17. Manis Tapi Sadis

3.6K 482 4
                                    

Hay semuanya...
Sedekahnya yah kak, bang.

Pagi itu Alana, Leola dan Jisang berjalan menuju penjara bawah tanah. Alana menyeringai, tak sabar menyiksa dan melihat wajah panik Sooa. Leola dan Jisang yang melihat itu bergidik ngerih. Pasti ada yang tidak beres nanti, nasib penjahat itu sangat buruk.

"Jisang, kamu bawa penjahat itu kelapangan. Leola pergi kedapur dan ambilkan pisau lipat."

Glek

Jisang dan Leola menelan salivanya dan mengangguk, lalu pergi. Alana merapikan tusuk sanggulnya, gadis itu sengaja menyanggul rambutnya karena sebuah alasan. Alana melanjutkan langkahnya menuju lapangan, menunggu objek permainanya. Alana kepo saat melihat Wang Ja, kakaknya memasuki kediaman Sooa. Penasaran dengan semua itu, ia pergi mendekati pintu kediaman itu.

Saat tiba di depan pintu itu, Alana berdiri di ambang pintu dan mendecih. Berdehem dan meninggalkan pintu itu, tapi saat mendengar teriakan panggilan dari kakaknya Wang Ja. Alana mundur dua langkah dan menaikan sebelah alisnya.
"Apa?"

"Tumben rambutnya di sanggul?" Wang Ja.

"Suka aku dong, udah tuh urusin adik manjamu, jangan urusin, urusan aku."

"Jina."

"Apa lagi sih?"

"Kamu gak pernah sopan."

"Gak penting kak, udah yah kak, Jina banyak kerjaan. Permisi." Alana tersenyum lebar tapi terpaksa. Wang Ja tersenyum tipis saat melihat senyuman lebar dari adiknya itu, tau tidak taunya kalau senyuman itu adalah paksaan.

Sooa kesal, ia mengoyang lengan Wang Ja. "Kak, jari tanganku masih sakit." ucap Sooa manja.

"Iya, bentar kakak obatin." ucap Wang Ja mengelus pucuk kepala Sooa.

=====

Dua tongkat khusus di pakai para prajurit, mendorong paksa seorang pria yang berwajah menyeramkan. Pria itu berjalan dengan lunglai karena kakinya di penuhi dengan luka. Cambuk tetap di pukulkan ke punggung pria itu. Pria itu hanya diam dan merasa sebentar lagi tubuhnya akan ambruk ke tanah. Ia di ikat di sebuah tiang besar di tengah lapangan, khusus orang jahat di hukum, dan berakhir mati.

Deruh nafasnya semakin cepat seakan jika pria itu takut kehabisan udara, untuk bernafas. Kelopak matanya buram, ia melihat seseorang mendekat ke arahnya, pandangan tidak jelas. Sekarang gadis itu sudah berdiri di depan nya, dagu pria itu di cengkram kuat oleh orang yang berada di depan nya. Orang-orang mulai datang melingkari tempat itu, melihat hukuman apa yang akan di berikan gadis itu, sudah lama mereka tidak menonton dan melihat penyiksaan ini.

Alana berbalik menatap para rakyatnya yang mengelilinginya di tengah-tengah. Alana tersenyum lebar ini bukan paksaan, ini senyuman aslinya. Orang yang melihat itu kagum dan memuji kecantikan nya. Alana merasa seperti di dunianya. Sudah lama ia tidak merasakan hal seoerti ini. Waktu di sekolah ia minimal melakukan hal ini sebanyak 3 kali dalam dua hari. Ia pintar di sekolah, tapi ia tak suka di atur walaupun itu kakak kelas, ia tetap lawan.

"Kau... Siapa yang menyuruhmu?" bisik Alana.

Pria itu terdiam dan ia menggeleng. "Oh astaga pria ini, kau kira kau bisa membidohiku? Pikiran konyolmu itu buang jauh-jauh yah." ucap Alana yang bisa di dengar semua orang.

Alana menyentuh luka yang ada di wajah pria itu, darah yang sudah kering dan juga wajah yang kotor penuh debuh tanah. "Oh ayolah berbicara! Apakah kau tak punya mulut hah?" bentak Alana.

Pria itu masih bungkam dan ia semakin menunduk. Alana kesal, ia mengambil pisau yang ada di atas nampan yang di bawa oleh Leola. Alana mengangkat pisau itu dan menatap pisau itu, bercermin di sana dan mengulurkanya ke wajah pria itu.

Transmigrasi Alana and Yuo Jina (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang