapi pikirannya selalu saja merusak kelegaan itu. Tadinya Rania pikir jawabannya barusan adalah balasan yang sangat tepat, tapi sekarang pesan itu terlihat sangat singkat dan dingin. Tidak ada ramah-ramahnya. Bisa-bisa hubungannya dan Hasta menjadi sangat canggung karena ulahnya hari ini.

Gue harus apa sekarang? Mampus gue!

Rania : Tau nomor gue darimana?"

Rania mengeluh frustrasi setelah pesan baru yang ia kirimkan itu. Bisa-bisanya ia memberikan pertanyaan bodoh itu kepada Hasta. Tidak perlu ditanya, pasti jawabannya dari grup kelas. Sial, Rania bodoh sekali.

Hp Rania bergetar lagi, tanpa sadar hal itu membuat Rania berteriak panik sampai melemparkan hpnya ke lantai. Ceroboh sekali memang.

"Rania! Kamu kenapa teriak-teriak di kamar? Udah malem ini!" Ibunya berteriak dari luar kamar. Tidak terhitung berapa kali Rania merutuki dirinya hari ini karena kecerobohan yang terus saja ia lakukan tanpa henti. Setelah berseru maaf kepada ibunya, Rania mengambil hpnya yang ternyata tadi layarnya duluan yang mendarat. Rasanya Rania ingin menangis sekarang ketika melihat hpnya yang tidak seberapa itu retak sudah layarnya.

Hasta : Dari temen.

Rania menaikkan sebelah alisnya. Ternyata Hasta tidak mendapatkan nomornya dari grup kelas, melainkan dari seorang teman. Tapi teman siapa? Haruskah Rania bertanya?

Namun, sebelum sempat bertanya, Hasta sudah kembali mengirimkan pesan kepadanya.

Hasta : Besok kita diksusi di kafe deket sekolah aja ya? Atau lo mau di kafe lain?

Dengan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang