0.13 ][ dia diselamatkan berulang

3 2 0
                                    

][ Adolescene: Haya Helia
][ Chapter 13: dia diselamatkan berulang

"Naik ke keranjang sini. Lo jadi Salma, gue jadi Nathan."

Yasa bilang dia ingin mendorong Haya jika naik ke troli seperti film layar lebar yang pernah tayang. Haya jelas menolak karena alasan—hal itu—mempermalukan diri sendiri. Meski Yasa memelas sekalipun, Haya pasti menolaknya.

"Buruan Hayang!"

Haya memilih mengabaikan sebab tak kuasa menolak.

"Hayang, Hayang, Hayang, Hayangkuu."

Yasa mulai memanggil-manggil saat Haya tengah memilih daging dan beberapa buah.

"Hayangkuu, Hayang sayang, pliss."

Haya menulikan telinga ketika Yasa masih mengekori.

"Hayanggg, gue paling benci diabaikan. Hayanggg, jawab gue."

Ah, Yasa benar-benar tak bisa diam untuk sedetik saja.

Bahkan pelanggan yang Haya lewati mulai membisikkannya.

"Hayanggg ...." Panggilanya kian melenguh panjang.

Haya mulai pusing, tetapi wajahnya tak menunjukkan apa pun. Meski demikian, ia tetap membeli kebutuhannya selama satu bulan setelah gajian minggu lalu.

Yasa tetap mengekori dan memanggilnya berulang.

Haya mulai tak peduli.

Saat itu juga Yasa mendorong troli dengan sengaja sampai menubruk seseorang hingga barang belanjaannya berserakan.

Haya segera menghampiri dan meminta maaf seraya mengumpulkan bawaan orang itu. Namun, untuk waktu singkat orang yang mengenakan kupluk jaket itu pergi saat orang-orang mulai mengerumuni. Sekilas, Haya melihat wajah orang berkantung mata itu sebelum melarikan diri.

Haya meminta maaf karena mengganggu kenyamanan pelanggan lain, ia juga berterima kasih pada pegawai super market yang mengembalikkan barang-barang orang itu. Sementara, Yasa masih berdiri di tempatnya.

Haya melihatnya, tetapi tak mengeluarkan sepatah kata untuk Yasa.

Perempuan yang mengenakan baju berlengan panjang itu mendorong troli, memasukkan apa yang ia butuhkan sebelum mengantre untuk membayar. Setelahnya, Yasa tetap mengikuti saat mereka kembali untuk pulang.

"Hayangg," panggil Yasa pelan. "Lo marah ya?"

Haya melirik. "Menurut lo?"

Yasa menaruh jarinya di dagu, lalu menghadap Haya hingga ia berjalan mundur. "Nggak marah?"

Terserah Yasa, sudahlah.

"Soalnya ekspresi lo biasa-biasa aja."

Haya menanyakan ini. "Memangnya orang marah kayak gimana?"

Yasa menukikkan alis hingga dahinya membuat lipatan gelombang, lalu berkacak pinggang sambil mengikis jarak dengan Haya. "HAH?! APA MASALAH LO?!"

Haya sampai terperenjat.

"Gitu, haha." Yasa malah menertawakan saat cowok yang masih mengenakan hoodie yang ia pinjamkan itu kembali berjalan di sampingnya.

"Jadi, gue nggak keliatan marah?"

Yasa menggeleng. "Nggak, lo sama sekali nggak berekspresi kecuali waktu kejadian si Pencuri Bodoh itu. Lo pasti sangat marah sama gue, ya?" Ekspresi Yasa berubah sendu.

Haya merasa sangat marah waktu itu. Yasa seolah bertingkah tak punya rasa bersalah atau empati, seperti orang yang kehilangan akal. Namun, untuk sekarang Haya ingin memastikan.

Adolescene: Haya Helia [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang