0.02 ][ dua kali gagal melarikan diri

6 2 0
                                    

][ Adolescene: Haya Helia
][ Chapter 02: dua kali gagal melarikan diri

Diam bukan berarti tidak tahu apa pun.

Terkadang, orang yang lebih banyak diam perlu diwaspadai. Bukan karena apa, kadang orang seperti itu lebih mengetahui segalanya.

Haya mengasumsikan dirinya demikian.

Buktinya, Aksen Athalan Musyary adalah siswa terbaik kedua tahun ini dan mencalonkan diri sebagai ketua kelas di X IPA 5 atau orang-orang menyebutnya 1A5. Informasi yang diketahui angkatan baru di Skyline School, tak terkeculi.

Meski demikian, Haya tak menyangka akan terjadi drama bertubrukan antara dirinya dan Aksen di ambang pintu kelas saat Haya kembali dari toilet.

Bahkan ia tak percaya bahwa dirinya hanya berdiri saat cowok pemilik tahi lalat di hidung itu mengumpulkan buku tebal di lantai.

Haya tak salah, terlebih dia terlalu gugup jika berhadapan dengan lawan jenis. Maka, dia masuk ke kelas dan duduk di bangkunya. Rasa bersalah menggerogoti hati, bahkan saat Aksen memasuki kelas tanpa buku-buku seraya meminta bantuan sukarela dari anak kelas yang terlihat tak mengacuhkannya.

Miris, tak dipedulikan.

Haya Helia ke luar kelas dengan pintu belakang, niatnya menghindari Aksen, tetapi takdir seolah tak mengizinkannya.

"Mau bantu gue?" Haya belum bicara apa pun dan Aksen melanjutkan, "Tolong, ya, bawa ini ke perpustakaan. Kata pak Java ada pertemuan calon pengurus kelas di ruang guru sebentar lagi, kita sekalian ke sana."

Terlanjur, Haya sudah disodorkan beberapa buku tebal dari perpustakaan.

"Padahal gue pengin ke toilet," gumamnya dalam hati.

Meski demikian, satu kesempatan untuk menjelaskan kesalah pahaman pada wali kelasnya itu mulai terbuka. Namun, saat di ruang guru, dia tak merasa diberi kesempatan untuk bicara bahkan ia sampai berjingjit agar bisa mendengar jelas apa yang dibicarapan Pak Java. Dia mendengkus kecil dan menekuk alisnya sebal.

"Nggak keliatan, 'kan?"

Haya menjerit dalam hati saat seseorang bertukar tempat dengannya, lebih lagi saat Aksen memegang pergelangan tangannya. Haya sampai lupa caranya bernapas.

Terakhir kali saat seseorang menyentuhnya langsung adalah ....

Haya tak mengingatnya, mungkin empat tahun yang lalu. Sangat lama, untuk beberapa kali mungkin dia terlibat dalam kerumuman. Tidak sengaja, bukan disengaja seperti saat ini.

"Kenapa?" Aksen menginterupsi, ia langsung mengalihkan tatap pada guru di depannya. Dia memasang wajah sebal karena dia bertindak seperti orang aneh.

Aneh? Apa Haya berkata seperti itu?

Ia tersenyum miris.

"Em ... H-Haya, lakukan yang terbaik, ya." Suara Java membuat pikiran Haya buyar.

Perempuan itu mengerutkan kening, bingung. Memangnya ia harus melakukan apa?

Maaf, Haya tak memerhatikan perihal yang dibicarakan wali kelasnya. Sentuhan Aksen beberapa detik yang lalu membuat dia termangu, sehingga konsentrasinya berpusat pada itu. Tak bisa dialihkan.

Haya meminta waktu sebentar pada wali kelasnya, untuk menjelaskan kesalah pahaman saat ketiga calon pengurus kelas membubarkan diri. Namun, Java terlihat tak bisa diam, dia semakin keheranan.

"Pak, sebenernya saya nggak mau jadi ketua kelas," jelasnya agak gugup.

Java terlihat kebingungan dan bertanya, "Eh, kamu bilang apa Haya?" Dengan begitu, beliau mengingatkan. "Sudah bel masuk, kamu kembali ke kelas. Belajar yang rajin, ya."

Adolescene: Haya Helia [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang