✨18. Kencan Beneran✨

1.5K 277 35
                                    

"Kumpul lagi di sini sebelum jam 12. Habis itu kita langsung berangkat ke bandara." Pituah Fabian membuat satu persatu manusia yang awalnya berdiri di dekatnya mulai menyingkir.

Rencana ingin refreshing sebentar ke pantai akhirnya benar-benar terlaksana. Pagi tadi kami sudah sangat bersemangat hendak berangkat karena semakin cepat kami pergi maka semakin lama pula waktu yang akan kami habiskan di sini.

Aku melirik Langit yang juga bergerak menjauh, tanpa sedikitpun menoleh padaku. Reaksiku malam itu membuat sikapnya berubah. Walaupun aku hanya diam tanpa membalas pesannya, tapi dia sudah mulai menjaga jarak denganku.

Tak ada lagi Langit yang perhatian padaku. Tak ada pula ia yang senantiasa menemaniku ke kamar mandi saat malam sudah datang. Untungnya ada Nathan. Dia sepertinya paham ada sesuatu yang terjadi antara aku dan Langit. Makanya ia tak protes saat aku memintanya untuk menemaniku.

Nathan sudah berlarian dengan Liana, beradu cepat siapa yang lebih dulu sampai di tempat penyewaan ATV. Mereka sejak tadi sudah berencana untuk mengelilingi pantai dengan kendaraan itu. Pasti akan menyenangkan.

Aku tak ikut dengan mereka dan memilih arah yang berlawanan dengan Langit. Hari ini untuk pertama kalinya aku memiliki kesempatan untuk sendiri, benar-benar seorang diri.

Malam itu, saat aku mengetahui fakta bahwa Langit pernah melamarku, aku menangis dalam diam. Air mataku mengalir dengan deras, namun aku tak bersuara sedikitpun. Hatiku sakit saat tau kalau aku pernah menyakitinya tanpa aku sadari.

Bagaimana bisa setelah putus denganku ia berniat melamarku? Bahkan saat itu kami masih SMA. Apa itu artinya dia sejak awal sudah berniat memperbaiki hubungan denganku namun aku malah menolaknya mentah-mentah tanpa sempat bertanya pada Ibu dan Ayah? Rasa bersalah kembali memenuhi relung hatiku. Tak cukup aku menghancurkan hatinya saat mengucap kata putus, namun aku kembali menolaknya.

Bertahun-tahun ia menungguku dengan terus memperhatikanku dari jauh. Saat ia punya kesempatan untuk menunjukkan keseriusannya, aku bahkan tak mampu memberikan jawaban yang menyenangkan hatinya.

Selama ini aku bersikap seolah-olah tak butuh dirinya. Nyatanya aku hanya membohongi perasaanku sendiri. Perasaanku untuknya masih sama, tak berubah sedikitpun. Aku yang tak mau mengakuinya. Aku yang tidak mau jujur padanya karena aku tak tau bagaimana cara mengatakannya.

Bibirku terasa kelu saat hendak mengatakan isi hatiku. Belum lagi denyut jantung yang tak mampu aku kontrol. Berhadapan dengannya setelah tau semua fakta ini membuat rasa gugup itu semakin menjadi-jadi. Bahkan rasanya lebih parah dibandingkan dulu, saat ia memintaku untuk menjadi kekasihnya.

Perubahan sikapnya membuat rasa bersalah itu semakin besar. Aku bahkan terlalu malu untuk mengatakan apapun dan memilih untuk diam hingga sekarang. Pengecut, itulah julukan yang tepat untukku.

Aku bodoh, sangat bodoh. Aku telah menyia-nyiakan orang yang begitu menyayangiku hanya gara-gara sulit untuk mengutarakan isi hatiku. Bagaimana jika dia pergi dan meninggalkanku? Seperti dulu. Aku bahkan tak mampu hanya sekedar membayangkannya. Apalagi jika hal itu menjadi benar-benar nyata. Apa yang akan aku lakukan seandainya dia tak lagi tampak olehku? Seperti dulu.

Pantatku berhasil mendarat di bebatuan yang berada di tepi pantai. Mataku menatap lurus kearah laut biru yang tampak indah. Angin bertiup sangat kencang, namun tak menghalangi panasnya sinar matahari yang mengenai kepalaku. Tak salah kami datang hari ini, cuaca sangat bagus apalagi belum terlalu terik.

Aku melipat lututku dan memeluknya sambil menikmati hembusan angin yang membuat rambutku beterbangan. Hatiku biasanya selalu damai tatkala berjumpa dengan laut, tapi sekarang tidak lagi. Terlalu banyak yang mengganggu pikiranku hingga untuk berhenti sesaat saja aku tak mampu.

Langit Senja (Update Setelah Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang