"Gue janji gak akan ninggalin lo, apapun yang terjadi." Sebuah pesan suara kembali dikirimkan oleh Langit. Kali ini bukan suaraku, melainkan suara dirinya.
Flashback on
"Ke UKS mulu." dumalku ketika menemukan Langit yang lagi-lagi berkunjung ke UKS, entah apa tujuannya.
Langit adalah pasien tetap di UKS sejak aku mulai piket di sini. Ia seakan tau jadwal kapan aku bertugas. Bahkan kali ini ketika guruku tak datang dan kelasku kebagian jatah jam kosong hingga membuatku hijrah ke UKS, pria ini pun datang.
Hari ini aku bersama seorang senior sama-sama sedang piket di UKS. Aku sedang membereskan beberapa peralatan kesehatan sementara ia sedang tidur di salah satu ranjang yang sengaja ia tutup dengan tirai. Ada seorang siswa yang juga sedang tidur di salah satu kasur karena ia habis meminta obat demam tadi. Sekarang totalnya ada empat orang yang berada di UKS karena kedatangan Langit.
"Obat yang bikin rajin belajar ada?" Bahkan tanpa disuruh, ia lebih dulu mengistirahatkan tubuhnya di salah satu ranjang yang posisinya berada di dekatku. Jika banyak siswa yang seperti dirinya, maka kami akan kehabisan stok ranjang kosong di UKS.
"Ada, mau?" Ia mengangguk.
Aku melangkah cepat menuju ranjangnya dan mendaratkan sebuah sentilan di keningnya hingga ia meringis. Obat malas hanya satu, menyadarkan diri sendiri. Karena rasa malas justru diciptakan oleh diri kita sendiri.
"Kalau sekali belum ampuh, harusnya.." Ia lebih dulu bergerak menjauh sebelum aku menjentik jidatnya kembali. Kapok kan?
"Bikin makin malas kalau kayak gini." omelnya seraya memegangi bekas kekerasan yang aku perbuat
"Itu buat bangunin elo dari rasa malas." Aku kembali ke tempat tadi dan melanjutkan pekerjaanku yang tertunda karena ulahnya. Sesekali mataku masih memperhatikan gerak-geriknya untuk mengantisipasi kejahilan yang mungkin saja ia lakukan.
Langit kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi menghadap ke arah loteng. Sebelah tangannya sengaja ia jadikan penopang untuk kepalanya. Kenapa dia mendadak diam?
Kadang aku heran setiap melihat ia di UKS. Ia sering mengatakan kalau ia ingin numpang istirahat, namun ia tak pernah benar-benar beristirahat. Malah aku merasa kalau setiap ke UKS, ia seperti orang yang mengalami pergolakan batin. Terlalu banyak yang ia pikirkan hingga untuk beristirahat saja ia tak bisa.
"Langit, mau cerita sama gue?" Ia melirikku sebentar lalu tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.
Aku sering menanyakan hal yang sama, namun jawabannya tak kunjung berubah hingga sekarang. Seringkali ia mendadak bermenung ketika usai berceloteh panjang. Entah apa yang terlintas di pikirannya hingga membuatnya tiba-tiba termenung.
"Asam lambung gue naik lagi." Ternyata dia ke UKS kali ini memang karena sedang sakit.
Aku mengambil obat yang biasanya ia minum jika asam lambungnya naik. Kebiasaannya belum juga ia perbaiki, padahal penyakitnya tak akan kambuh jika ia lebih peduli pada dirinya sendiri. Makanya jadi seperti ini lagi.
"Minum kopi lagi?" Seperti beberapa hari lalu, ia mendadak ingin minum kopi. Alhasil penyakitnya kambuh dan membuat aku khawatir.
"Gak."
"Gak ada sarapan?" Di mana ada akibat, pasti ada sebab.
"Iya."
"Udah dibilangin tetep aja keras kepala. Usahain makan tepat waktu kalau gak mau asam lambungnya naik." Ia menegakkan badannya ketika aku menyodorkan obat beserta air minum. Tak menunggu lama, ia menelan obat itu dengan bantuan air. "Dibawa tidur, nanti gue bangunin kalau udah waktunya makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Senja (Update Setelah Revisi)
Literatura FemininaKita bertemu dikala senja. Kita juga berpisah dikala senja. Padahal yang aku tau langit dan senja tak akan terpisahkan, karena setiap hari mereka selalu bersama. Meskipun hanya sesaat. Sama seperti langit dan senja yang hanya bertemu sesaat, begitu...