0.05 ][ mereka yang berteman

7 2 0
                                    

][ Adolescene: Haya Helia
][ Chapter 05: mereka yang berteman

Haya tak sengaja bertemu dengan wali kelasnya di koridor perpustakaan, ia meminta guru muda itu untuk tak menyalonkan dirinya sebagai wakil ketua kelas. Namun, Java malah berkata, "Ah, jadi begitu, ya, tapi saya nggak bisa cabut kandidatnya. Nanti saya bilang sama anak-anak aja jangan pilih kamu, ya."

Kejam.

Bahkan saat beberapa anak dari 1A5 melintas, beliau meminta mereka tak memilih Haya. Sedemikian rupa, Haya sampai tak bisa berkata-kata saat mereka menatapnya dan tertawa.

"Hei, Haya."

Perempuan dengan rambut diikat rendah itu menoleh ke belakang saat masuk lewat pintu belakang kelas. Ada Aksen yang menyodorkan susu kotak padanya.

"Gue lupa berterima kasih waktu lo bantu gue bawa buku dan semoga lo kepilih jadi wakil kelas, ya." Cowok dengan tahi lalat di hidung itu tersenyum, lalu pamit ke luar untuk memenuhi panggilan dari organisasi sekolah.

Haya mengatakan terima kasih, meski ia yakin suaranya tak terdengar oleh Aksen sebab kecil.

"Wow, lo dapat susu dari pangeran, ya?" Susu kemasan di tangan Haya direbut paksa. Kedua orang yang selalu bersama Najla Nijima itu menertawakannya saat cairan putih menimpa kepala Haya.

Disengaja, Haya hanya menjadi tontonan anak kelas. Tak ada yang tergerak menolong sebab dia bukan siapa-siapa. Mungkin ... hanya Si Aneh yang tak perlu dipedulikan.

Benar, Haya hanya perlu baik-baik saja. Pasti baik-baik saja.

"Aksen itu cuma milik Najla, lo nggak pantes dapet pemberian dari pangeran kelas," kata Gou—gadis yang menumpahkan susu di kepala Haya. Orang di sebelahnya tertawa dan mendorong Haya hingga membentur loker di belakang kelas.

Tak akan ada yang mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri, mengapa Haya mengharapkan hal mustahil seperti itu? Dia selalu sendirian dan tak membutuhkan bantuan, sebab Haya terbiasa bangkit sendiri tanpa uluran tangan seseorang.

Kou menarik Haya ke hadapannya. "Lo bikin sepatu dan seragam gue kotor karena lo tabrak sama sepeda butut lo. Makanya lo pantes dapat hukuman karena mengusik gue."

Haya sudah meminta maaf saat di gerbang tadi, bukannya itu sudah menembus kesalahannya.

"Najla, boleh gue bales perbuatan dia?"

Najla yang duduk angkuh di meja Haya tersenyum miring sebagai jawaban. Memperbolehkan, kemudian Haya mendapatkan apa yang sebelumnya tak sengaja dilakukan. Lebih parah sampai Kou ingin menggunting helai rambut panjangnya.

"Lo berlebihan Kou."

Kou tidak suka tindakannya diganggu. "Jemima, rambut lo mau gue gunting, hah?!"

Jemima yang baru datang menggeleng sambil menyengir lebar. "Belnya udah bunyi, guru pasti bakal datang."

Kou menghela napas. "Ah, gitu, ya. Lo mau kita lanjut buat nanti aja, 'kan?" Kou merangkul Jemima ke tempat duduk mereka.

Mereka gila, bahkan Haya bisa melihat Jemima mengiakan. Lantas, Najla yang masih duduk di mejanya mendengkus kasar saat turun.

Haya tak pernah membuat orang lain marah hingga ia mendapatkan perundungan secara terang-terangan. Paling tidak semasa SMP, dia hanya dijauhi dan dijahili secara tak langsung. Masih mending meski bagi orang normal mengatakan tak ada mending-mendingnya.

"Ah, penghapus gue jatuh."

Haya melirik ke bangku Jemima di sisi kiri, perempuan itu sampai ke luar bangku saat penghapus ada di dekat kaki Haya. Namun, Haya lebih heran saat tisu basah ada di mejanya.

Adolescene: Haya Helia [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang