41. Malam pertama (18+)

4.1K 370 2
                                    

Update lagi, yuhuuu...

Alana berlari keluar kediaman ia akan menghindari Chuna. Malu, sangat malu, pagi ini dia sangat sial. Mengingatnya membuat pipinya berubah warnah. Gadis itu memukul kepalanya. Alana hanya menganti baju saja tanpa menggunakan riasan dan tusuk konde, karena ia selalu di beri pelototan oleh Chuna. Pelototan seakan ia akan di terkam singa.

Tadi ia terbangun dengan posisi ia memeluk pria itu, melewati pembatas yaitu guling. Entah kemana perginya guling itu, ia tidak tau. Jadi ia menghindari hukuman dari Chuna. Alana tersenyum lebar saat melihat Leola dan Jisang berjalan tak jauh di depanya. Moodnya yang tadi buruk, berubah menjadi baik karena kehadiran dua orang itu. Segera Alana berjalan dengan langkah besarnya, berlari? Ia sudah kelelahan sedaru tadi berlari.

"Woi tunggu!!!" teriak Alana. Memang gadis ini ke bar-baranya masih melekat erat. Jisang dan Leola yang mendengar teriakan ala tuan putri mereka berbalik dan langsung tersenyum lebar.

"Itu apa?" Alana merilik dua bakul yang tidak ia tahu entah apa isinya.

"Ah..Ini obat putri dari desa." jawab Leola.

"Obat herbal? Yah udah kalau gitu, kita pergi ke ruang tabib, kita belajar buat obat." Alana menarik tangan Leola. Gadis yang di tariknya itu mengangguk saja, Jisang mengikuti kedua gadis itu dari belakang.

*****

Seorang pria menjambak rambutnya frustasi, seharian ia tidak melihat istrinya. Entah kemana hilangnya istri kecilnya itu. Sudah berkeliling Istana tapi masih tetap tidak ketemu. Pria itu kembali berjalan menuju kediamanya mana tau, istrinya itu sudah kembali.

Wang Ja, kakak Jina, ia tak sengaja melihat Chuna berlari dan wajah adik iparnya itu tampak cemas. Wang Ja berjalan dengan kaki yang sedikit pincang mendekati Chuna. Kakinya belum sembuh total, karena luka tusuk yang cukup parah di pahanya, membuat ia berjalan demgan pincang. Wang Ja juga sebenarnya sedang mencari adiknya itu, tapi entah kemana anak itu pergi.

"Chuna."

"Kakak ipar."

"Kau kenapa?"

"Jina, kakak lihat Jina tidak?" tanya Chuna.

"Tidak." Wang Ja menggeleng pelan kepalanya.

"Aku juga bermaksud mencarinya, ada suatu hal penting yang akan kami bicarakan." lanjut Wang Ja.

"Bagaimana kalau kita mencar aja kak, cari Jina?" tanya Chuna memberi usul.

"Baiklah." Wang Ja mengangguk, ia bergegas ke arah kiri dan Chuna ke arah kanan.

*****

"Aish...Ini cara buat obatnya ribet banget sih." sungut Alana.

"Eh pak, emang di sini gak ada blender yah? Kalau di ulek gini, kapan siapnya. Nunggu setahun?" omel Alana lagi.

"Putri, blender itu apa? Nama orang yah?" tanya Leola bingung.

"Yah ampun, goblok banget jadi orang. Kalian itu gak kenal sama benda itu? Jadi blender itu alat yang di pakai buat halusin lengkapan masak." jelas Alana. Gadis itu mengambil dedaunan yang ada di tampi dan di masukan ke dalam lesung batu.

"Ouh gitu putri. Tapi benda itu gak ada di sini putri." kata Leola sambil cengesan.

"Iyalah gak ada, namanya zaman kuno. Orangnya masih goblok semua, sistem ribet." batin Alana.

3 jam berlalu. Alana, perempuan itu menguap lebar dan mengucek-kucek matanya. Ia menatap malas kepada Leola dan Jisang yang masih setia menumbuk dedaunan obat itu. Gadis itu tak sanggup, jadi ia jadi tiduran dan malah jadi tidur benaran. Alana ngesot mendekat ke arah Jisang yang menumbuk dedaunam itu.

Transmigrasi Alana and Yuo Jina (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang