37. Permainan kedua (1)

2K 280 15
                                    

Hallo update lagi, yuk vote+komen.

Dua gadis yang mengaku menjadi dayang suruhan dari Sooa. Alana tak melepas jambakanya, sambil berjalan mendekati sebuah tandu yang di tutupi oleh kain hitam. Ke dua gadis itu menunjuk ke arah tandu besar. Alana mengerutkan keningnya bingung. Alana menjambak lebih kasar dari sebelumnya. Ke dua gadis itu mengerang kesakitan.

"Katakan di mana Kaisar berada?" bentak Alana.

"Di da-la-m." ucap satu gadis yang berada di sebelah kiri Alana. Alana tersenyum tipis, Alana mendorong ke dua dayang itu dengan kasar, sehingga dayang itu terkapar di tanah. Alana menepuk tanganya yang berdebuh.

Gadis itu menyibak dan melempar ke sembarang arah kain yang menutupi tandu. Beberapa prajurit musuh mereka berdatangan dengan sebuah pedang. Alana merenggangkan lehernya saat terasa kaku dan pegal. "Tenang kak, aku yang akan menyelesaikan ini semua." ucap Ahnli.

Alana melongo saat Ahnli dapat mengenalinya. Tapi tak ambil pusing, ia langsung mencondongkan kepalanya ke dalam tandu. Benar saja ayah, kakak, dan adiknya ada di dalam. Mulut mereka di sekap dengan sebuah kain dan kaki serta tanga di ikat. Miris sekali dan menyedihkan jika seorang bangsawan di perlakukan seperti itu.

Wang Ja melotot dan menatap berbinar ke arah Alana. Saat gadis itu menarik hanbok yang di kenakan Wang Ja dengan kasar. Alana mulai membuka tali yang meliliti tangan dan kaki. Begitu juga dengan Alard dan Dijin. Dijin, adik tampanya itu pingsan dan pipi gemoynya sebam akibat menangis, tentu itu masalahnya.

Wang Ja membungkuk memberi rasa terimakasih kepada Alana. Alana tak membalas, gadis itu sibuk dengan wajah dan juga tubuh Dijin, memeriksa apa adiknya itu terluka. Jujur saja di dunia modren ia sangat ingin mempunyai seorang adik, tapi bukan rezeki dari tuhan karena ia hanya di berikan seorang abang yang selalu menjahilinya. Namun itu membuat keluarga mereka harmonis.

Psycopath? Jiwa dan sikap itu tidak berasal dari keluarganya tapi dari mana? Yah ia pernah melihat dengan mata sendiri di mana teman sekelasnya di bully sampai memakan jiwa. Pada saat itu ia tak sengaja melihatnya dan sampai sekarang ia pendam. Ia jadi tidak tertarik untuk berteman kepada siapapun. Lebih banyak menyendiri. Salsa? Teman masa modrenya itu adalah teman mulai SMPnya jadi ia lebih tau bagaimana bibit bobot bebet temanya itu.

Soal pacaran memiliki kekasih. Itu juga, Alana tidak tertarik, terakhir kali ia mendapat kabar dari teman SMPnya yang rela bunuh diri karena di putusin pacaranya. Gila? Memang, karena cowok dia mau bunuh diri? Ia juga pernah menyukai seorang pria, tapi mendengar kabar itu ia tidak tertarik lagi dengan pria. Lebih baik menyendiri, ada waktunya juga buat pacaran.

"Dijin bangun sayang." Alana menepuk-nepuk pipi kanan Dijin berharap adik kecilnya bangun.

"Kau mengenalnya? Siapa kau sebenarnya?" tanya Wang Ja.

Alana tak menjawab, Alana beranjak sambil mengendong Dijin. Dijin menahan lengan Alana. "Mau kau bawa ke mana adikku hah?" tanya Wang Ja, ingin mengambil alih gendong Dijin, namu Alana menolak dengan halus.

"Kau siapa?" tanya Wang Ja geram.

Alard, lelaki itu terduduk lemas hanya menonton perdebatan kecil dari putranya dan pria?
Entahlah, kalau di lihat dari postur tubuh orang itu terlihat seperti gadis, tapi kenapa bisa bertarung dengan baik, kata cocoknya adalah seorang satria.

"Jina kau mau kemana lagi haha?" teriak seorang pria yang berlari dengan panah yang ada di gendonganya. Alana mengeram kesal, pria bodoh itu kenapa teriak dengan suara toanya lantas siapa saja yang ada di sana mendengarnya. Alana tak melihat ke arah Wang Ja dan Alrad yang melototinya. Ia berjalan dengan langkah besarnya mendekati Liyi. Pria itu mematung dan ia menutup mulutnya saat ia melihat ke hadiran Putra Mahkota dan Kaisar.

Transmigrasi Alana and Yuo Jina (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang