0.28 ][ lalat yang mudah diinjak

4 2 0
                                    

][ Adolescene: Haya Helia
][ Chapter 28: lalat yang mudah diinjak

Semua orang berkumpul di kamar Saaya Naisha, membahas orang yang tak lama ini hilang. Beberapa hari sudah mencari, tetapi tak kunjung ditemukan. Ayakasa Dheerandra membuat yang lain ketakutan saat pemuda berambut gelap itu memandang mereka tajam, bahkan mendecih karena percakapan mereka tak berguna.

"Goblok lo, Yasa. Kalau lo emang mau nyari Haya sendirian, ya silakan. Gue nggak peduli." Danish muak dengan omong kosong Yasa. "Gue emang nggak punya bukti buat kebersalahan Haya sepuluh tahun silam, tapi kasus saat dia masuk Sekolah Dasar emang terbukti dia salah. Lo mau nyangkal? Dia bisa aja lakuin percobaan pembunuhan lagi ke orang tua Najla."

"Dan mungkin aja dia nggak mau lo ganggu, Yasa," sambung Danish pada akhirnya.

Orang yang disebutkan itu mengusap belakang kepalanya gelisah, beberapa hari yang lalu perasaannya selalu campur aduk. Dia tak yakin apa yang diinginkan, hanya saja ia ingin Haya Helia kembali ke sisinya. Itu saja, apa terlalu sulit?

"Gue masih ingin percaya Haya, Danish." Jemima bicara sambil mencoba menghapus jejak air mata di pipi meski tak kunjung hilang karena terus mengulang. "Seengaknya gue mau temui dia dan bicara. Seenggaknya gue mau penjelasan dari dia biar gue percaya. Gue pengin Haya tetap jadi temen gue."

"Meski dia pembunuh?"

"Iya Danish, itupun jika dia beneran pembunuh. Orang yang lo minta klarifikasi waktu Haya SD juga bilang kalau hampir dibunuh, 'kan? Berarti Haya bukan pembunuh."

"Gimana sama kasus pembunuhan orang tuanya sendiri?" Danish kembali bertanya dan semakin jengkel.

"Bahkan buktinya nggak lo temukan. Sama aja dengan lo fitnah dia tanpa bukti." Jemima hanya ingin bertemu teman pertamanya untuk memastikan bahwa yang diucapkan Ramadanish Mayja adalah kebohongan. Seharusnya Haya di sini dan membuat Danish sekakmat karena jawaban iya dari Haya Helia.

Danish mendecih dan pergi ke luar untuk menenangkan pikirannya, sedangkan Ayakasa Dheerandra juga melakukan hal serupa. Mereka bertemu di lorong dan saling membuang muka saat langkah mereka seirama.

"Jadi, apa rencana lo ke depannya?" Danish memulai percakapan saat mereka di koridor dan menghirup udara segar. "Rencana lo yang nyimpen penyadap di ponsel yang lain apa nggak terlalu modus tuh? Padahal aslinya jalur hack buat Han."

Yasa terkekeh, ia tersenyum picik ke arah cowok di sampingnya. "Rencana gue hampir sempurna, tinggal tunggu waktu buat kisah utama."

Danish mendecih, sebal. "Mending lo jadi orang bodoh aja. Liat lo sok keren kayak gini buat gue darah tinggi."

Yasa tersenyum meremehkan, Danish merasa terhina bahkan darahnya mendidih. "Heh, lo cuma merasa tersaingi aja 'kan? Hayang gue aja bilang gue keren kebangetan." Tawa bodoh Yasa membuat telinga Danish berdenging.

"Nah, jadilah alay lagi lo."

"Cookies."

Saaya Naisha menghampiri mereka sambil mencatat di-note yang selalu dibawanya. Sementara, Danish melirik cowok di sampingnya yang menatap Saaya dingin dengan senyum menang yang terpatri.

"Kisah utamanya pasti sempurna," katanya.

Danish dibuat tak mengerti. Yasa selalu berubah-ubah, tetapi selalu menjengkelkan di depan matanya.

Saaya menuliskan ini. "Aku dapat kabar kalau Haya ditemuin di rumah Najla. Aku berfirasat buruk tentang ini dan temen-temen langsung ke sana."

Yasa terkekeh saat sebelah tangannya menutup wajah, kedua orang di sana dibuat keheranan. "Haya beneran pembunuh, ya?"

-][-

Adolescene: Haya Helia [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang