"Perkenalkan nama saya Adam." Laki-laki itu tersenyum lebar menyapa teman-teman barunya yang ada di kelas itu.
Tidak terasa waktu cepat sekali terlewati. Baru tadi Adam memperkenalkan dirinya di depan kelas, sekarang ia sudah berada di kantin bersama segerombolan anak laki-laki di kelasnya. Mendapatkan teman baru bukan masalah besar bagi Adam, dia adalah tipe laki-laki yang pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
Dia adalah siswa pindahan dari Pekanbaru. Beberapa tahun yang lalu, ia sempat tinggal di Bandung bersama dengan neneknya. Sampai akhirnya neneknya pergi untuk selama-lamanya dan harus membuat Adam kembali ke Pekanbaru bersama orangtuanya. Kini ia pindah ke Jakarta karena ayahnya yang dipindah tugaskan.
"Kalau bahasa kotornya anak Riau gimana, Dam? Ajarin gua."
Adam tersenyum miring mendengarkan pertanyaan klise itu. Mempelajari bahasa kotor dari daerah lain memang selalu menjadi hal yang menarik bagi remaja seumurannya. Adam dengan percaya diri, menyuruh teman-teman yang satu meja di kantinnya mendekat. Dibisikkannya kata-kata kotor itu, lalu mereka dengan serempak tertawa terbahak-bahak.
"Anjing! Gila ni orang."
"Seksi juga bahasa kotornya."
"Seksi darimananya, bangsat!"
Remaja dan bahasa kotornya, pada zaman ini memang sulit untuk saling dilepaskan. Di satu sisi, menurut Adam ini krisis moral, tetapi di sisi lain, ia memaklumi karena begitulah cara anak muda zaman kini berkomunikasi. Candaan anak tongkrongan, kalau kata teman-temannya.
Bakso hadir di tengah mereka, khusus punya Adam yang isinya tanpa campuran apa-apa. Hanya kuah, mie bening, mie kuning, dan bakso. Khusus untuk campuran kecap dan takaran cabai, Adam lebih suka meraciknya sendiri. Adam memandang bakso itu dengan penuh minat, sampai otaknya memberi ide untuk tambah satu porsi lagi.
Baru saja Adam hendak memasukkan sendok pertamanya ke dalam mulut, sendok itu terlepas dari tangannya, bahkan kuah yang terdapat pada sendok itu menumpahi celana abu-abunya. Semua itu terjadi karena ada seorang perempuan yang jatuh dan menubruk kursi yang Adam duduki. Dibanding mengkhawatirkan keadaan Adam, justru perempuan yang terjatuh itu yang keadaannya lebih mengkhawatirkan.
Adam dan teman-teman semejanya itu langsung berdiri, sama-sama memberikan perhatian kepada seorang perempuan yang jatuh itu. Adam langsung berjongkok, berniat untuk membantu perempuan itu bangkit. Namun, masalahnya perempuan itu tidak bergerak sama sekali, ia pingsan rupanya.
"Rania!"
Adam melihat seorang perempuan langsung terduduk di lantai, mengangkat kepala perempuan yang pingsan itu ke atas pahanya. Matanya yang panik bertubrukan dengan mata Adam. Tiba-tiba semuanya bergerak lamban di mata Adam. Teman si perempuan yang pingsan meminta tolong kepada Adam yang otaknya tiba-tiba menjadi blank.
"Tolongin teman gue!"
Adam memandangi wajah si perempuan yang pingsan itu dalam diam. Ia benar-benar kebingungan sekarang. Terlalu mengejutkan sampai Adam jadi blank.
Semua orang mengerubungi lokasi mereka. Setelah Adam kembali mendapatkan akalnya, langsung saja Adam memberikan punggungnya, ia akan menggendong perempuan yang pingsan itu dengan punggungnya. Beberapa orang baik lainnya, membantu memposisikan tubuh perempuan itu agar dapat digendong di punggung Adam. Tidak perlu berlama-lama, Adam langsung berlari menuju uks disusul oleh teman si perempuan yang berlari lebih lamban di belakang.
Semua orang melihatnya. Hari itu satu semesta tau, Adam sudah menyelamatkan Rania, perempuan yang sama sekali tidak dikenalinya.
***
Rania membuka matanya perlahan. Pertama kali yang tertangkap di matanya adalah Fania yang sedang menungguinya di sebelah ranjang sambil memainkan hpnya. Perempuan itu tampak santai, bahkan sesekali ia memakan cemilan coklat yang terlihat masih ada tiga bungkus lagi.
"Fan, gue pingsan ya tadi?"
Fania melirik Rania, lalu mengangguk pelan. "Lo pingsan di kantin."
"Aduh, malu banget."
"Sesekali bikin malu gapapa. Nih, minum dulu." Fania menyodorkan segelas teh hangat yang sudah disiapkan anak PMR, setengah jam yang lalu. Rania masih dengan tubuh lemahnya, menerima teh itu dan meminumnya dengan pelan. Rania kira setelah ia pingsan, tubuhnya akan membaik. Ternyata tidak sama sekali, bahkan rasanya lebih parah.
"Lo harus pulang abis ini, Ran. Badan lo panas banget."
Rania berdecak. "Mana kuat gue bawa motor. Entar aja deh, waktu badan gue enakan baru gue pulang."
"Mintol siapa kek gitu, Ran! Lo mending di rumah aja istirahat atau dibawa ke rs sama orangtua lo!"
Rania terdiam. Iya ingin mengangguki saran Fania, tapi masalahnya siapa yang mau membantunya dalam keadaan seperti ini. Fania tidak bisa membawa kendaraan dan rasanya terlalu canggung untuk meminta tolong kepada teman sekelasnya. Rania segan.
Tidak lama kemudian, terdengar suara ketukan dari pintu uks. Fania pun bangkit dan mengintip sedikit dari balik tirai tempat Rania istirahat.
"Siapa Fan?"
Fania menoleh sebentar kepada Rania, sebelum kembali memandang orang yang baru saja datang. Kening perempuan itu berkerut. "Ngapain lo ke sini, Ta? Kan udah jam perlajaran."
Rania membelalakkan matanya. Jadi di depan ada Hasta?
"Boleh masuk?"
Fania mengangguk dan langsung membuka tirai ruangan Rania.
"Gue tadi ke wc, terus denger Rania pingsan. Jadi sekalian aja gue ke sini."
Fania menypitkan matanya sebentar sampai akhirnya ia menerima saja alasan dari Hasta. Pada detik itu juga, Fania membulatkan matanya karena sebuah ide terlintas di kepalanya. "Ta, lo bawa kendaraan apa hari ini?"
"Mobil."
"Kebetulan banget! Lo bisa anterin temen gue ini pulang ga? Kasian kalau disuruh pulang pake motor dalam keadaan kayak gini. Yang ada dia kecelakaan."
"Sekarang?" tanya Hasta.
Rania semakin membelalakkan matanya. Berkat Fania, Rania jadi sakit jantung sekarang. Kasian sekali jantungnya, selalu saja dibuat kerja keras karena kejutan-kejutan bar-bar yang dibuat oleh teman sebangkunya itu.
"Ga usah-ga usah! Gue bisa pake gojek aja."
"Gila lo! Enggak ya, Ran." Fania kembali ke Hasta dan bertanya, "Gimana, Ta? Lo bisa bantu?"
Hasta akhirnya mengangguk. "Yaudah, lo ambil tasnya Rania di kelas. Gue bakal minta surat izin ke guru piket."
Senyum lega Fania merekah, ia mengangkat jempolnya dan langsung berlari ke kelas sesuai dengan perintah Hasta.
"Ga-ga usah, gue jadi ga enak."
Hasta menggelengkan kepalanya cepat. "Maaf, karena gue sok ngide kemaren, lo jadi demam."
"Bukan salah lo, lagian gue juga mau. Asik tau." Rania terkekeh kecil, tapi tetap saja terdengar canggung.
Hasta jadi tersenyum karena kekehan Rania itu. terdengar sangat menyenangkan di telinga Hasta. "Yaudah, gue ambil surat izin lo dulu ya?"
Rania mengangguk dengan pelan.
Punggung Hasta menjauh dan alasannya adalah dirinya. Rania jadi malu, ia langsung menyembunyikan wajahnya dengan selimut uks itu saking malunya. It feels like there's butterflies in her stomach.
Panas banget gue, mungkin karena demam kali ya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Dengan Dia
Teen FictionKamu adalah kisah romansa yang sangat manis untuk dikenang. Terimakasih ya dan jangan tunggu aku, berbahagialah demi dirimu sendiri. -Rania Putri published 2020 Cover by pinterest