31. Kehilangan ibu.

2K 292 3
                                    

Hallo apa kabar.
Semoga dalam keadaan sehat.

Kasih vote+komen.

"Astaga." Alana memegang hidungnya yang tiba-tiba mengeluarkan darah. Gadis itu terbangun dari tidurnya. Alana beranjak dan duduk di tepi ranjang. Chuna yang tidur seranjangnya denganya terbangun karena merasa pergerakan Alana. Pria itu mengeliat dan meregangkan tanganya ke atas.

Mata bulat hitam itu menyesuaikan cahaya lilin yang ada di kediaman. Pria itu menggeser tubuhnya mendekat ke arah Alana. Pria itu melototkan matanya saat melihat hanbok yang di kenakan Alana bercak darah berasal dari hidung. Dengan khawatir Chuna menangkup wajah Alana dan menatap intes ke arah hidung Alana. Alana tak peduli, justru ia merasa nyaman. Mata mereka bertemu dan saling bertatapan. Alana merasa terhipnotis oleh bola mata pria itu. Begitu juga dengan Chuna, pria itu merasakan jika gadis yang di hadapanya ini adalah gadis rapuh bukan gadis ceria. Selama ini ia melihat gadis itu baik-baik saja, tapi nyatanya tidak, di dalam hati kecilnya memyembunyikan banyak rahasia dan juga kesedian yang terdalam, tapi ia tutup dengan ke ceriaan yang selalu hadir di wajahnya.

"Uhuk." Alana berbatuk dan memuntahkan darah yang sempat di bungkam Chuna dengan tanganya. Chuna menatap darah itu dan kembali menatap Alana.

"Jina kau sakit. Sebentar tidurlah, aku akan memanggil paman Lee." dengan khawatir Chuna membaringkan Alana. Ketika Chuna ingin beranjak, Alana mencekal tanganya.

"I-bu ibu, Ji-jina." racau Alana, gadis itu sudah menutup matanya dan menggeleng pelan.

"Iya, sebentar Jina. Aku akan memanggil paman Lee." Chuna mengenggam erat tangan Alana dan mengencupnya sebentar. Ia bingung dengan gadis itu, bukanya tadi sebelum tidur ia baik-baik saja. Bahkan mereka sempat berdebat soal bilik yang tersedia.

"Jangan pergi, aku takut. Ibu-ibu."racau Alana ia tetap mengenggam erat tangan Chuna, tidak mau melepaskanya.

Chuna kembali membaringkan tubuhnya dan memdekap Alana dalam pelukanya dan mengencup kening Alana. Alana tak membalas pelukanya tapi gadis itu semakin mengikis jarak mereka. Chuna tersenyum kecil saat ia merasa bangga bisa menjaga istrinya.

Setelah merasa Alana sudah mulai baikan tidak terdengar lagi racauan. Chuna beranjak dari ranjang dan keluar menemui paman Lee. Dengan langkah besar Chuna berjalan ke arah rumah paman Lee.

******

Dengan tubuh yang gemetar Alana bangkit dari ranjang dan berjalan ke arah pintu keluar. Alana menggeser pintu kediaman itu dan melangkah 'kan kakinya dengan lunglai menjauhi rumah. Alana merasakan sesak yang teramat dan teringat ibu pengasuhnya dan juga ia samar-samar mendengar teriakan piluh dari Jina.

Dengan kaki tanpa beralaskan apapun ia berjalan di atas kerikil dan tanah yang kotor dan becek. Embun-embun yang ada di daun rumput membuat kakinya kotor seperti ia menginjak lumpur. Alana yang tidak membawa obor untuk penerang jalanya, tangan nya ia gunakan untuk meraba-raba sekitar. Sudah berapa kali ia menabrak pohon. Dahinya sudah memar dan mengeluarkan sedikit darah. Udara dingin membuat tubuh yang hanya di lapisi hanbok tipis itu mengigil.

"Ssssst..." desisnya.

Alana terus melanjutkan perjalananya. Seakan ada seseorang yang menuntunya berjalan dan memberitahu arah pada sebuah tempat. Masih dengan rambut yang tergerai bebas di punggung, pakaian yang tampak kacau. Alana tak jauh beda dengan hantu hutan yang berkeliaran di sekitarnya.

"JINA BERHENTI, KAU MAU KEMANA?" dari kejauhan Chuna berterial memanggil namanya. Chuna datang dengan seekor kuda yang ia tunggangi. Alana tak mengindahkan teriakan Chuna. Langkahnya semakin cepat, telapak kaki yang penuh luka akibat duri, batu, dan ranting kayu yang ia senggol bahkan di injak membuat kaki itu seperti kaki yang tak terurus.

Transmigrasi Alana and Yuo Jina (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang