"Berapa kardus lagi?"
"Lima kardus lagi, kak."
Sementara beberapa anak laki-laki sibuk memasukkan kardus-kardus yang berisikan majalah sekolah yang mereka cetak, beberapa lainnya sibuk rapat untuk mengatur susunan majalah-majalah di acara ulang tahun sekolah besok. Ada beberapa perwakilan anak acara dari OSIS yang ikut hadir dan mengarahkan. Semua mendengarkan dengan sangat fokus tanpa celah, berharap keesokannya tidak akan ada drama yang merusak pameran dan penjualan majalah anak jurnalistik dan fotografi.
Rapat akhirnya selesai, semua anggota pun perlahan berpencar dan kembali mengurusi majalah di kelompok masing-masing. Rania sudah duduk di lingkaran kelompoknya, ia mencatat pendataan yang diperlukan seperti jumlah majalah yang sudah ada, jumlah majalah yang mengalami kerusakan, dan hal-hal yang dianggap perlu. Kerutan memenuhi dahinya, sampai Hasta mengambil duduk di sebelahnya dalam keadaan baju yang berantakan dan sedikit berkeringat karena baru saja membantu teman-temannya untuk memindahkan kardus majalah dari mobil.
"Aman, Ran?"
Rania menoleh sedikit, lalu mengangguk. "Aman." Tangannya bergerak mengambil air kemasan gelasan dari kardus minuman bersama pipetmya untuk diberikan kepada Hasta. Hasta berucap terimakasih, lalu meneguknya sampai habis. Laki-laki itu sangat kehausan.
"Udah selesai, guys. Tinggal besok nyusun aja di tempat yang udah disediain anak OSIS," ujar Alan percaya diri. Melihat kepercayaan diri dari ketua mereka, lantas membuat anggota kelompoknya menjadi optimis. Mereka turut merasakan euforia yang dirasakan oleh ketua. Namun tetap ada saja yang merusak perasaan optimis itu. Seperti yang dilakukan Pita sekarang.
"Biasanya sih, kalau di hari H acara gitu, pasti ada aja dramanya," celetuk Pita yang langsung membuat semua anggota kelompok memandangnya karena khawatir.
"Pita, lo jangan ngomong gitu dong!"
"Iya ih, ga asik banget!"
Sahut demi sahutan tidak suka diberikan kepada Pita yang malang. Perempuan itu buru-buru membela dirinya kalau dia mengatakan itu hanya untuk melepaskan kekhawatiran yang mengganggu di kepalanya. Tapi tetap saja, suasana seketika menjadi agak suram karena ulah Pita.
"Yaudah lah ya. Dibanding mikirin drama yang juga belum tentu bakal terjadi, mending kita sama-sama berdoa, semoga yang gitu-gitu gak terjadi. You know kan what I mean?" kata Aldo yang lumayan membangkitkan suasana.
Akhirnya setelah berbicang-bincang sedikit, mereka semua memutuskan untuk pulang ke rumah. Rania berjalan kembali ke kelas untuk memanggil Fania yang menungguinya mengurus masalah ekskul. Hari ini Fania tidak dijemput, jadi dia meminta tumpangan kepada teman sebangkunya itu. Hasta juga ikut dengan alasan menemani Rania yang sendirian. Tak masalah bagi Rania, karena sekolah sudah lumayan sepi juga. Walau Rania tidak takut, tapi kalau ada yang menemani, rasanya bagus juga.
"Fan, yuk," panggil Rania dari pintu kelas. Tidak disangka kelas masih lumayan ramai sore itu, selain karena beberapa diantara mereka adalah anak OSIS, ada juga mereka yang masih setia di kelas untuk sekedar bermain-main saja karena sengaja ingin pulang larut. Fania yang saat dipanggil sedang main hp sambil tidur telentang di kursi yang ia gabungkan, langsung buru-buru bangun dan berjalan mendekati Rania.
"Sori lama."
"Sans, gak kerasa juga karena gue sibuk main," jawab Fania dengan sedikit kekehan. Lalu mata perempuan itu berpindah ke Hasta yang ada di sebelah Rania, "Lo ngapain ngikut Rania?"
"Nemenin, sekolah udah sepi."
"Aduh, Hasta. Rania bukan anak kecil."
"Eh ada Hasta?" celetuk salah satu anak perempuan di kelasnya. Mendengar namanya dipanggil, Hasta jadi mengintip ke kelasnya karena pasalnya Hasta tersembunyi dibalik dinding kelas. "Kenapa?" tanya laki-laki itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dengan Dia
Teen FictionKamu adalah kisah romansa yang sangat manis untuk dikenang. Terimakasih ya dan jangan tunggu aku, berbahagialah demi dirimu sendiri. -Rania Putri published 2020 Cover by pinterest