"Keisha sama Edrea aja gimana? Yang satunya ngatur uang, terus yang satunya lagi ngatur belanjaan. Lagian perginya juga naik mobil, aman lah berdua. Ada sopirnya juga lagian." Ujar Keano. Semuanya tampak setuju saja tanpa ada yang protes.
Hari ini kami berencana untuk membeli beras dan kebutuhan pokok yang mulai habis lagi. Maklum sih ya, yang makan bukan hanya satu orang. Namun kali ini bukan ke pasar, tapi ke minimarket.
Membelinya tentu saja harus disesuaikan dengan kebutuhan karena kurang lebih hanya lima belas hari lagi kami di sini. Dua per tiga waktu sudah berhasil kami lalui.
Kebetulan ada salah satu warga desa yang menawarkan tumpangan. Beliau biasanya sering keluar desa untuk mengantarkan pesanan sayur-sayuran dan buah-buahan ke minimarket itu juga.
Untungnya ada orang baik sih, kalau tidak maka kami terpaksa harus membeli yang dekat sini saja. Itupun harganya sedikit lebih mahal. Minimarket yang hendak kami tuju ini termasuk yang murah. Itupun atas saran dari warga di sini.
Sesuai rencana awal, aku dan Edrea yang pergi dengan menumpang mobil bak milik salah satu warga, Pak Midu namanya. Beliau ini salah satu petani yang lumayan sukses di sini. Kami belajar banyak darinya dalam hal mengelola tanaman.
Biasanya Beliau mengantarkan pesanan minimarket ini setelah ashar, seperti saat sekarang ini. Karena biasanya saat sore, minimarket ini sepi dari pembeli. Sementara saat magrib, mereka sudah tutup.
Mirip dengan supermarket di kota, bahan-bahan yang di sini tersedia dengan lengkap. Bedanya di sini gak ada AC, makanya harganya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan di kota.
Satu per satu kebutuhan yang sudah di list kami masukkan ke dalam troli. Kopi, gula, minyak goreng, dan masih banyak lagi. Sementara urusan beras, tinggal memesan di dekat kasir saja sehingga tak perlu susah membawanya.
Kalau kami ke pasar, membawanya lebih susah karena hanya bermodalkan motor. Oleh karena itu, mumpung ada yang menawarkan, kami setuju saja.
Pak Midu masih memperhatikan karyawan minimarket membongkar sayur-sayuran beserta buah-buahan yang ada di dalam mobilnya. Bak mobil itu sangat penuh tadi, sekarang isinya sudah mulai berkurang banyak.
Saat telah menyelesaikan kegiatan berbelanja, kami masih harus menunggu pembongkaran isi bak mobil Pak Midu selesai. Supaya setelah itu kami bisa menaruh barang-barang yang kami beli di sana.
"Menurut lo Atha itu gimana orangnya Kei?" Aku mengerutkan dahi bingung tatkala mendengar pertanyaan Edrea. Ini pertama kalinya ia membahas tentang Langit padaku.
Edrea dan Syifa bukan termasuk orang yang akrab denganku di posko. Malah aku lebih akrab dengan Nathan dan Fabian jika dibandingkan dengan mereka. Efek tidak satu server ya begitu.
"Baik." Sahutku singkat. Tapi tampaknya Edrea tak puas dengan jawabanku. Sebentar lagi pasti akan keluar pertanyaan baru dari mulutnya.
"Baik doang?" Nada bicaranya sudah agak sedikit berbeda. Ada kekesalan di sana.
"Setia kawan juga. Lebih banyak diam." Walaupun kadang saat bersamaku ia cenderung agak bawel.
"Gue iri sama lo. Gue pengen juga deket sama dia. Tapi dia kayak menghindar dari gue." Aku tak bisa merespon apapun terkait hal ini. Menghindar atau tidak, itu urusan Langit. Pilihan ada di tangannya, bukan di tanganku. "Eh iya Kei, lo gak mau ke toilet dulu? Mumpung ada." Ide bagus juga sih. Inilah caraku untuk menghindar dari pertanyannya yang tak mampu aku jawab.
"Gak papa emangnya?" Edrea mengangguk. Tadi ia juga sempat ke toilet yang berada di samping minimarket.
"Sini tas lo, biar gue pegangin. Di sana gak ada tempat buat naruh tas." Aku membuka tasku dan menyerahkannya padanya. Kemudian beranjak ke toilet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Senja (Update Setelah Revisi)
Literatura FemininaKita bertemu dikala senja. Kita juga berpisah dikala senja. Padahal yang aku tau langit dan senja tak akan terpisahkan, karena setiap hari mereka selalu bersama. Meskipun hanya sesaat. Sama seperti langit dan senja yang hanya bertemu sesaat, begitu...