Dua Puluh

32 7 0
                                    

.
.
.
.
.


Semilir angin yang bertiup lembut menyapa wajah Citra Atmadja, yang sedari tadi terdiam atau mungkin kata-kata syok lebih tepat disebut untuknya saat ini kalau di ingat lagi ekspresi yang dia perlihatkan saat ini hampir sama dengan ekspresi sang suami ketika mendengar permasalahan yang terjadi antara Tyana dan Jevian.

Setelah mendengar semua rentetan cerita mengenai ada apa dengan Tyana dan Jevian, istri Jonathan itu terdiam membisu bahkan saat ini dia bingung kalimat apa yang akan terlebih dahulu dia ucapkan untuk menanggapi cerita yang disampaikan Tyana itu.

" Cit.... lo ngak papa kan?"

Sambil meraba punggung sang sahabat Tyana seolah menyadarkan keterdiaman Citra, dan saat ini apakah dia akan bersikap tenang sama seperti suaminya dalam menanggapi hal keterkejutan ini atau malah sebaliknya ?

Dan setelah hampir lima menit menunggu akhirnya...



" Lo gila Tyana ! "



Benar saja.. tak ada lagi raut tenang pada mimik wajahnya, mungkin memang begitulah jodoh harus ada air yang memadamkan gelora api, layaknya Citra dan Nathan; oke kembali pada Tyana dan Citra.

Setelah lima menit terdiam akhirnya sebuah untaian kalimat muncul dari mulut Citra, dan tidak hanya itu saja bahkan kalimat yang muncul lebih dari itu.

" Lo mikir ngak sih dengan apa yang lo rencanain?? mencari pendonor sperma?? Sumpah lo emang udah ilang akal Tyana! Dan lo nyembunyiin ini dari kita semua ? Untung saja rencana itu belum terjadi kalau sampai itu terjadi orang pertama yang bakalan gue bunuh adalah Jevian!!" Ucapnya galak

" heh. Tapi gue bersyukur ternyata Jevian mengajukan syarat itu buat lo" 

Ini yang sebenarnya Tyana takutkan apabila dia berkata jujur kepada sahabatnya itu dia takut Citra akan memarahinya habis-habisan apalagi kalau tidak ada pawangnya (re;ad Jonathan) di dekatnya bisa-bisa kalimat tanpa filter akan terus mengalir dari mulutnya.

Ternyata keterdiaman dia tadi hanyalah bersifat sementara, mungkin tadi dia sedang mengisi energi pikir Tyana karena lihat lah saat ini mulutnya tidak berhenti meracau.

" Kalau sampai Bunda lo tau mengenai rencana ini, gue yakin lo bakalan dikurung selamanya di rumah bahkan gue ngak bisa bayangin semarah apa Bunda lo nantinya"

Saat ini Citra masih terlihat berapi-api, dan setelah beberapa detik dia terlihat berusaha menormalkan deru nafasnya.

Tyana saat ini hanya melirik sahabatnya itu dari sudut matanya karena menurutnya menimpali ucapan seorang Citra yang sedang di landa kemarahan percuma saja bisa-bisa semua meja di restoran ini akan terkena imbasnya.


Setelah semenit berlalu akhirnya Citra bisa mengontrol emosinya dan dia terlihat sudah mulai tenang.

"Gue tau keadaan lo, bahkan gue juga cemas sama kondisi lo yang takut berhubungan dengan laki-laki lagi sejak peristiwa yang membuat lo trauma itu. Tapi ngak gini juga caranya Yan-"

" Oke kalau lo bisa nemu pendonor yang cocok tapi apa lo pikir setelah itu lo bakalan bahagia seperti yang lo inginkan? Lo pikir hidup sebagai Ibu tunggal itu enak? Apalagi keluarga lo tidak mendukung sama sekali keputusan ini beda kalau kita semua dukung Yan!-"

" Orang tua lo, Mas lo, gue, bahkan Jonathan selama ini juga ngawatirin elo Yan.. gue bukan tidak menghargai perempuan yang melakukan niat yang sama kayak lo, tapi lo dengan mereka beda Yan... lo mikir ngak sih?-"

" Lo tau ngak kenapa Bunda desak lo nikah? Itu bukan semata-mata hanya mau ingin cucu dari lo Tyana, tapi nyokap lo melakukan ini agar lo juga bisa sembuh dari gangguan ketakutan lo"


" Tapi ngak gini juga cara Bunda Cit"

Setelah lama terdiam akhirnya perkataan Citra di potong begitu saja oleh Tyana karena dia tidak sependapat dengan kalimat terakhir yang diucapkan sahabatnya itu.

" Gue belum selesai ngomong Tyana!" Fix Citra kembali mengamuk.

Deru nafas emosi terdengar jelas diantara mereka.


Tyana tau apa yang dia rencanakan mengenai mencari pendonor sperma tak sepenuhnya dapat dibenarkan tapi tidak juga dapat di salahkan, dia sangat tau bahwa keluarganya pasti tidak akan mendukung rencananya ini dan itu sudah berada dalam list resiko yang akan dia terima, tapi mendengar perkataan Citra mengenai tujuan dia dipaksa menikah agar dia 'bisa sembuh' itu terdengar omong kosong di telinganya, batinnya masih belum mau menerima statemen itu.

Setelah sedikit tenang Citra kembali meneruskan ucapannya, karena menurutnya berbicara dengan Tyana saat ini harus perlu punya ekstra rasa sabar.


" Mungkin saat ini lo belum bisa menerima maksud dari apa yang gue katakan barusan, karena gue awalnya juga ragu dengan maksud nyokap lo itu,  kecuali ! Kecuali laki-laki yang akan di nikahkan dengan lo itu orang yang tepat"


Mendengar kalimat terakhir yang terucap dari mulut Citra kepala Tyana yang sedari tadi menatap keluar jendela restoran reflek menoleh ke arah Citra.

'Laki-laki yang tepat' kalimat itu seperti menancap di kepalanya.

" Ya. Lo akan bisa menanggulangi bahkan bisa sembuh dari gangguan lo itu kalau lo menjalin hubungan dan menikah dengan orang yang tepat"

Seolah paham apa yang dipikirkan Tyana, dengan lantang dan penuh keyakinan Citra kembali menegaskan itu.

" Itu yang selama ini kami pikirkan Tyana, siapa laki-laki itu? Dan Itulah yang sedang di usahakan Bunda lo saat ini yaitu mencari laki-laki yang tepat dan apa lo pikir beliau sembarangan dan hanya seolah bermain-main saja mencarikan calon buat lo?! Ngak Tyan, Bunda itu juga seorang Ibu dia juga tau apa yang terbaik untuk anak perempuan satu-satunya ini-"

" Mungkin terdengar bulshiit di telinga lo tapi semua yang gue katakan tadi itu benar, hanya saja selama ini lo terlalu menutup mata dan telinga ketika Bunda menyampaikan maksudnya bahkan siapa yang akan di jodohkan sama lo aja lo ngak tau orangnya"


Itu memang benar selama ini setiap kali sang Bunda menyampaikan maksudnya tentang perjodohan, Tyana selalu terlebih dahulu memotongnya bahkan selalu ingin cepat-cepat keluar dari obrolan itu karena dia merasa selama ini sang Ibunda tidak mengerti keadaanya ternyata niat Bundanya hanya ingin menolong dan mengeluarkan dia dari rasa trauma yang dia dapat, entahlah saat ini dia masih berusaha mencerna semua yang diucapkan sang sahabat mungkin setelah pulang dari sini dia akan meminta maaf pada Bundanya karena sudah berpikiran buruk kepadanya.

Suasana diantara keduanya sudah kembali tenang

" Jadi gue mohon berhenti mencari pendonor sperma itu, karena setelah gue pikir-pikir lagi, sepertinya gue udah tau laki-laki yang tepat buat lo"

Setelah menyeruput Lemon Tea-nya, Citra kembali menyampaikan pendapatnya Tyana hanya mengerutkan keningnya mendengar ucapan selanjutnya dari Citra.

" Ternyata Laki-laki yang tepat itu juga datang di saat yang tepat, dia adalah Jevian Farras Arganta"



.
.
.
.
.


TBC



Sun (Your My Medicine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang