][ Adolescene: Haya Helia
][ Chapter 30: semuanya baik-baik saja"Jadi ... lo beneran Haya, ya?"
Orang di hadapannya mengangguk.
Yasa menarik sudut bibir, tangannya terangkat dan menunjuk seseorang tak jauh dari tangga.
"Lalu, itu siapa?" tanyanya.
Orang yang Yasa sebut sebagai Najla Nijima itu menoleh ke arah yang ditunjuk Yasa. Hanya beberapa meter di belakangnya, sosok yang berwujud serupa berdiri di sana. Matanya membulat melirik Ayakasa Dheerandra sekali lagi.
"Jadi mana yang harus gue percaya?"
Orang di depan Yasa masih diam hingga pemuda yang mengenakan jaket tersebut menjentikkan jari dan mengatakan, "Haya nggak akan nyebut nama gue agar gue percaya, nyebut sih tapi nadanya nggak pernah naik sedikit pun."
Yasa maju dua langkah dan memegang belakang kepala orang di depannya. "Kesalahan lain, Haya nggak akan ikat rambutnya setinggi ini. Dia nggak sepercaya diri lo, Najla." Kemudian, ikat rambut berwarna hitam itu ia tarik.
"Terus, Haya gue nggak mungkin bikin ekspresi terkejut kayak gini jika bukan karena kesalahannya." Cowok itu mengambil sesuatu dibalik punggung orang yang ia tatap lamat sambil memamerkan sebilah pisau yang meninggalkan bekas darah yang tak lagi basah. "Bisa jelasin kenapa ini ada di tangan lo?"
Sudah Ayakasa Dheerandra pastikan bahwa orang di hadapannya adalah Najla Nijima bukan Haya Helia. Maka senyumnya kian mengembang, merasa menang.
"Gue mengundang yang lain ke sini, loh," katanya.
Dari arah Haya Helia berdiri yang lain mulai berdatangan dengan ekspresi tak menyangka bahwa ia pelakunya. Kedua cowok yang tak lain adalah Danish dan Aksen mendekat untuk mengamankan pisau yang Yasa berikan.
"Penasaran kenapa Haya bisa di sini atau penasaran kenapa lo ada di posisi sekarang?"
Kedua tangan di sisi badan Najla mengepal, alisnya mengerut hingga keningnya membuat sebuah gelombang kecil, bahkan lebih kesal lagi saat orang di hadapannya mundur dan bersandar di pembatas tangga sambil bersedekap dada.
"Kesalahan besar lo adalah lo, Najla." Yasa memberitahu itu. "Jika lo nggak niat membunuh orang, lalu kenapa lo melukainya?"
"Apa maksud lo?" Najla menyilangkan kedua tangannya di dada seolah masalah yang dibahas Yasa beberapa menit yang lalu bukan masalah besar, kemudian rupanya kembali seperti Najla Nijima seperti biasa—berwajah ketus dengan nad ayang serupa.
"Dengan kata lain, jika lo nggak niat bunuh orang tua lo, kenapa lo coba bunuh mereka?"
Kekehan lolos dari mulut Najla, Yasa keheranan karena dikalimatnya tidak mengandung lelucon apa pun.
"Mereka cuma orang tua angkat gue, dengan kata lain gue cuma titipan orang. Apa lo tau orang tua gue yang sebenernya?" Najla bertanya disertai seringai kecil, tak mereka sedih setelah kematian orang tuanya. "Orang tua gue dibunuh Haya sepuluh tahun yang lalu, jadi nggak ada alasan lain kenapa gue harus bunuh orang tuanya juga, 'kan? Selain dia juga harus rasain hal yang sama."
Yasa berdecak tak habis pikir. Dari sudut pandang mana pun, orang yang bodoh untuk saat ini adalah Najla Nijima. Bukan tanpa alasan ia mengatakan hal tersebut saat satu map cokelat ia berikan pada Najla.
"Lo dan Haya satu saudara, mereka adalah keluarga lo. Kebohongan-kebohongan yang lo terima adalah usaha orang tua lo buat sembunyiin Haya dari dunia. Posisi lo adalah posisi Haya sekarang."
"Kenapa?" tanya Najla setelah membuka map dan membaca sekilas isinya.
Yasa menutup mulut terkekeh. "Sejujurnya nggak pernah gue duga kalau dia adalah pemilik kekuatan yang diincar banyak organisasi atau dunia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adolescene: Haya Helia [Complete]
Fiksi Remaja"Takdir hanya potongan kecil yang terjadi di masa lalu." Apa tak mempunyai teman dan selalu sendirian adalah bagian dari takdir yang diciptakan? Jika begitu, apa benar Haya Helia akan selalu sendirian dan kesepian? Jika sendirian dan kesepian hanya...