Lima

57 7 2
                                    


" ya, I'm fine"

Dengan senyum tenangnya Tyana menjawab pertanyaan Jevian, apa sebegitu kentaranya kegugupan Tyana terlihat di mata Jevian ?

Setelah menatap Tyana cukup lama Jevian menganggukkan kepalanya dan melanjutkan perkataannya, karena dia merasa Tyan memang tidak suka berbasa - basi

" Baiklah, Aku menyetujui dan menerima permintaan mbak, tapi tidak memakai cara yang mbak tawarkan"

Hening

Setelah mendengar jawaban dari Jevian, Tyana mengerutkan keningnya tidak paham maksud dari jawaban Jevian tersebut, seolah mengerti dengan kebingungan Tyana, Jevian kembali melanjutkan ucapannya

" Aku menyetujuinya, tapi dengan syarat Kita harus Menikah"

Seiring dengan pernyataan Jevian, hujan lebat jatuh ribut menguyur tanah Ibukota itu.

" Apa maksud kamu Jevian, apakah ini sebuah tawaran di atas tawaran?apakah kamu mau pernikahan kontrak begitu?"

Masih dengan pikiran positif Tyana kembali bertanya, Tyan berpikir mungkin Jevian menawarkan ide itu karena dia ingin mencari aman, jadi kalau mereka berhasil melakukan rencana ini anak yang akan dia lahirkan nanti tidak akan menjadi omongan oleh pihak keluarganya

Dan kontrak akan berakhir setelah anak mereka lahir, maka dengan begitu mereka bisa mengatakan kepada keluarga kalau mereka akan bercerai dengan alasan ketidak cocok kan jadi Tyana berpikir dengan begini Bundanya tidak lagi merecokinya mengenai pernikahan banyak keuntungan yang dia dapat, salah satunnya aman dari desakan sang Ibunda.

lagipula pernikahan kontrak bisa mereka setting jadi tidak ada keterikatan emosional yang disebut cinta antara keduanya toh mengenai anak mereka akan tetap melakukan cara awal yaitu proses bayi tabung atau inseminasi karena Tyana betul-betul membenci komitmen atas nama cinta

Dan juga setelah pernikahan kontrak ini selesai dia akan tetap melangsungkan rencananya untuk meninggalkan Indonesia tentunya membawa anaknya seperti rencananya di awal, hidup berdua dengan sang anak bahagia di negeri orang, bukankah itu ide yang bagus? lagi pula pernikahan kontrak saat ini memang sedang marak terjadi mungkin ini yang menjadi salah satu alasan yang Jevian berikan kepadanya, ternyata ide Jevian sangat cerdas, kenapa ide ini tidak terpikirkan dari dulu pikirnya

setidaknya hanya itu yang bisa Tyana simpulkan dari maksud perkataan Jevian tadi. Karena saat ini isi kepala Tyana tak beraturan seperti halnya sebuah balok kayu yang sudah di susun rapi tiba - tiba saja diterpa angin kencang sehingga susunan balok itu berantakan

" Tidak Mbak, aku bukanlah orang yang menyetujui hal-hal yang seperti itu"

Ha? Jadi semua yang dia pikirkan tentang pernikahan kontrak barusan salah? Oh come on Tyana kamu berpikir terlalu jauh

" Jadi pernikahan seperti apa yang kamu maksud saat ini Jevian?"

" Pernikahan yang sesungguhnya, Sah di mata Hukum dan Agama. Bukan pernikahan kontrak atau apapun itu"

What !

Setelah mendengar itu kepala Tyana serasa di hantam batu keras, keringat dingin keluar dari tubuhnya ditambah dengan getaran pada tangannya yang tidak bisa dia sembunyikan.

Apa baru saja Jevian menawarkan sebuah komitmen yang dia hindari selama ini ?

Dengan mata melotot tajam dan tangan yang bergetar Tyana perlahan berdiri dari duduknya

" Kamu kira permintaan saya seminggu yang lalu adalah sebuah Lelucon Jev?"

Dengan suara datar namun Tegas Tyana, melontarkan kalimat tersebut kearah Jevian dan perlahan dia mengambil langkah mundur dan berisap pergi dari ruangan itu, dia butuh udara segar entah kenapa ruangan ini serasa sempit dan mencekam tapi sebelum dia beranjak dari sana sebuah tangan menahanya

" Mbak tunggu dulu, biar aku jelaskan"

Setelah menepis tangan Jevian yang berada di lengannya, Tyana kembali menatap Jevian dengan sengit

"Please, mbak duduk lagi ya aku akan menjelaskannya"

Jevian kembali menuntun Tyana untuk duduk, dengan suara halus dan tatapan memohon akhirnya Tyana menurut dan kembali duduk, tapi dia masih tidak bisa mengontrol rasa sesak yang ada di dada serta getaran ditangannya

Dengan menggenggam tangan Tyana, Jevian duduk di kursi kosong yang ada di sebelah Tyana lalu dia juga menggeser kursi yang sedang di duduki Tyana untuk bisa menghadap kearahnya, sehingga posisi mereka saat ini saling berhadapan satu sama lain dan Jevian kembali menatap Tyana yang masih enggan menatapnya.

" Ini memang bukan lelucon mbak, aku tidak menganggap permintaan mbak itu sebuah lelucon"

Lagi-lagi Tyana menepis genggaman yang ada ditanggannya, Jevian tau dia memang sangat lancang menyentuh tangan Tyana karena selama ini hal tersebut tidak pernah mereka lakukan, hubungan mereka selama ini hanya sebatas kenalan biasa saja yang mana sebenarnya Jevian adalah Junior sekaligus tetangganya saat masa SMA, oleh karena itu kedekatan mereka memang hanya sebatas itu saja dan
dia melakukan ini bukan ada maksud lain dia hanya berniat menenangkan emosi Tyana, Setelah melepaskan genggamannya Jevian kembali melanjutkan ucapannya.

" Aku tau Bunda menginginkan mbak segera menikah, dan aku juga tau mbak tidak mengingginkannya, tapi di balik itu mbak juga menginginkan seorang anak hadir di hidup mbak "

Setelah jeda beberapa detik Jevian kembali menyampaikan maksudnya

" Aku tau keinginan kita mengenai komitmen berbeda Aku ingin menikah, dan mbak tidak. Tapi ada yang membuat kita sama yaitu sama - sama ingin memiliki anak, dan setelah mendengar permintaan dari mbak tempo hari aku seperti mendapat sebuah harapan"

Sebelum Jevian kembali melanjutkan penjelasannya Tyana bersuara karena saat ini dadanya betul-betul sesak dan ingin lari dari sini tak ingin mendengar apapun lagi dari Jevian karena dia tau kemana arah pembicaraan ini.

" Sudahlah Jev, tidak perlu diteruskan dan mbak tidak perlu menjawab semua yang kamu utarakan bahkan tanpa menjawab-pun kamu pasti sudah tau jawaban dari mbak"

Setelah itu Tyana kembali berdiri, dan lagi - lagi Jevian menahannya.

" Please, kali ini bisakah kamu mempertimbangkanya Tyana ? aku paham tentang keadaan kamu saat ini, please dengarkan dulu penjelasanku kita bisa cari solusi tanpa harus melakukan rencana kamu"

Apa Tyana?

Apa dia tidak salah berbicara siapakah yang lebih tua disini?

Sebenarnya selama ini Tyana tidak mempermasalahkan mengenai panggilan dari mereka yang lebih muda darinya mau itu memanggil nama saja tanpa embel-embel mbak, kakak, atau lain sebagainya yang penting masih dalam konteks wajar dia pasti menerima, karena dia bukan seseorang yang gila hormat asalkan sopan dia pasti menerima. Tapi untuk Jevian dari awal mereka saling kenal Jevian tidak pernah memanggilnya hanya dengan sebutan nama saja tapi kali ini entah keberanian dari mana dia bisa menyebut namanya begitu saja

Setelah itu Jevian berdiri dan menatap Tyana dengan wajah sendunya, kemana senyumannya tadi?

" Jangan sok tau kamu, jangan hanya karena kamu tau mengenai gangguan yang saya alami kamu seolah paham keadaan saya"

Dengan emosi yang tidak bisa di tahan Tyana mengeraskan suaranya, dan tanpa terasa satu titik air mata jatuh di pipinya.

" Pembicaraan ini selesai dan anggap pertemuan kita dan permintaan saya minggu lalu tidak pernah terjadi"

Setelah itu dia berlalu dari hadapan Jevian dan keluar begitu saja dari ruangan itu dan tak lama suara debuman keras pintu yang dibanting secara paksa terdengar sangat keras, untung saja tidak ada orang selain mereka berdua disana.






TBC

Sun (Your My Medicine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang