.
.
.
.
.Seminggu terlewati kata "Sah" sudah terucap, iringan doa terlantunkan dengan damai pagi yang terasa sejuk seakan mendukung acara sakral ijab qabul pernikahan Jevian Faras Arganta dan Tyana Kalendra Adista.
Semua terasa begitu cepat dan begitu lancar, persiapan pernikahan yang menurut Tyana akan banyak mengalami hambatan karena waktu yang sangat singkat yaitu seminggu ternyata diluar perkiraannya.
Semua sangat lancar, pengurusan administrasi di kantor urusan agama serta pengecekan kesehatan dirumah sakit tak ada halangan entah ini adalah keberuntungan atau memang sudah di rencanakan dengan baik oleh kedua orang tuanya dan Jevian, wajar saja Tyana berpikir begitu karena dia masih ingat saat menemani Citra mengurus semua kelengkapan pernikahannya dulu semuanya agak ribet karena Citra dan Nathan sibuk harus kesana kesini dalam menyiapkan dokumen-dokumen syarat pernikahan tapi tidak dengan yang di rasakan Tyana semua begitu lancar tanpa ada kata susah dan ribet yang dia lalui.
Dia juga masih belum habis pikir mengapa begitu lancar semua kelengkapan sudah tersedia didepan matanya bahkan dia hanya mengikuti arahan orang tuanya saja dan jadwal sudah tersusun secara apik tak seribet ketika dia membantu Citra 5 tahun yang lalu.
Sudahlah... mari kita lupakan itu yang terpenting saat ini dia masih terdiam kaku didalam kamarnya yang sudah disulap menjadi kamar pengantin, terdiam karena masih tidak menyangka saat ini dia sudah Sah menjadi istri dari Jevian.
Sebuah usapan lembut di pundaknya menyadarkannya dari lamunan panjangnya barusan.
" Yana.. ayo Jevian udah nunggu"
Sang Bunda menuntun Tyana keluar kamar menuju ruang tengah rumahnya yang juga sudah di sulap menjadi tempat ijab qabul antara dirinya dan Jevian.
Disamping kirinya juga ada Citra yang menuntunya, senyum tak lepas dari Bunda dan sahabatnya itu. Tyana masih tidak tau harus merespon bagaimana keringat dingin mengaliri tengkuknya rasa takut kembali menghampiri
Setelah dia berhadapan dengan Jevian, semua mata tertuju kepada mereka berdua Tyana masih menundukan pandangannya tak berani menatap Jevian;takut itulah yang dia rasakan
Dia takut bagaimana setelah ini, bagaimana kalau Jevian bukan orang yang tepat, bagaimana kalau Jevian suatu saat akan mengecewakannya atau sebaliknya dia akan mengecewakan Jevian karena dia masih belum sepenuhnya menginginkan ini dan dia juga takut sakit lagi berbagai macam prasangka memenuhi isi kepalanya, dia kembali berpikiran buruk dengan kepercayaan diri yang kembali hilang.
Ditengah ketakutan yang memenuhi isi kepalanya, sebuah telapak tangan menyentuh kepalanya dengan lembut sontak dia kaget tapi dia hanya terdiam kaku lalu tak lama suara lembut menyapa indra pendegarannya lantunan doa terdengar merdu ditelinganya perasaan takut tadi perlahan hilang dan digantikan dengan rasa hangat dan nyaman yang melingkupi dadanya.
Suara dalam serta lembut Jevian yang saat ini sedang melantunkan doa membuatnya damai entah kemana perasaan takut tadi, setelah lantunan doa itu selesai tanpa sadar Tyana ikut mengusapkan tangannya kewajahnya dan ikut mengamini doa yang di lantunkan Jevian tadi dengan khusyuk;tanpa sadar sebuah aliran mengalir dari pelupuk mata bulatnya
Setelah itu barulah dia menatap Jevian yang saat ini juga tengah menatapanya dan tak lupa senyum teduh terpancar dari pria yang sudah sah menjadi suaminya itu, Tyana terpana sesaat melihat senyum itu di tambah sebuah usapan lembut dipipinya menghapus bulir mata yang tercipta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sun (Your My Medicine)
Romance"Dan. Opsi yang terakhir, aku akan tetap memberikan sperma ku kepadamu, tapi aku tidak akan menjamin hidupmu akan aman dari jangkauan keluargamu walaupun kamu melarikan diri ke Kutub Utara sekalipun." ------------------------------ "Ada kenyataan yg...