Tiga Puluh Lima

40 3 0
                                    

.
.
.
.
.

Pukul 23.00 dan ini sudah hampir tengah malam, Jevian yang sedari tadi berkutat diruang kerjanya memutuskan untuk beristirahat karena lelah tak mampu lagi ditahan.

Setelah memasuki kamar ternyata sang istri masih terjaga walau dia sudah berbaring diatas kasur dan selimut sudah membungkus tubuhnya tapi mata cantik sang istrinya itu masih terbuka sambil melihat kearah langit-langit kamarnya.

" Kenapa belum tidur? Ini sudah sangat larut tidurlah"

Masih sangat dingin pikir Tyana

Lalu Jevian mulai membaringkan tubuhnya diatas kasur, sama seperti malam kemaren dia tidak menghadap Tyana tapi membelakanginya.

Padahal sejak nikah dia tidak pernah tidur membelakangi gue

Gumamnya dalam hati, rasa sesak tiba-tiba saja menggerogoti dadanya air mata lolos begitu saja dari mata bulatnya dia berusaha meredam isaknya tapi dia tidak bisa.

Tangannya ingin menggapai Jevian tapi entah kenapa dia ragu dan takut, padahal jaraknya dan Jevian sangat dekat padahal sejengkal lagi dia bisa menyentuh suaminya itu ; dia sadar, dia merindukan Jevian.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Grep

Rasa rindu memberikan Tyana keberanian untuk mendekap suaminya,  menggalungkan tangannya di pinggang sang suami dan membenamkan wajahnya di punggung tegap itu; nyaman dan dia tidak kambuh seolah trauma itu hilang entah kemana.

Jevian yang merasakan itu sedikit terlonjak kaget tapi semua itu masih bisa dia kendalikan, dia hanya bisa  bergeming apa Tyana sadar dengan yang dilakukannya, dia berpikir mungkin Tyana tidak sadar melakukan itu karena sudah terlelap tidur tapi setelah mendengar isak tangis Tyana barulah dia yakin bahwa Tyana belum tidur.

Ada apa dengan kamu Yana kenapa menangis? dan apakah kamu sadar yang kamu peluk adalah aku?

Semua itu belum bisa dia tanyakan karena saat ini dia hanya bisa membiarkan Tyana meluapkan tangisannya.

" Kamu... hiks kamu jahat..kamu mau ninggalin aku kan? Kamu yang yakini aku soal pernikahan ini hiks.... tapi..hiks... kamu malah mendiami aku, kamu marah sama aku.. hiks... kamu jahat.... kamu marahin aku.. kamu mau ninggalin aku kan iya ka..."

Jevian kaget dengan semua ungkapan yang disampaikan Tyana dalam tangisnya itu dan belum sempat Tyana meneruskan ucapannya, Jevian dengan segera membalikan tubuhnya dan tanpa pikir panjang dia membungkam bibir Tyana dengan bibirnya.

Jevian mencium bibirnya !

Tyana yang masih menangis langsung terdiam.

Kaget? Sudah pasti.

Bahkan keringat dingin sudah menetes dari punggungnya tapi entah kenapa dia tidak punya tenaga untuk mendorong Jevian dan dia hanya diam saja meresapi apa yang di lakukan Jevian selanjutnya.

Jevian mengecup bibir sang istri  menempelkan bibir mereka cukup lama, merasa tidak ada penolakan dari Tyana dia mencoba mulai menggerakan bibirnya, mencium bibir Tyana dengan lembut dan penuh kehati-hatian, menikmati bibir lembut dan manis sang istri, ciuman pertama mereka yang membuat Jevian candu bukan main.

Satu menit berlalu, Jevian masih menikmati semua yang dia lakukan dan setelah mendapat pukulan kecil didadanya barulah dia melepaskannya, ternyata sang istri sudah hampir kehabisan nafas;Jevian tersenyum.

Deru nafas Tyana masih terdengar, Jevian mengusap bibir sang istri yang sedikit membengkak akibat ciuman itu lalu dia juga mengusap air mata Tyana yang masih berbekas di pipi lembutnya.

Tyana menundukkan pandangannya dia masih belum berani menatap Jevian, melihat itu Jevian mengecup kening sang istri dan membawa tubuhnya kedalam dekapan hangatnya; Tyana tidak menolak.

"Maaf" setelah deru nafas keduanya tenang barulah Jevian berbicara.

"Maaf sayang, maaf kalau sikap diamku membuatmu menangis padahal aku sudah janji untuk tak ada air mata kesedihan di pernikahan kita maaf aku yang salah bikin kamu nangis dan berpikir buruk lagi, aku diam karena aku tidak tau lagi harus bersikap bagaimana sama kamu karena aku tidak mau melihat kamu sakit lagi dan aku marah dan mendiamimu karena.."

"Karena aku bandel" cicit Tyana yang dengan cepat memotong ucapan sang suaimi.

Jevian yang dari tadi dalam mode serius tapi setelah mendengar ucapan Tyana dia tertawa, dia layangkan lagi sebuah kecupan di rambut sang istri lalu dia kembali meneruskan ucapanya.

" Iya kamu bandel, lihat kamu sakit aku takut Tyana kamu yang ingin kekantor dengan kondisi yang tidak stabil  membuatku marah, marah karena aku takut, takut kamu akan tetap pergi bekerja dan pasti kamu tidak mau mendengarkanku aku bingung bagaimana lagi caranya untuk meyakinkanmu bahwa aku benar-benar khawatir dengan kondisimu dan ternyata benar kamu tipes kan__"

"__ sebelum kamu sakit hari itu, semingguan lebih kamu bekerja siang malam dan aku hanya bisa diam tidak berani bertanya bahkan menyuruhmu untuk istirahat saja aku tidak berani  aku benar-benar khawatir, tapi saat itu aku tidak bisa melakukan apa-apa karena aku takut mengganggu kenyamanan kamu "

Tyana masih mendengarkan Jevian tak ingin membantah dan menanggapi padahal banyak sekali yang juga ingin dia katakan tapi dia memilih mendengarkan semua hal yang mungkin menjadi beban pikiran Jevian selama ini.

"Kamu salah kalau bilang aku akan ninggalin kamu, aku gak akan melakukan itu yana, aku diam karena aku hanya bingung bagaimana lagi cara untuk bersikap, Aku yang membawa hubungan kita sampai kesini dan aku juga yang meyakinkan kamu mengenai pernikahan ini akan baik-baik saja tapi belum separuh jalan aku merasa gagal hiks.."

Jevian menangis

"Seminggu ini aku berpikir, bagaimana lagi cara aku untuk meyakinkan kamu, bahkan ketika Uni Citra mengatakan bahwa 'Tyana akan gila kerja kalau dia sedang ada pikiran' membuatku sadar ternyata selama ini kamu sedang memikirkan hal yang berat makanya kamu gila kerja tapi aku sama sekali tidak mengetahui itu__"

"__Aku selalu bertanya pada Tuhan  bagaimana lagi supaya aku bisa memahami istriku ini ya Rabb, aku menyayanginya tapi bebannya sendiripun belum bisa dia bagi kepadaku dan malah dia tanggung sendiri, mungkin memang ini salahku karena aku memaksakan kehendakku untuk percaya akan pernikahan ini lalu aku harus apa hiks? Aku bingung Tyana aku yang salah..."

"Ssshhh udah Jev.., hiks..jangan nangis lagi jangan nyalahin diri kamu lagi hiks..."

Tyana mengusap lembut punggung Jevian, saat ini dua insan itu sama-sama sedang menenangkan pasangannya mendekap dengan hangat di malam ini.

Biarkan mereka menyelesaikan sesak didadanya, setelah itu tak ada lagi kalimat yang keluar dan hanya isakan tangis dari keduanya yang terdengar, biarkan saja mereka menangis malam ini karena saat ini menangis lebih baik.



.
.
.
.
.
.


TBC.

Sun (Your My Medicine)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang