✨5. Dia Langit✨

2K 316 7
                                    

Satu tahun dekat, dan hampir satu tahun juga merajut cinta. Jujur, saat pacaran itu lebih banyak bertengkar daripada bermesraan. Itulah gambaran singkat untuk menjelaskan hubunganku dengan Langit dulu. Tak ada panggilan sayang seperti layaknya orang pacaran. Sungguh.

Boro-boro mengganti sebutan gue-elo menjadi aku-kamu, selama pacaran saja kami merasa seperti awal kenal. Berdebat hal yang tidak penting setiap saat, saling menghujat, meledek, dan mentertawakan, kadang saling main tangan juga. Eits tapi gak sampai luka-luka juga, pukul gemes gitu istilahnya. Intinya gak ada manis-manisnya. Eh ada deng, coklat doang yang manis.

Memang begitulah dia. Langit tidak memperlakukan seseorang begitu istimewa hingga membuat orang tersebut melambung tinggi. Perhatiannya yang kadang ditunjukkan dengan nada jutek, kesal, sekaligus marah itu kadang menjadi ciri khas tersendiri. Tapi aku suka.

Entah kenapa saat memberikan coklat tadi malam, ia berubah menjadi sangat manis. Berbeda dengan dulu. Setiap aku mengomelinya, tiba-tiba saja ia memasukkan coklat itu ke mulutku tanpa membuka bungkusnya. Kadang malah melemparnya dengan tidak sopan.

Bagiku, dia adalah Langit. Baginya, aku adalah Senja. Kami memanggil dengan nama tengah masing-masing yang kebetulan keduanya terdengar sangat indah, dan ya mungkin bisa dibilang panggilan kesayangan juga karena tak ada orang lain yang menggunakannya. Hanya kami berdua.

Setelah kejadian kemarin, dia kembali lagi menjadi seorang Langit yang aku kenal. Wajah dingin dan kaku itu masih bertahan di wajahnya, namun ditambahkan oleh wajah lain, yaitu jahil. Buktinya pagi ini aku dan dia dapat jatah awal membersihkan posko. Tapi dia enggan untuk membantuku mengembalikan barang-barang yang berserakan dan menaruhnya ke tempatnya semula.

Oke, mungkin dia yang akan menyapu nanti. Begitu pikirku awalnya. Tapi ternyata itu hanya khayalanku saja. Memang dia yang mengambil sapu, tapi dia malah memberikannya padaku. Aku cuma bisa menatapnya bengong.

Karena aku tak kunjung mengambil sapu itu, ia melepasnya begitu saja hingga sapu itu jatuh tepat di kepalaku. Langit mulai menampakkan taringnya. Sudah kubilang dia itu gak ada manis-manisnya. Bawaannya ngajak ribut mulu.

Pagi ini dimulai dengan sarapan nasi goreng yang dibuat oleh Fabian, dengan bantuan Rasya. Masakan Fabian kuakui sangat enak. Entah karena akunya yang lapar atau karena benar-benar enak.

Kami makan tiga kali sehari, itu artinya masak juga tiga kali sehari. Kecuali kalau masaknya memang sengaja dilebihkan untuk makan selanjutnya. Tapi sejauh ini karena kami jumlahnya lumayan banyak, jadinya sekali masak memang buat sekali makan.

Pengecualian untuk memasak nasi. Hanya Fabian yang bisa, karena memasak bukan menggunakan rice cooker, tapi dandang berukuran besar. Hanya dia yang benar-benar paham tata cara memasak nasi seperti apa. Dia memiliki tanggung jawab yang sangat berat di sini. Tak hanya sebagai pemimpin kelompok, tapi juga imam saat kami melaksanakan ibadah. Fabian ini seperti suami idaman.

Untuk tugas mencuci piring, dilakukan setiap setelah makan. Karena jumlah peralatan makan dan memasak terbatas. Itu artinya jatah nyuci piring sama dengan jatah memasak, tiga kali sehari.

Sementara untuk membersihkan rumah wajibnya hanya sekali sehari. Yaitu saat pagi hari. Namun jika posko sudah tak berbentuk di sore hari, mau gak mau harus dibersihkan juga. Kalau boleh memilih, tentu saja lebih asik membersihkan posko.

Hari ini kami dibagi menjadi beberapa kelompok, ada yang ke SD, SMP, SMA, puskesmas serta memantau usaha milik masyarakat, atau disebut juga UMKM. Aku dan Nathan sebagai mahasiswa fakultas ekonomi, kami akan mengunjungi UMKM yang ada di desa ini yang itupun nyarinya susah. Letaknya searah dengan yang akan ditempuh oleh teman-teman yang hendak pergi ke SD, yaitu Langit dan Edrea.

Langit Senja (Update Setelah Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang