"Halo Keisha. Bukain pintunya dong." Aku terbangun dari tidurku saat mendengar nama orang yang memanggilku. Siapa yang datang?
Tak ada siapapun di posko selain aku. Hari ini agendanya membantu petugas puskesmas membagikan tablet tambah darah, dan ada juga yang memantau UMKM yang sudah mulai memperbaiki tatanannya. Ada yang ke sekolah untuk sosialisasi kesehatan. Selebihnya pergi ke kecamatan, rapat dengan para mahasiswa KKN lain untuk membicarakan acara yang hendak digelar sebelum masa KKN berakhir nanti.
Aku baru saja mendapat jadwal bulananku subuh tadi. Para cowok maklum karena kami selalu sakit perut saat hari pertama, makanya membolehkan absen satu hari. Edrea dan Syifa sebelumnya juga sudah pernah absen karena tamu bulanan mereka.
Perut dan pinggangku sangat nyeri. Bahkan untuk bangun saja rasanya sangat mager. Beginilah yang dihadapi perempuan setiap bulan.
"Keisha, kami tau loh kamu di dalam sendiri." Aku meremang tatkala mendengar nada bicara itu.
Sepertinya yang datang bukanlah salah satu teman kelompokku karena aku hafal suara mereka. Firasatku mengatakan kalau mereka adalah para pria yang aku temui saat rapat bersama karang taruna kemarin lusa.
Waktu itu kami mengadakan rapat setelah magrib. Janjinya hanya sampai waktu isya, tapi ternyata waktunya tak cukup sehingga semuanya berlangsung lebih lama. Padahal yang dibahas pun tak penting.
Saat makin malam, beberapa orang baru juga berdatangan. Saat itulah gelagat aneh mulai terlihat. Semenjak mereka datang, asap rokok mulai memenuhi ruangan yang membuat banyak orang tak nyaman, tapi tak ada yang berani ngomong. Belum lagi mereka membawa cemilan berupa kacang-kacangan yang mengotori lantai. Benar-benar seenaknya dan tak ada sopan santunnya sama sekali.
Apalagi ada tiga orang diantara mereka yang terus saja memperhatikan kami, para perempuan. Cara menatapnya itu bikin risih dan malam itu berakhir dengan aku memaksa Nathan agar mengusulkan para wanita boleh pulang duluan. Hanya Fabian dan Keano yang mengikuti acara sampai selesai.
"Keisha, kita cuma mau kenalan doang kok. Gak macem-macem." Ketukan pintu kembali terdengar berulang kali. Kenapa mereka bisa ke sini? Dan kenapa mereka bisa tau kalau hanya ada aku di dalam?
Dari suaranya, sepertinya mereka berdua. Satu suara terdengar lebih berat dan serak sementara satu lagi cenderung terdengar kalem. Tapi tetap saja nada bicara mereka itu bikin aku merinding.
"Keisha, ini pintunya mau dibuka baik-baik atau didobrak?" Aku mengerjap beberapa kali lalu tersadar kalau sepertinya saat ini aku sedang berada dalam bahaya karena kata-kata ancaman mulai keluar dari mulut mereka. Apa yang harus aku lakukan?
Tanganku yang sedikit gemetar bergegas mengambil hp. Kalau sudah begini, sepertinya keberadaanku akan terancam. Jika mereka bisa masuk, aku tak yakin bisa melawan mereka karena mereka berdua. Apalagi tubuhku sedang lemas sekarang. Aku tak tau apa yang akan terjadi pada diriku jika mereka berhasil masuk.
Sebelum menghubungi salah satu temanku, aku kembali mengingat-ingat siapa yang pergi tidak jauh dari sini hingga bisa kembali ke posko dalam waktu dekat. Sepertinya Nathan. Aku bersegera mencari nomornya dan mengiriminya pesan.
Nathan, lo masih lama?
Aku menunggu balasan Nathan dengan gelisah. Untungnya pesanku cepat terkirim karena jaringan sepertinya sedang bagus. Sembari menunggu balasan, mulutku terus berkomat-kamit mengucapkan mantra. Semoga saja dia cepat membalas.
Bukan balasan yang aku terima, tapi sebuah telepon dari Langit. Tanpa basa-basi aku segera menarik tombol hijau itu keatas.
"Senja, lo kenapa? Ada masalah? Perut lo sakit? Mau gue cariin obat?" Aku menggigit jariku dengan cemas. Bagaimana cara mengatakannya pada Langit?
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Senja (Update Setelah Revisi)
ChickLitKita bertemu dikala senja. Kita juga berpisah dikala senja. Padahal yang aku tau langit dan senja tak akan terpisahkan, karena setiap hari mereka selalu bersama. Meskipun hanya sesaat. Sama seperti langit dan senja yang hanya bertemu sesaat, begitu...