"Senja, jangan kebanyakan bengong. Kesambet nanti." Aku terperanjat kaget mendengar interupsi dari Langit, lalu kembali melanjutkan kegiatanku yang tertunda. Satu per satu bawang aku kupas hingga menyisakan lapisan yang bersih.
Setelah menangis kemarin, akhirnya aku menelfon Ibu dan mengatakan kalau aku ingin pulang. Ibu tentu saja melarang keras. Kalau aku pulang, itu artinya aku harus mengulang KKN tahun depan. Maka semakin lama aku lulus.
Ayah jatuh di kamar mandi dengan kepala terbentur ke dinding. Itu terjadi karena lantai kamar mandi sangat licin. Kata Ibu, Ayah baik-baik saja. Tapi aku tetap khawatir sehingga menyuruh supaya Ayah diperiksa lebih lanjut. Untungnya tidak ada yang serius, begitu kata dokter.
Tapi aku tetap saja khawatir karena tak tau bagaimana keadaan Ayah yang sebenarnya. Pikiranku ini selalu dipenuhi banyak kemungkinan. Aku takut terjadi sesuatu saat aku tak ada di samping Ayah. Aku takut menyesal nantinya.
"Senja, lo nangis?" Aku mengerjap pelan menghilangkan air di mata yang telah terkumpul di kedua netraku.
"Iya, perih mata gue gara-gara bawang." Bohong besar. Nyatanya aku menangis karena kembali teringat Ayah.
Aku mengusap kedua mataku dengan lengan bajuku. Padahal aku sedang malas bergerak tapi aku juga tak bisa mangkir dari tanggung jawabku. Apalagi hari ini jatahku memasak. Tadi saja saat masak untuk sarapan sudah malas, sekarang makin malas lagi.
Beberapa orang keluar seakan menyambut seseorang yang baru saja datang. Entah siapa, aku pun tak peduli dan memilih untuk melanjutkan pekerjaanku.
"Atha, ada yang nyariin noh." Ucap Keano seraya menyembulkan kepalanya sebelum kembali masuk ke dalam posko. Orang itu mencari Langit? Siapa?
"Gue ke depan dulu ya." Pamitnya padaku.
Karena penasaran, aku pun mengikuti Langit menuju ke halaman depan. Tampak sebuah mobil mewah terparkir di depan posko. Selama di sini, aku tak pernah melihat mobil ini. Siapa yang menemui Langit? Sudah pasti bukan orang sini.
"Bunda kenapa ke sini sih?" Kesal Langit. Benar, itu adalah Bundanya. Sudah bertahun-tahun aku tak bertemu Bunda. Di usia yang semakin menua, Bunda masih terlihat cantik dengan kerudung rapi yang membelit lehernya.
Edrea ikut menyalami Bunda, bahkan sampai saling memeluk seakan mereka sudah kenal sebelumnya. Entah karena memang sudah kenal atau bertingkah sok akrab, aku pun tak tau. Hanya Edrea yang memeluk Bunda, sementara yang lainnya hanya bersalaman singkat.
Aku melangkah mendekat, tapi terhenti tatkala melihat seorang wanita lain juga turun dari mobil. Ia menghambur memeluk Langit dengan erat. Siapa wanita itu?
"Atha, aku kangen." Ucapnya dengan manja.
Aku mengurungkan niatku dan memilih untuk berbalik ke dalam posko. Lebih baik aku menyelesaikan pekerjaanku di belakang. Lagian belum tentu Bunda masih mengingatku. Apalagi aku sudah lama putus dari Langit dan hubungan kami juga tak baik semenjak putus.
Mungkin saja Bunda sudah tau semua. Lagian sepertinya Langit sudah mendapatkan wanita lain yang peduli padanya bukan?
Tanganku kembali bergerak untuk mengupas bawang. Suara-suara mulai terdengar jelas olehku, menandakan kalau mereka semua sudah masuk ke dalam posko. Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Aku tak ingin ke dalam karena hanya akan menyaksikan pemandangan yang tidak aku sukai. Sudah cukup aku bersedih karena mendapat kabar buruk mengenai Ayah, aku tak mau kesedihanku bertambah.
"Kei." Aku tersentak saat mendengar panggilan Fabian, seketika itu pula aku menoleh pada pria yang berada di depan pintu itu. "Gak usah masak, Kei. Ibunya Atha bawa makanan banyak banget." Aku mengangguk tanda mengerti lalu mulai membereskan bahan-bahan yang tadinya hendak aku gunakan untuk memasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Senja (Update Setelah Revisi)
ChickLitKita bertemu dikala senja. Kita juga berpisah dikala senja. Padahal yang aku tau langit dan senja tak akan terpisahkan, karena setiap hari mereka selalu bersama. Meskipun hanya sesaat. Sama seperti langit dan senja yang hanya bertemu sesaat, begitu...