0.12 ][ temannya seumur hidup

4 2 0
                                    

][ Adolescene: Haya Helia
][ Chapter 12: temannya seumur hidup

"Payah lo, kalau lo nggak bisa masak burung, lo bisanya masak apa?"

Haya mendadak berpikir. "Nggak tau," paparnya tak menemukan apa pun setelah berpikir. "Gue nggak suka makan burung, jadi nggak pernah masak itu."

"Lo harus suka, jangan suka gue aja, dong."

Haya tak tahu harus menanggapinya bagaimana.

Saat mereka naik ke lantai empat gedung utama, mereka bertemu dengan Aksen yang menyapa. Yasa terlihat tak suka dan langsung mengaitkan tangannya pada Haya. Aksen yang melihatnya terkekeh.

"Lo ikut klub Sastra, ya. Gue pengin masuk ke sana, tapi nggak punya keahlian dibidangnya. Gue kenal senior di sana, namanya kak Ismiev, dia pasti bantu lo kalau kesusahan."

"Heh, basa-basi lo kebasian."

Aksen tersenyum tak ikhlas melirik Yasa. "Sayangnya gue ngomong sama temen kelas gue, nih." Nadanya seolah ditekankan.

"Cuma temen kelas, gue temennya seumur hidup."

Aksen hampir saja meledakkan tawa, tetapi tertahan setelah melihat ekspresi Yasa sehingga ia menutup mulutnya rapat-rapat dengan telapak tangan.

Haya sendiri terdiam saat cowok yang memegang burung itu mengeratkan pegangannya pada tangan Haya. Matanya melirik Yasa yang wajahnya mengeruh, Yasa bisa membuat ekspresi kapan saja sesuai perasaannya. Haya sendiri sulit membuat ekpresi sesuai hatinya.

Mengapa Yasa begitu mudah mengekspresikannya?

Yasa tiba-tiba menoleh sampai mata mereka bertemu beberapa saat, Haya memutuskan kontak mata mereka karena tersadar hal itu. Cara pandang Yasa terasa tak biasa dan darah disekujur tubuh Haya seolah mendidih karena menyadarinya.

"Ohh, kalian beneran akrab, ya?" Suara Aksen menyadarkan pemikiran Haya. "Gue nggak nyangka lo bakal temenan sama anak sebelas kayak Yasa."

"Kayak Yasa, maksud lo apaan, hah?!"

"Lo kenal?" Haya bertanya.

Aksen mengangguk dua kali. "Gue pernah main basket sama dia, tapi dia payah. Lo tau apa yang dia lakuin pas main?"

"Kenapa memangnya?"

"Dia berulang kali nge-shoot ke ringnya meski diingetin sama timnya sendiri, terus cara dia nge-shoot itu payah banget. Gue hampir kena lemparan bolanya karena dia marah pas nggak menang." Aksen terkekeh setelahnya.

Haya melirik Yasa. Cowok itu cemberut seraya mengucapkan kata-kata tanpa suara. Mungkin dia mengumpat, pikir Haya.

"Gue duluan nih, mau kumpulin daftar klub ke ruang OSIS." Haya mengangguk. "Oh iya besok pemilihan pengurus kelas, gue mengharapkan yang terbaik buat lo." Setelahnya Aksen pergi setelah mendapatkan cibiran dari Yasa.

"Temen seumur hidup gue ini nggak butuh harapan dari lo." Aksen terkikik mendengarnya. Yasa kembali melangkah—masih menggandeng Haya—menuju ruang klub Sastra.

Setelah mengetuk pintu dan masuk serta diminta memperkenalkan diri langsung, mereka berdua disambut ramah. Ruang klubnya agak berantakan dengan tumpukan buku di belakang, beberapa meja tunggal juga berkeliaran di beberapa tempat, serta meja besar yang ditempati para senior terdapat banyak makanan, dan orangnya hanya berenam dengan satu-satunya laki-laki yang mengenakan penutup mata paling tengah.

"Akhirnya gue dapet member cowok." Orang itu bicara dengan gembira sambil menyuapkan keripik kentang. "Kalian berdua bisa duduk di mana aja, di lantai juga boleh, kok. Nih, gue kasih permen sebagai sambutan."

Adolescene: Haya Helia [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang