36. Gadis bercadar.

2K 300 12
                                    

Sementara di lain tempat. Wang Ja tidak bisa tidur. Ia selalu kepikiran dengan adiknya Jina, entah ke mana pergi dan bagaimana keadaan adiknya itu. Baru beberapa bulan ia bersama adiknya dan sekarang sudah pergi lagi. Hilang seakan inti bumi menelanya. Prajurit sudah di perintahkan untuk mencari gadis itu dan pada rakyat jelata juga sudah di kabarkan. Jika berhasil membawa Alana ke Istana ia akan mendapat hadiah yang setimpal.

Alana seperti seorang yang sedang di buruh pada saat ini. Suara berisik mengalihkan perhatian pria itu. Ia beranjak dari kursinya dan keluar dari kediamanya dengan sebuah pedang yang ia pegang dengan erat. Pria itu melihat seorang gadis berjalan mengendap-endap. Wang Ja mengikuti arah gadis itu. Di lapangan terlihatlah sekitar 15 orang yang berpakaian hitam. Wang Ja mengerutkan pelipisnya. Wang Ja bersembunyi di balik tiang besar penyanggah. Ia berusaha untuk mendengar apa yang mereka bicarakan, namun nyatanya nihil. Ia tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan, di sebabkan angin yang meniup kencang yang membuat beberapa benda di sekitarnya jatuh berserakan di tanah.

Chuna memejamkan matanya saat banyak debu yang berterbangan dan membuat matanya perih. Karena asik mengucek-ucek matanya, pria itu tak menyadari jika sebuah pedang sudah berada di samping lehernya. Wang Ja menelan susah ludahnya. Ia tak menyadari jika seseorang mengukungnya dengan pedang.

"Pangeran Wang Ja, lama tidak bertemu." suara bariton khas pria. Wang Ja menyipitkan matanya saat ia tak asing dengan suara ini, ia berusaha untuk melihat lelaki itu, tapi tak bisa karena seseorang memukulnya dengan benda keras, sehingga Wang Ja jatuh pingsan.

"Lemah. Dasar pangeran bodoh." ucap Barak dengan smirik. Beberapa pria memapah Wang Ja. Seona mengembangkan senyumanya saat Wang Ja jatuh pingsan dan telah di masukan ke dalam tandu yang ada di lapangan.

"Jaga dia." pintah Barak, lalu lelaki itu memasuki aula kerajaan.

*****

"APA?" bentak Alana. Gadis itu beranjak dari kursi kebesaranya saat mendengar kabar buruk yang terjadi di kerajaan ayahnya. Leola datang menemui mereka saat mereka mendapat kabar kalau kerajaan itu masalah pengihatan. Ayah, Kaisar, Wang Ja kakaknya dan Dijin adik tampanya itu dalam keadaan bahaya.

Barak, pria itu dalangnya. Belum juga ketemu lelaki itu sudah bermain duluan. Dengan langkah besarnya gadis itu mengambil cadar dan pedang, tentu pedang Chuna. Pembunuh bayaran dan juga Liyi ikut beranjak dan bersiap untuk mengikuti Alana ke mana gadis itu pergi. Liyi, pria itu membuang kasar hanbok wanita yang ia pakai dan memakai hanbok khusus pendekar tak lupa sebuah topi bulat. Liyi mengambil panah dan persediaan lebih banyak anak panahnya.

Alana tentu gadis itu masih dalam penyamaran karena Leola bilang jika kerajaan mertuanya itu ikut membantu, tentu Chuna ada di sana. Alana berlari kebelakang gubuk menaiki kuda gagahnya dan menunggangi kuda. Di ikuti Liyi dan juga teman-teman Liyi. Alana dengan linghai menunganggi kuda meski punggungnya sakit saat punggung kuda itu menabrak panggulnya.

*****

Sling sling

Pertarungan tetap berlanjut. Prajurit Wilausand ikut serta bertarung tentu di pimpim oleh Putra Mahkota Chuna. Pria itu tak sengan-sengan menebas kepala prajurit dan juga menusuk perut dan jantung para prajurit yang menyerangnya. Barak pria itu memegang dagunya dengan santainya pria itu menduduki tahta sambil mengangkat kakinya. Pria itu mengamati dan menilai cara tarung Chuna. Lumayan, itu yang bisa ia gumamkan.

Wang Ja, Alrad, dan Dijin di ikat dan mulut mereka di sekap dengan kain di dalam tandu yang tentu berada di lapangan. Tidak ada yang tau jika mereka di kurung di sana. Dijin anak kecil itu menangis sesenggukan saat ibunya tega memperlakukanya seperti ini. Wang Ja meneriaki nama Jina ia yakin adiknya pasti akan datang dan menyelesaikan masalah ini.

Transmigrasi Alana and Yuo Jina (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang