Dua

79 6 1
                                    

Kesibukan ditengah acara disore ini tak sedikitpun mengganggu lamunan Tyana Kalendra Adista. Sibuk memikirkan permintaan sang Ibunda mengenai perjodohan yang mereka bicarakan tadi malam.

Ini bukanlah hal yang pertama kali diminta oleh sang Bunda kepadanya, mungkin ini sudah yang ke lima puluh lima kalinya beliau meminta agar Tyana menyetujui permintaanya perihal berkenalan dengan calon suami yang akan dijodohkan dengannya.

Ya.Permintaan yang kelima puluh lima kali karena setelah penolakannya yang kelima puluh empat ternyata sang Ibunda masih saja belum menyerah untuk menjodohkannya dan  mendesak agar Tyana untuk segera menikah.

Tatapannya kini beralih pada seseorang di dalam sana yang mana orang tersebut sedang berbincang dengan kakak laki-lakinya Keenan Mahendra Adista, saat ini dirumahnya sedang di adakan acara syukuran aqiqahan keponakannya, anak pertama dari Mas Keenan, walaupun para tamu undangan sudah memenuhi isi rumahnya ditambah kesibukan yang sangat terlihat jelas dari tempat duduknya namun dari tadi tak sedikitpun dia berniat untuk menyapa bahkan sekedar berbasa-basi dengan para tamu undangan lainnya, dia lebih memililih menyendiri dikursi taman belakang di dekat kolam renang rumahnya.

Dan mengenai permintaan dari sang Ibunda yang sudah kelima puluh lima itu, kali ini Tyana tidak menjawabnya, menolak tidak menerima-pun tidak. Lagian percuma saja dia membantah karena sudah ratusan kali dia menjelaskan kepada sang Bunda mengenai alasan kenapa dia belum mau menikah, tapi semua itu sama sekali tak ada pengaruhnya beliau tetap bersigigih mendesak Tyana untuk menikah.

Namun untuk menghindari itu terlaksana sebenarnya ada satu hal yang telah di rencanakan selama ini, dan benar. Satu-satunya jalan untuk lari dari masalah perjodohan dan hal menikah ini adalah dia harus segera merealisasikan rencana tersebut yang mana rencana itu sudah dia susun dengan sangat rapi dan telah dia pikirkan dengan sangat matang semenjak setahun yang lalu dan rencana itu hanya bisa dia realisasikan dengan bantuan seseorang yang saat ini sedang berada dalam pengawasan matanya.

Tanpa menunggu lama dengan tekat yang sudah bulat dia segera beranjak dari tempat duduknya, dengan mantap melangkahkan kakinya menuju orang tersebut.

Setelah tepat berada di hadapan orang itu sebuah suara menyela ucapan yang belum terucap dibibirnya untuk orang dihadapannya itu.

"Tyan, dari mana aja sih dari tadi Bunda nyariin tuh"

Itu suara Mas-nya yang menanyakan kemana perginya Tyana dari tadi, namun dengan tatapan mata yang masih belum lepas pada orang yang sedang berhadapan dengannya saat ini tentu saja dia tidak menghiraukan pertanyaan dari sang kakak.

Tatapan Tyana ini hanya dibalas dengan sebuah senyuman dari orang tersebut karena dia juga tidak mengerti kenapa Tyana menatapnya dengan begitu intens.

"Kamu besok sibuk di rumah sakit?"

Langsung tanpa basa-basi dia melontarkan sebuah pertanyaan kepada manusia berjenis kelamin laki-laki di depan matanya itu, dan dengan muka yang masih memasang senyum serta raut kebingungan yang sangat kentara di wajahnya dia menjawab pertanyaan Tyana.

"Ngak terlalu sibuk Mbak, apa Mbak perlu bantuan?"

" Ya. Mbak sangat membutuhkan bantuanmu, apa besok sekitar jam 11.00 pagi menjelang makan siang kamu bisa temui Mbak di Cafe Sunrise?"

" Kalau Mbak butuh bantuan tentu saja aku akan berusaha untuk membantu Mbak, baiklah besok di Cafe Sunrise"

Dan Tyana hanya membalas jawaban itu dengan senyuman tipisnya.

Setelah obrolan singkat itu, Tyana pamit dari hadapan pria tersebut tanpa mau berbasa-basi lagi dan tetap tidak menghiraukan pertanyaan dari sang kakak dia langsung berlari masuk kekamarnya meninggalkan dua orang itu tentunya melihat gelagatnya tersebut membuat kedua pria itu saling menatap bingung

Dan tujuannya berlari kedalam kamarnya adalah untuk mengecek berkas yang sudah lama dia siapkan untuk rencananya ini, rencana yang tentu saja berhubungan dengan pria tadi.



TBC.

Sun (Your My Medicine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang