✨28. Banyak yang Berubah✨

1K 167 8
                                    

Senyum kembali terbit di bibirku ketika aku melihat wajahku di cermin. Meskipun make up yang aku gunakan sudah terhapus sempurna, tapi bayangan diriku menggunakan kebaya dan dirias untuk acara akad nikah tadi sore masih teringat jelas olehku.

Kalimat singkat yang sarat akan makna telah diucapkan Langit setelah waktu ashar berhasil mengubah beberapa hal hanya dalam waktu sekejap. Antara percaya dan tidak, akad nikah tetap berlangsung sesuai rencana. Meskipun sempat terancam karena keraguanku, namun setelah itu semuanya perlahan membaik.

Benar kata orang. Tak selamanya pertengkaran itu menghasilkan sebuah perpisahan. Kadangkala perdebatan sengit antara dua kepala justru membuat kita makin memahami dan mengerti satu sama lain. Hal itulah yang terjadi antara aku dan Langit.

Semenjak kejadian itu, aku berusaha untuk mengubah cara pandangku terhadap dirinya. Tak aku biarkan emosi mengambil alih diriku lebih dulu karena aku mulai menerapkan hitung mundur dalam pikiranku sendiri. Sejauh ini cara tersebut cukup mampu untuk mengontrol diriku.

Waktu berjalan lebih cepat dari biasanya hingga hari yang ditunggu ini tiba. Persiapan tak luput dari pantauan kami meskipun harus diselingi dengan agenda ke kampus karena kami masih mahasiswa. Efek menyewa jasa WO makanya kami bisa lebih santai.

Derit pintu terbuka membuatku menoleh. Namun setelah itu aku segera memutar kepalaku kembali menghadap ke cermin. Ku hembuskan nafas panjang sembari menenangkan diriku yang mulai grogi.

Langit baru saja masuk ke kamar setelah selesai berbicara dengan saudaraku hingga larut malam. Sudah lumayan lama aku menunggunya, tapi ia baru kembali ke kamar ketika waktu satu jam lagi menunjukkan perubahan hari. Padahal besok kami akan mengadakan resepsi, namun hari ini ia malah begadang.

Melalui cermin, aku bisa melihat Langit berjalan mendekatiku. Ia berdiri di belakangku seraya menatap bayanganku di dalam cermin. Tak ada yang ia lakukan, hanya diam dengan mata yang tak terputus memandangku. Berulang kali aku mengalihkan tatapan ke arah lain, tapi itu tak bisa membuat matanya ikut berpaling dariku.

Lebih dari seminggu kami tak bertemu. Anjuran dari orang tua tetap kami laksanakan, yaitu menjalani masa pingitan. Selama masa tersebut, aku benar-benar di rumah. Aku juga vakum sementara dari kegiatanku menemui dosen pembimbing karena dalam waktu dekat aku akan menyusul Langit menjalani seminar proposal.

Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Langit tak hanya sekedar teman dan sahabat bagiku, tapi juga suamiku. Sejujurnya berada dalam kamar yang sama membuatku sedikit canggung, makanya aku jadi gugup. Meskipun kami sering berduaan, tapi tak pernah di ruang sempit seperti ini.

"Kenapa liatin gue kayak gitu?" Ku beranikan diri untuk bertanya. Namun bukan jawaban yang aku dapat, melainkan sebuah usapan di kepalaku.

Sebuah senyum nampak di wajahnya sebelum ia bergerak menuju ranjang sambil melepas jam tangan yang ia kenakan. Jam tangan itu kemudian ditaruh di atas nakas lalu ia duduk di atas kasur.

Kamar yang semula sepi, telah diubah menjadi kamar pengantin yang dihias sedemikian rupa sehingga tampak lebih indah. Ada banyak bunga artificial yang membuat kamar ini lebih hidup. Sebenarnya ada satu lagi, yaitu kelopak bunga mawar yang ditaruh di atas kasur. Tapi aku sudah membersihkannya tadi. Karena tak mungkin aku bisa tidur nyenyak di atas bunga-bunga itu.

Aku kira Langit akan mengubah kebiasannya menatapku, tapi ternyata tidak. Buktinya kedua netra itu kembali mengarah padaku. Diperhatikan dengan tatapan teduh itu membuatku salah tingkah. Tapi aku berusaha menutupi hal itu karena hanya akan membuat kami semakin canggung.

Rambutku yang telah selesai aku sisir lantas aku ikat agar tidak kegerahan. Meskipun AC hidup, tapi aku tak merasa kedinginan. Rasa kagok ini membuatku gugup hingga merasa kepanasan.

Langit Senja (Update Setelah Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang