Aku tak kunjung mendapatkan jawaban dari pertanyaanku karena Ayah dan Ibu menolak menjelaskan panjang lebar melalui telefon. Nanti saat aku pulang, mereka akan menceritakan semuanya. Alhasil perihal lamaran itu masih saja menggangguku.
Langit tak pernah membahas hal ini padaku. Namun mendadak saja Bunda datang ke rumah untuk melamarku. Apa ini semua rencana Bunda tanpa sepengetahuan Langit?
Seperti yang Bunda katakan, Bunda akan melakukan apapun asalkan Langit bahagia. Apa begini caranya?
Kalau Langit yang meminta, kenapa ia bersikap biasa saja seakan tak ada yang terjadi? Aku makin bingung dibuatnya.
Tak ada yang menjelaskan padaku, hingga kepalaku hanya dipenuhi spekulasi-spekulasi yang tak mampu aku hindarkan. Banyak hal yang masih menjadi ketidakjelasan, sehingga tanda tanya itu masih tertulis sangat besar.
"Tarik dikit lagi." Suara teriakan itu kembali terdengar dari seberang.
Dari kemarin hingga tadi pagi, hujan turun sangat lebat dan membuat sebuah pohon tumbang di dekat sungai yang airnya lumayan deras. Karena ukuran sungai tersebut tak terlalu besar, pohon tumbang itu membuat laju air tak lancar. Maka dari itu Pak RT meminta bantuan para pria ini untuk memindahkan batang kayu yang roboh itu.
Ukuran kayunya lumayan besar, sudah pasti. Karena kayu itu mampu menganggu jalannya arus sungai. Sehingga pohon itu harus dipotong dulu baru dipindahkan.
Sekarang hanya menyisakan potongan terakhir. Cuaca saat ini masih mendung, karena matahari sejak tadi enggan untuk menampakkan wajahnya.
Suasana sudah menjelang sore. Esok hari adalah hari terakhir kami menjalani KKN. Meskipun kami masih punya beberapa hari lagi untuk beres-beres. Namun secara resminya, besok adalah penutup rangkaian acara ini.
Laju air sungai sudah lumayan lancar saat potongan terakhir berhasil diangkat. Sekarang airnya sangat jernih, berbeda halnya dengan saat hujan, airnya berubah menjadi keruh.
"Seru banget nih kalau berenang di bawah air terjun. Mumpung bentar lagi masa KKN berakhir." Teriak Liana yang membuat para pria itu menoleh pada aku dan Liana yang duduk di bagian yang lebih tinggi, tepat di atas pematang sawah.
Mereka tampak saling melemparkan pendapat. Tak lama, Pak RT dan satu orang Bapak lain pamit pulang. Sementara teman-temanku itu mulai beranjak dari tempatnya mereka.
"Gue pengen ikut juga deh." Edrea berdiri dengan semangat tatkala melihat para pria itu bergerak menuju air terjun. Diikuti oleh Syifa di belakangnya.
Baru hari ini mereka mau diajak ke sawah. Biasanya mereka main aman saja. Tapi ternyata mengajak mereka merupakan mimpi buruk karena di sepanjang jalan terus saja berkomentar. Jalanannya becek dan licin, terlalu banyak rumput hingga susah jalan, dan berteriak setiap melihat binatang ataupun serangga. Namanya juga di sawah. Sudah pasti begini keadaannya.
Aku mengikuti langkah Liana dan berjalan di posisi paling belakang. Para pria itu sudah menenggelamkan tubuh mereka tepat di bawah air terjun kecil. Nanggung juga basah-basahan memindahkan pohon tadi, lebih baik langsung mandi saja bukan?
Mereka tampak girang. Dari jauh saja aku sudah bisa tau bagaimana bahagianya mereka, bermain layaknya bocah. Biasanya saat sore, banyak anak-anak yang juga berenang di area ini. Namun karena hawanya sangat dingin, mereka tak datang.
Syifa dan Edrea mulai melepas jaket yang mereka kenakan lalu masuk ke dalam air hingga hanya menampakkan tubuh bagian atas mereka. Liana yang tak kalah semangat pun bergegas turun dan membasahi tubuhnya. Tentu saja mereka tak mungkin bergabung dengan para pria, bisa-bisa warga pada heboh.
![](https://img.wattpad.com/cover/256138804-288-k437296.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Senja (Update Setelah Revisi)
ChickLitKita bertemu dikala senja. Kita juga berpisah dikala senja. Padahal yang aku tau langit dan senja tak akan terpisahkan, karena setiap hari mereka selalu bersama. Meskipun hanya sesaat. Sama seperti langit dan senja yang hanya bertemu sesaat, begitu...