"Kan udah dibilang tungguin hujannya reda dikit." omelku ketika menemukan Langit yang baru saja masuk ke dalam apartemen dengan kondisi tanpa menggunakan alas kaki.
Langit memang memakai jaket dan mengenakan jas hujan, tapi tetap saja dinginnya akan terasa. Apalagi hujan turun dengan sangat deras. Bahkan celana bagian bawahnya tampak sedikit basah. Sepertinya terkena cipratan air.
Dengan sedikit berlari, aku beranjak ke kamar mandi dan mengambilkan handuk untuk Langit. Tatkala kembali ke dapur, aku mendapati Langit tengah menaruh helm di samping kompor yang menyala. Bukannya menghangatkan diri, ia malah memikirkan helm. Jadi helm lebih penting?
Tak cukup kah ia menjaga sepatunya agar tidak basah dan memilih untuk berjalan dengan kaki telanjang, yang bisa saja membuat kakinya terluka? Sekarang ia malah memproritaskan helm. Jangan-jangan tadi ia melindungi motornya dengan jas hujan, alih-alih menjaga dirinya sendiri. Patut dicurigai sih ini.
Handuk yang berukuran cukup lebar langsung kubalutkan ke tubuh Langit karena ia tak kunjung mengambilnya, padahal sudah aku sodorkan. Bibir yang sudah mulai pucat karena kedinginan itu tampak bergerak karena ia tengah bernyanyi kecil. Sejak pagi tadi ia sudah tidak enak badan dan hanya rebahan sampai siang, tapi setelah zuhur ia tetap bersikukuh untuk pergi ke kampus. Beginilah jadinya sekarang.
Langit terlalu keras kepala sehingga ia susah sekali untuk dilarang. Masih ada hari esok, namun ia tetap memaksakan diri. Tak kusangka ia berakhir disapa hujan, padahal tadi cukup terik.
"Mau diangetin air gak buat mandi? Biar gak terlalu dingin." Langit tak memberi kabar kalau ia akan pulang. Maka dari itu aku belum menyiapkan air panas untuknya.
"Gak usah. Gak papa kok. Nanggung. Langsung mandi aja." ucapnya sambil beranjak ke kamar mandi. Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuannya.
Tadi sebenarnya Langit hanya pamit sebentar untuk ke kampus. Ia mengatakan kalau ia akan singgah ke bengkel untuk mengecek keadaan. Kemudian hujan turun dengan deras, membuat ia tak bisa pulang tepat waktu.
Aku sudah menahan Langit agar tidak pulang sebelum hujan reda. Bukan hanya akan berakhir kedinginan, tapi karena berbahaya juga. Jalanan licin serta jarak pandang yang terbatas akan mengganggu perjalanannya. Biarlah ia terlambat daripada aku harus khawatir menunggunya.
Tapi bukannya menuruti laranganku, Langit tetap pulang menerobos derasnya air hujan. Meskipun memang sudah hampir dua jam ia menunggu hujan yang tak kunjung berhenti, tapi jika ia bersabar sedikit maka pasti ia akan baik-baik saja ketika sampai apartemen. Ia memang tidak sabaran.
Kakiku kembali melangkah ke arah meja dapur untuk mengecek sup daging yang sengaja aku buat untuk makan malam kami. Makanan ini sangat cocok dengan kondisi sekarang. Untung saja aku cepat masak tadi. Jika tidak, mungkin tak ada makanan yang bisa dijadikan pengganjal perut Langit yang keroncongan.
Tak butuh waktu lama bagi Langit untuk menyelesaikan ritual mandinya. Melihat ia sudah memakai pakaian rumah, aku langsung menata peralatan makan di atas meja.
Sejak datang ke sini, aku dan Langit tak pernah makan di meja makan. Kami selalu makan di ruang tamu karena bisa sambil nonton. Malah biasanya meja ini aku gunakan sebagai tempat menyiapkan bahan-bahan makanan. Untungnya tetap berguna.
"Dingin. Pakai ini." Sebuah jaket Langit taruh di bahuku. Namun jaket itu kembali jatuh karena aku masih bergerak untuk menyiapkan makanan. "Senja, pakai dulu." Beginilah sikap Langit ketika apa yang ia katakan tidak terpenuhi dengan segera.
"Bentar, nanggung." Hanya tersisa minuman untuk Langit yaitu wedang jahe, yang sengaja aku buat demi menghangatkan tubuhnya.
Tanpa diminta, Langit langsung bertindak untuk memindahkan beberapa makanan serta peralatan makan yang sudah aku siapkan di meja ke ruang tamu. Seperti inilah kami sehari-hari, saling membantu. Berkat bantuan Langit, pekerjaanku terasa sangat ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Senja (Update Setelah Revisi)
Chick-LitKita bertemu dikala senja. Kita juga berpisah dikala senja. Padahal yang aku tau langit dan senja tak akan terpisahkan, karena setiap hari mereka selalu bersama. Meskipun hanya sesaat. Sama seperti langit dan senja yang hanya bertemu sesaat, begitu...