23 ][ apa memang cemburu?

3 2 0
                                    

][ Adolescence: Haya Helia
][ Chapter 23: apa memang cemburu?

Ayakasa Dheerandra menarik-narik tangan Han yang duduk memeluk lutut di pojok dekat jendela ruang tengah, mengasingkan diri.

"Gue benci kalian," katanya saat berhasil ditarik Yasa hingga berkumpul kala yang lain bercerita tentang sesuatu yang menyeramkan setelah pesta barbeque usai.

"Gue benci keramaian," katanya lagi.

"Gue benci hantu."

Yasa menyela karena jawaban Han berbeda. "Kita nanya hal yang lo takutin, bukan yang lo benci."

Ramadhan Alfarras yang duduk si samping pemilik rumah meliriknya. "Nggak ada bedanya, hal yang lo benci pasti nakutin, 'kan? Bener, Haya?"

Haya memikirkannya dalam beberapa detik sebelum mengiakan. Memang tak salah, tetapi apa tak menyukai cara bicara Najla Nijima adalah sesuatu yang patut ditakutkan?

Haya tak menemukan jawaban. Lantas banyak pertanyaan perlahan muncul dalam benak tanpa persetujuan, tentang perasaan hangat ketika bersama Yasa yang susah ia definisikan atau tentang perasaan tak sabaran bahkan niat yang tak benar hingga ia bertanya apakah perasaan itu patut dilakukan?

Namun, satu hal yang Haya Helia tahu bahwa berkumpul bersama adalah sesuatu yang menyenangkan, perasaan yang lama hilang kembali ada karena pertemuannya dengan Ayakasa Dheerandra.

Rasanya seperti ditarik ke luar dari zona nyaman dan ditunjukkan hal-hal menakjubkan yang Haya dambakan. Perempuan beriris cokelat itu tersenyum dan tak lupa bersyukur bahkan ditanya mengapa tiba-tiba berterima kasih oleh Yasa.

"Gue hanya bersyukur bertemu lo." Haya tersenyum tulus sambil menatap Yasa karena sudah merasa terbiasa, sedangkan Yasa berkedip beberapa kali sebelum memalingkan wajah karena merasa wajahnya kepanasan.

Haya tak paham, hanya saja jantungnya berdegup kencang.

Orang yang melihat Yasa salah tingkah itu menyoraki dan memukul kepala pemuda tersebut. "Najis lo blushing, mati sana," kata Danish seperti itu.

"Gue juga pernah liat dia kayak itu pas hampir gitu sama Haya." Jemima mengompori sambil membuat kedua tangannya bersentuhan menyiratkan sesuatu hingga membuat Yasa melotot menyuruhnya diam. Danish gencar ingin mengetahui itu dan mendekati Jemima.

Haya permisi ke luar saat Najla Nijima ingin pulang, Aksen akan menyusul saat mengemasi barangnya.

"Percakapan lo dan yang lain itu kayak sampah, nggak berguna."

Haya tahu perempuan di depannya itu akan mengatakan hal demikian hingga ia diamkan.

"Gue yakin kalau gue sangat membenci lo, apalagi orang yang lo bilang bersyukur ketemu dia." Najla tersenyum sinis lalu terkekeh, "Lo ini beneran aneh, ya, Haya?"

"Iya," mungkin katanya tak dilanjutkan membuat Najla kembali memasang wajah datar seperti sebelumnya.

"Ini sebabnya gue membenci lo," katanya saat Aksen datang dan pamit pulang. Ketika kembali masuk rumah, ia menemukan Han di balik pintu.

"Jika gue yang dulu, mungkin akan bilang temen-temen lo sampah terutama si Yasa. Ternyata gue memang keliru, seperti kata lo."

Haya senang mendengarnya, bahkan Han tak berpikiran sama seperti Najla Nijima yang membencinya, katanya.

Beberapa hari setelah kepindahan Yasa, di kelas menjadi lebih ramai dari biasanya—menggosipkan Yas yang katanya tampan. Apa karena berbeda penampilan hingga orang-orang tak mengatakan bahwa Yasa menyeramkan?

Tidak seperti biasanya, bahkan Haya merasa kurang suka saat beberapa perempuan mendekati Ayakasa Dheerandra. Namun, merasa senang saat pemuda yang mendapat banyak pujian—penampilannya seperti murid teladan—itu mengatakan hanya tertarik pada Hayang-nya saja.

"Dia ganteng juga tuh, Hay. Kalo senyum cewek-cewek pada ngejerit, gue ogah karena tau sifat dia kayak monster. Lo nggak cemburu emang?" Teman sebangku Haya bicara saat menangkup wajah memandangnya.

Haya menatap orang yang dibicarakan beberapa sesaat, berpikir. "Cemburu itu semacam iri 'kan?" Jemima mengangguk, lalu Haya menggeleng. "Cuma sedikit nggak suka aja."

Jemima langsung menepuk meja. "Ya itu namanya cemburu."

Haya tak tahu itu, maklumi saja.

"Jedy yang nggak suka Yasa dulu aja nggak kenal karena Yasa katanya cupu, haha, tapi sekarang dia minta nomer Yasa, haha." Jemima seolah sangat senang karena itu, tertawa panjang hingga terbatuk.

Saat jam pelajaran kembali dimulai, Yasa duduk di samping Haya setelah mengusir Jemima secara paksa. Melonggarkan dasi merah bergaris putih dan melepas jasnya karena kepanasan. Haya punya bagian mendengarkan keluhan pemuda yang tak lagi memakai kacamata.

"Gue nggak kuat pakai ginian," katanya saat melepas jas yang ia simpan sembarang di meja.

"Gue heran sama orang-orang yang pake jas pas Jakarta lagi panas-panasnya." Yasa mengibas-ngibaskan buku ke dalam kemeja yang sudah tak rapi lagi dari bawah perut.

Guru Matematika datang ke kelas, menegur si murid pindahan dengan penuh pengertian agar merapikan bajunya dengan benar. Yasa menurut dengan senyum dibuat sealami mungkin.

"Gue versi ganteng ini pasti ganteng banget 'kan, Hayang?" Yasa selalu percaya diri, Haya tak melupakannya. Dua detik setelah bicara, Yasa tertawa. "Pasti dong, haha."

Wali kelas 1A4 tersebut membahas mengenai Festival Sekolah yang akan diadakan satu bulan ke depan. Kelas mereka akan mengambil pementasan drama dan Haya serta Najla ditunjuk menjadi pembuat naskah karena Haya ikut klub Sastra dan Najla mengajukan diri tanpa diminta. Setelah kesepatan dibuat, mereka belajar saat waktu tersisa setengah jam.

"Lusa nanti kita bikin naskah di rumah gue."

Najla Nijima bilang itu saat pulang sebelum Haya mengikuti pertemuan klub Sastra yang katanya akan ikut berpartisipasi dalam Festival Sekolah.

Haddie Haridra memberikan usulan yang terdengar menguntungkan, mungkin si pemilik nama akan tersinggung, pikirinya. "Kita jadiin Ismiev tokoh utama buat narik minat pengunjung, bisa juga tambahin tanda tangan dia buat keuntungan, bisa?"

Haya melirik orang yang dibicarakan, jawabnya, "Iya." Haya tak habis pikir sebab seniornya tak tersinggung apa pun, kemudian jawaban lain diutarakan. "Banyak orang nggak menyukai gue, jika lo bersikeras jadiin gue keuntungan maka gue nggak bisa bilang apa-apa."

Haddie mengiakan dengan santai. "Anak Skyline yang membuat peperangan dengan lo mungkin nggak suka, tapi orang luar nggak tau lo siapa."

"Meski nggak suka cara Ismiev, orang-orang suka karyanya. Jadi ... Ismiev pasti nggak peduli sama orang yang benci dia." Ketua klub menimbrung dalam pembahasan, Haya terus menyimak pembicaraan para seniornya.

"Nggak ada untungnya ladeni orang yang membenci lo."

Haya mengulang kalimat Ismiev Mavedille beberapa kali dalam kepalanya. "Nggak ada untungnya, ya?" gumamnya mulai paham.

"Hah, lo bilang apa?" Haya menggeleng dengan spontan karena ketua bertanya. "Oh, ya, Yasa ke mana?" tanyanya.

"Katanya Yasa bakal datang agak terlambat karena ada yang mau diurus katanya, Kak." Jawaban itu diangguki para seniornya dengan ragu.

"Yah, entah urusan apa yang diurusin dia."

"Emangnya ada urusan yang mau diurusin dia, haha."

"Anak didiknya si Haddie tuh."

Haya tersenyum canggung, merasa tak enak.

Lantas orang yang dibicarakan datang sepuluh menit sebelum pulang. Katanya sih agak terlambat sehingga Ayakasa Dheerandra mendapatkan hukuman untuk membereskan ruang klub. Haya Helia diminta membantu, tetapi ... hanya perempuan itu yang membersihkannya sampai selesai.

Yasa memang demikian.

-][-

Adolescene: Haya Helia [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang