][ Adolescene: Haya Helia
][ Chapter 00: semuanya sudah baik-baik sajaSetelah insiden satu minggu berlalu, Festival Sekolah dimulai. X IPA 4 menampilkan sebuah drama komedi singkat yang dirombak ulang oleh Haya serta Najla, pemeran utama ditata ulang menjadi cowok semua hingga setelah pentas selesai mereka dikerubuni beberapa siswi untuk ditanya.
"... yaaa yang jadi kuda tukang marah lucu, ya."
"... tadi orang yang jadi pangeran berkuda nggak mesra itu ganteng jugaaa."
"... cowok yang jadi pohon cuma goyang sambil niruin suara angin, wush, wush, haha."
"... satu lagi, orang yang jadi raja ganteng banget parah. Katanya dia adiknya siswa kelas dua, ya?"
Kabar-kabar itu terdengar sangat jelas hingga klub Jurnalistik merekam mereka yang beristirahat di backstage. Pemeran utama mereka meminta dukungan untuk voting di hari ketiga pemilihan kelas favorite yang menyuguhkan sesuatu yang unik.
"Kenapa gue jadi kuda, Haya? Kenapa?!" Ramadanish Mayja melemparkan kepala kuda yang ia kenakan begitu saja, meski panitia kelas menangkapnya dengan mulus.
"Heh, jangan marah-marah, dong. Dia ini calon istrinya pangeran, jangan macem-macem." Lalu Ayakasa Dheerandra berperan sebagai pelindung untuk Haya yang membantu menyiapkan properti.
"Gue nggak keberatan jadi pohon, nggak banyak gerak." Ramadhan Alfarras terdengar nyaman mengatakan itu, kemudian Aksen Athalan Musyary mengiakan. Danish tetap merasa bahwa dirinya adalah orang yang diberikan timbangan berat sebelah hingga Jemima menenangkan meski tak tenang.
"Berisik lo, Jemi. Gue nggak mempan disogok es krim," katanya dengan jutek setelah ke luar dari bilik ganti. "Ayo, jalan. Kita liat stand makanan. Gue nggak mood liat si Yasa."
Yasa menjulurkan lidah tak peduli.
"Ayo, lo juga harus jalan sama gue. Beli es krim sepuasnya, lo yang bayar."
Yasa bisa saja menarik Haya ke mana pun, hanya saja orang yang wajahnya sudah ia ketahui membuatnya berhenti melangkah.
Najla Nijima bersedekap dada dengan papan tulis yang dipegangnya. "Berani lo ke luar sama baju kayak gitu?" Sebelum Yasa membalas, "Gue udah ganteng, pasti nggak malu-maluin Hayang." Najla memotong, "Dua hari lagi lo tampil, kostumnya jangan rusak karena lo bawa lari-lari atau ceroboh sama hal lain. Lo 'kan bego, sampah."
Najla Nijima versi baru, lebih dekat dan omongannya terlalu menusuk hati. Namun, wajahnya masih sama seperti dulu untuk satu bulan ke depan. Setidaknya Najla butuh waktu untuk menunjukkan dirinya yang asli, kata perempuan yang menjadi penanggung jawab acara demikian.
"Wuahh, stand klub Sastra rame." Yasa menunjuk-nunjuk bagian yang banyak manusia mengantri di sana, siapa yang memotong antrian tak akan dapat giliran dan diawasi setiap saat.
"Hah, siapa lo? Gue nggak kenal yang namanya Yasa sama Haya." Haddie Haridra mencegat kedua orang yang menghampiri mereka. "Hah, anak klub Sastra? Di klub gue nggak ada anak yang pernah bolos pas seniornya lagi pasa sibuk, ngerti lo?!"
Yasa dan Haya mengangguk patuh sampai tubuhnya membungkuk beberapa derajat. Lantas, kedua orang itu diminta untuk membantu klub sampai selesai dan mereka membereskan beberapa kardus buku untuk dipindahkan ke ruang klub, sebelum besok kembali memulai dan menyambut orang baru untuk membeli buku mereka.
"Hayanggg," rengek Yasa saat mereka membersihkan ruang klub dari debu sebagai hukuman tak hadir beberapa kali pertemuan. "Padahal gue pengen nikmatin festival sama lo, Haya." Sambil menyapu dan merengek, Yasa langsung berhenti bertingkah seperti itu saat para senior datang tanpa banyak bicara.
Situasi yang canggung dan mencekam untuk dua junior di klub. Kemudian, suara hentakan dari senior cowok di sana menganggetkan membuat Yasa refleks meminta maaf dan seolah kata itu salah diucap.
"Yeayy, ayo pergi karaoke," serunya membuat senior lain girang kecuali satu orang yang tak mempedulikan. "Woi, anak kelas satu ayo ikut. Lo berdua udah banyak bantu, ayo." Haddie mengajak mereka ikut hingga Yasa langsung bersorak dan melemparkan sapu dengan asal.
"Kak Iwaaa, kangen Yasa nggak?" Yasa berbaur dengan cepat. "Si Manuk yang waktu itu mati loh, Kak. Haya nggak bener kasih makan." Lalu mengeluh dengan seenaknya.
Haya Helia memerhatikan dari belakang.
Ia tak akrab dengan siapa pun meski pada nyatanya seseorang bertanya saat mereka sampai di tempat yang dituju. Jangan membatasi diri dengan siapa pun, katanya. Begitu disuruh menyanyi dengan Yasa yang terlihat biasa saja, Haya jadi terpengaruh dan membiasakan diri meski masih kesusahan.
"Haya, lo nggak kesepian lagi, 'kan?" Yasa bertanya begitu mereka kembali duduk setelah disoraki. "Gue berhasil tunjukin hal-hal yang menyenangkan, 'kan?"
"Kenapa tiba-tiba?"
"Pengin aja. Siapa tau hari ini gue bisa membuat lo lebih bersenang-senang." Yasa tersenyum lebar.
Haya mengangguk dan tersenyum. "Gue senang, kok. Selama ada yang lain, ada lo, gue rasa akan baik-baik aja."
Perasaan meluap dirasakan Ayakasa Dheerandra sampai pertanyaan ini ditanyakan lagi. "Gimana soal lo menyukai gue?"
Haya berpikir sejenak. "Gue mungkin menyukainya, seperti kata lo." Haya menyengir malu, tak tahu kenapa. Perasaan yang membuat jantungnya berdebar selalu membuatnya menarik senyum.
"Mau pacaran sama gue?"
Haya bergumam, "Pacaran? Bukannya suka itu saat lo mau pendamping di masa depan?"
Yasa berteriak, mencuri atensi. "Hah, gue sesek napas. Gila, Hayangg pengin gue jadi suaminya, hah?!"
Setelah itu, Yasa terjatuh dan memejamkan mata.
Orang-orang di sana menatapnya tanpa kedip dan ikut pingsan dalam waktu singkat. Namun, seseorang yang baru datang dengan gitar di belakang punggungnya hanya mengedipkan mata dan melewati mereka seolah bukan apa-apa.
"Kenapa lo nggak nyanyi?"
-][-
KAMU SEDANG MEMBACA
Adolescene: Haya Helia [Complete]
Ficção Adolescente"Takdir hanya potongan kecil yang terjadi di masa lalu." Apa tak mempunyai teman dan selalu sendirian adalah bagian dari takdir yang diciptakan? Jika begitu, apa benar Haya Helia akan selalu sendirian dan kesepian? Jika sendirian dan kesepian hanya...